Namun tidak perlu berkecil hati. Sebab, hampir seluruh indeks saham utama Asia juga melemah pada minggu lalu. Hanya Weighted Index (Taiwan) dan Nikkei 225 (Jepang) yang mampu menguat, itu pun relatif terbatas.
Arus modal asing yang masih mengalir ke bursa saham Tanah Air menahan IHSG tidak melorot lebih dalam. Minggu lalu investor asing membukukan beli bersih Rp 3,19 trilun.
Akan tetapi, arus modal keluar terjadi di pasar obligasi pemerintah. Per 28 Oktober 2021, kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) oleh investor asing adalah Rp 950,71 triliun. Turun Rp 8,45 triliun dibandingkan posisi sepekan sebelumnya.
Jadi secara neto, investor asing melakukan jual bersih terhadap aset keuangan di pasar Ibu Pertiwi. Plus pada akhir bulan biasanya kebutuhan valas korporasi meningkat karena ada kewajiban pembayaran utang jatuh tempo, kupon obligasi, impor, dan sebagainya.
Minimnya sokongan devisa ini membuat rupiah lesu. Di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), rupiah melemah 0,32% di perdagangan pasar spot sepanjang pekan kemarin.
Beralih ke bursa saham AS, tiga indeks utama ditutup menguat pada perdagangan akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,25%, S&P 500 bertambah 0,19%, dan Nasdaq Composite terangkat 0,33%. Ketiganya mengukir rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Wall Street menutup Oktober 2021 dengan manis. Sejak akhir 2020 (year-to-date), S&P 500 membukukan lonjakan 22,6% secara point-to-point. Ini adalah catatan terbaik sejak 2013.
Ke depan, sepertinya prospek Wall Street masih cerah. Sejak 1950, S&P 500 menguat rata-rata 1,7% setiap tahunnya.
Akan tetapi, ada tantangan besar yang mesti diwaspadai. Salah satu faktor pengerek Wall Street tahun ini adalah gelontoran likuiditas dari bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed).
Untuk mengatasi dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega memutuskan untuk menambah likuiditas dengan membeli surat-surat berharga senilai US$ 120 miliar per bulan. Injeksi likuiditas in akrab disebut quantitative easing. Berkat likuiditas yang melimpah, tercipta mentalitas 'beli, beli, beli' di pasar termasuk di bursa saham.
Setelah lebih dari setahun quantitative easing berlangsung, kini perekonomian Negeri Paman Sam berangsur membaik. Tekanan inflasi pun mulai terasa, tanda pulihnya konsumsi dan daya beli masyarakat.
Oleh karena itu, pelaku pasar punya ekspektasi The Fed akan mulai mengurangi quantitative easing. Pengurangan quantitative easing ini biasa disebut tapering off.
Pasar memperkirakan tapering akan diputuskan pada rapat Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) pada 2-3 November 2021 waktu Washington DC. Ya, kemungkinan tapering akan diumumkan pekan ini.
Tapering akan membuat likuiditas tidak lagi berlimpah. "Ini tentu akan membuat pasar agak takut," ujar Anu Gaggar, Global Investment Strategist di Commonwealth Financial Network, seperti dikutip dari Reuters.
Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Ada dua rilis data domestik yang bisa menggerakkan pasar.
Pertama adalah rilis aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) oleh IHS Markit. Trading Economics memperkirakan PMI manufaktur Indonesia periode Oktober 2021 adalah 53. Naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 52,2.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika sudah di atas 50, maka artinya dunia usaha tengah menjalani fase ekspansi.
Pada Juli dan Agustus 2021, skor PMI manufaktur Indonesia sempat berada di bawah 50. Penyebabnya adalah pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akibat lonjakan kasus positif corona.
Memasuki September 2021, gelombang kedua serangan virus corona di Indonesia sudah selesai. Kurva kasus positif melandai, demikian pula kasus aktif. Perkembangan ini membuat pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berani melonggarkan PPKM sehingga aktivitas dan mobilitas masyarakat mulai berdenyut lagi.
"Sektor manufaktur Indonesia berhasil bangkit pada September setelah dua bulan beruntung mengalami kontraksi. Dampak dari pelonggaran pembatasan sosial sangat terasa," sebut Jingyi Pan, Economics Associate Director IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Pada Oktober 2021, Indonesia semakin mampu mengendalikan laju pandemi. Sepanjang bulan lalu, rata-rata pasien positif corona bertambah 944 orang per hari (terendah sejak Mei 2020 secara bulanan). Turun drastis dibandingkan bulan sebelumnya yakni 4.177 orang setiap harinya.
