Newsletter

Waspada 'Anak-Cucu' Corona, Joe Biden-Xi Jinping 'Kopdar'

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Selasa, 16/11/2021 06:23 WIB
Foto: AP/Michael Probst

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar baik datang dari dalam dan luar negeri awal pekan kemarin, tetapi pergerakan pasar finansial Indonesia bervariasi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,53% ke 6.616,029, melanjutkan koreksi Jumat pekan lalu.

IHSG sepertinya dilanda aksi profit taking, melihat posisinya yang berada di dekat rekor tertinggi sepanjang masa. Indikasinya semakin kuat jika melihat kabar baik dari dalam negeri.

Sementara pada perdagangan hari ini, Selasa (16/11/2021), beberapa faktor akan mempengaruhi pergerakan pasar finansial dalam negeri, mulai dari pertemuan Joe Biden-Xi Jinping, hingga mutasi virus corona yang menjadi ancaman bagi perekonomian. Faktor-faktor tersebut akan dibahas pada halaman 3 dan 4. 

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor Indonesia pada Oktober 2021 mencapai US$ 22,03 miliar, naik 53,35% secara year-on-year (YoY) dan 6,89% dibandingkan bulan sebelumnya.

Realisasi ini juga membawa ekspor Indonesia kembali menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Sementara impor dilaporkan mencapai US$ 16,29 miliar, naik 51,06% YoY.

Dengan nilai ekspor dan impor tersebut, surplus neraca perdagangan Indonesia pada bulan Oktober sebesar US$ 5,74 miliar. Surplus tersebut menjadi rekor tertinggi sepanjang masa, melampaui rekor sebelumnya US$ 4,74 miliar yang tercatat pada Agustus lalu.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia sebelumnya memperkirakan ekspor tumbuh 46,06%, sedangkan impor tumbuh 58,35%, dengan surplus neraca perdagangan sebesar US$ 3,89 miliar.

Selain mencatat rekor, neraca perdagangan Indonesia sudah mengalami surplus dalam 18 bulan beruntun.

Berbeda dengan IHSG, rupiah mampu mencatat penguatan 0,16% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.210/US$, bahkan sebelumnya sempat menembus ke bawah Rp 14.200/US$.

Pasar obligasi Indonesia juga mengalami penguatan, tercermin dari penurunan imbal hasil (yield). Pergerakan harga obligasi berbanding terbalik dengan yield, ketika harga naik (yang artinya mengalami penguatan), yield akan menurun, begitu juga sebaliknya.

Dari semua tenor Surat Berharga Negara (SBN), hanya SBN tenor 25 tahun yang imbal hasilnya mengalami kenaikan.

Selain kabar baik dari dalam negeri, China juga membuat pasar finansial global sedikit lega.

Tingginya inflasi di sektor produsen (producer price index/PPI) yang mencapai 13,5% YoY di bulan Oktober memicu kecemasan terjadinya stagflasi di China. PPI di bulan Oktober tersebut menjadi yang tertinggi dalam lebih dari 26 tahun terakhir.

Stagflasi merupakan stagnannya pertumbuhan ekonomi dibarengi dengan tingginya inflasi.

Kecemasan akan terjadinya stagflasi sedikit mereda setelah Biro Statistik China kemarin melaporkan penjualan ritel tumbuh 4,9% YoY, lebih tinggi dari hasil polling Reuters yang memprediksi kenaikan sebesar 3,5% YoY. Produksi Industri juga dilaporkan naik 3,5% YoY, lebih tinggi dari prediksi 3% YoY.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street


(pap/pap)
Pages