Kini sudah tidak ada lagi wilayah di Jawa-Bali yang menerapkan PPKM Level 4 (paling ketat). Artinya, masyarakat sudah lebih bebas berkegiatan di luar rumah.
Masyarakat yang semakin bebas berkegiatan tentu menyebabkan peningkatan permintaan. Saat permintaan naik, aktivitas industri manufaktur pasti akan lebih bergairah.
Ingat, manufaktur adalah penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari sisi lapangan usaha. Jadi kalau manufaktur melejit, maka niscaya pertumbuhan ekonomi akan terungkit.
Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Rilis data kedua yang juga patut dimonitor adalah inflasi. Pada pukul 11:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi periode Oktober 2021.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi inflasi 0,09% secara bulanan (month-to-month/mtm). Sementara inflasi tahunan (year-on-year/yoy) diperkirakan 1,63%. Kemudian inflasi inti 'diramal' 1,36% yoy.
Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) pekan III memperkirakan inflasi pada Oktober 2021 sebesar 0,08% mtm. Ini membuat inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) menjadi 0,88% dan inflasi tahunan 1,62%.
"Penyumbang utama inflasi Oktober 2021 yaitu komoditas cabai merah sebesar 0,06% (mtm), minyak goreng sebesar 0,03% (mtm), cabai rawit, rokok kretek filter dan angkutan udara masing-masing sebesar 0,01% (mtm). Sementara itu, beberapa komoditas mengalami deflasi, antara lain telur ayam ras dan tomat masing-masing sebesar -0,03% (mtm), bayam, kangkung, sawi hijau, bawang merah dan emas perhiasan masing-masing sebesar -0,01% (mtm)," tulis laporan BI.
Seperti halnya aktivitas manufaktur, laju inflasi pun terakselerasi selepas pelonggaran PPKM. Permintaan yang meningkat karena masyarakat sudah tidak lagi #dirumahaja menyebabkan tekanan inflasi.
"Inflasi secara umum memang sepertinya tetap rendah hingga akhir 2021. Namun ada kemungkinan tekanan inflasi dari sisi permintaan pada kuartal IV-2021 karena pelonggaran pembatasan sosial," tulis Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri, dalam risetnya.
Di satu sisi, percepatan laju inflasi memang perlu diwaspadai. Namun di sisi lain, ini juga menandakan peningkatan permintaan yang berarti konsumsi rumah tangga sudah mulai bangkit setelah tertekan akibat PPKM ketat.
Kalau industri manufaktur adalah penyumbang terbesar PDB dari sisi lapangan usaha, maka konsumsi rumah tangga adalah kontributor utama dari sisi pengeluaran. Saat konsumsi bangkit, maka pertumbuhan ekonomi juga akan terungkit.
So, sepertinya perekonomian nasional akan menjalani start yang impresif pada kuartal IV-2021. Jika bisa dipertahankan, apalagi ditingkatkan, maka pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2021 bakal cerah. Kebangkitan ekonomi Indonesia rasanya ada di depan mata.
Syaratnya satu saja: pandemi jangan 'menggila' lagi. Kalau kasus positif corona meroket lagi seperti Juli 2021 lalu, maka sangat mungkin PPKM akan ketat lagi. Andai ini terjadi, jangan harap ekonomi bakal pulih.
Halaman Selanjutnya --> Simak Agenda dan Rilis Data Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data PMI manufaktur Australia periode Oktober 2021 (04:30 WIB).
- Rilis data ekspor-impor Korea Selatan periode Oktober 2021 (07:00 WIB).
- Rilis data PMI manufaktur Indonesia periode Oktober 2021 (07:30 WIB).
- Rilis data PMI manufaktur Jepang periode Oktober 2021 (07:30 WIB).
- Rilis data PMI manufaktur China periode Oktober 2021 (08:45 WIB).
- Rilis data inflasi Indonesia periode Oktober 2021 (11:00 WIB).
- Rilis data PMI manufaktur AS periode Oktober 2021 (21:00 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Unilever Indonesia Tbk (tentatif).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Untuk mengakses data pasar terkini, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA