Jakarta, CNBC Indonesia - PDB China tumbuh pada laju paling lambat dalam setahun terakhir karena krisis energi besar-besaran, gangguan pengiriman dan pengapalan serta krisis properti yang masih belum terselesaikan.
Ekonomi China 'hanya' tumbuh 4,9% pada kuartal ketiga atau di bawah konsensus serta ekspektasi pasar yang memperkirakan PDB China mampu tumbuh 5,2%. Pertumbuhan tersebut jauh lebih lambat dari kuartal kedua yang mana peningkatan ekonomi di China mencapai 7,9%.
Merespons dikeluarkannya data ekonomi tersebut, mayoritas bursa Asia ditutup melemah pada perdagangan Senin (18/10/2021) kemarin, tercatat hanya indeks Hang Seng Hong Kong dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup di zona penguatan.
Pada perdagangan Senin kemarin IHSG kembali ditutup menguat 0,38% ke level 6.658,77, berkat dorongan sentimen positif dari dalam dan luar negeri. Harga penutupan tersebut hanya berjarak sekitar 0,53% lagi agar IHSG dapat menyentuh rekor tertinggi sepanjang masanya di level 6.693,466 yang tercipta pada tahun 2018 lalu.
Data perdagangan mencatat nilai transaksi hari ini cenderung menurun menjadi Rp 16,4 triliun. Investor asing tercatat masih melakukan pembelian bersih (net buy), nyaris mencapai Rp 1 triliun, atau tepatnya sebesar Rp 999,62 miliar di pasar reguler. Sebanyak 324 saham naik, 186 saham turun dan 159 lainnya stagnan.
Investor asing kembali melakukan pembelian bersih di saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 529 miliar. Selain di saham BBRI, asing juga tercatat mengoleksi saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 149 miliar.
Dari pergerakan sahamnya, saham BBRI ditutup melesat 2,08% ke level harga Rp 4.410/unit, sedangkan saham BMRI berakhir menguat ke level Rp 7.175/unit.
Sementara penjualan bersih dilakukan asing di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang dilepas sebesar Rp 172 miliar dan di saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) sebesar Rp 37 miliar.
Saham BBCA ditutup merosot 1,63% ke level Rp 7.525/unit, sedangkan saham UNVR ditutup ambles 2,39% ke posisi harga Rp 5.100/unit.
Meski investor dibuat khawatir akibat perlambatan laju pertumbuhan ekonomi China, kabar baik dari dalam negeri mampu menopang IHSG. Sentimen positif datang dari perkembangan penanganan pandemi virus corona (Covid-19), di mana kasus Covid-19 di Tanah Air tercatat di bawah 1.000 dalam 2 hari terakhir sehingga memicu harapan bahwa pemulihan ekonomi nasional bakal segera terjadi.
Sementara itu, sentimen yang masih cenderung positif dari luar negeri yakni dari India yang memutuskan memangkas pungutan impor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari 24,75% menjadi 8,25%. Bea impor untuk produk olahan CPO juga diturunkan dari 35,75% menjadi 19,25%.
Di sisi lain, kelanjutan krisis energi yang belum teratasi bakal terus membuat harga batu bara dan komoditas logam lainnya menguat.
Meski IHSG ditutup melemah, hal sebaliknya terjadi pada nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI) dan di 'gelanggang' pasar spot.
Pada Senin kemarin, kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.096. Rupiah melemah 0,08% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.
Di pasar spot, US$ 1 setara dengan Rp 14.105 kala penutupan perdagangan. Rupiah terdepresiasi 0,25%.
Akan tetapi rupiah tidak perlu berkecil hati. Sebab, hampir seluruh mata uang utama Asia tidak berdaya di hadapan dolar AS.
Bursa saham AS mengalami rebound pada perdagangan hari Senin karena investor masih bertaruh dan berharap pada kinerja laporan keuangan yang positif dari perusahaan besar.
Sebelumnya pada Senin pagi waktu setempat Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka merah menyusul buruknya data pertumbuhan ekonomi China, setelah pekan lalu menguat menyambut rilis kinerja keuangan kuartal III-2021 bank di AS.
Pada awal pembukaan pasar Indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 179 poin (-0,6%) pukul 08:30 waktu setempat (20:30 WIB) dan selang 20 menit menjadi 146,9 poin (-0,42%) ke 35.147,82. Indeks S&P 500 turun 8,5 poin (-0,19%) ke 4.462,88 dan Nasdaq surut 3,6 poin (-0,02%) ke 14.893,7.
Meski dibuka di zona merah, dua dari tiga indeks utama AS tersebut malah berbalik arah sepanjang perdagangan Senin dan mampu ditutup di zona hijau, sedangkan satunya lagi harus puas finish di zona merah.
Pada akhir penutupan perdagangan Senin, S&P 500 tercatat naik 0,3% menjadi 4.486,46. Nasdaq Composite yang diuntungkan dari perbaikan kinerja saham beberapa perusahaan teknologi tercatat naik 0,8% menjadi 15.021,81. Sedangkan Dow Jones Industrial Average menjadi satu-satunya indeks yang mengalami koreksi atau turun 36,15 poin (-0,1%), menjadi 35.258,61.
Sejumlah nama besar akan melaporkan kinerja kuartalan dalam seminggu ke depan, termasuk Netflix, Johnson & Johnson, United Airlines dan Procter & Gamble pada hari Selasa. Selain itu Tesla, Verizon dan IBM juga dikabarkan akan segera merilis kinerja perusahaan dalam waktu dekat juga.
Hasil yang kuat dari minggu pertama pengumuman kinerja keuangan kuartal ketiga, khususnya dari bank-bank terbesar, telah mendorong indeks utama dan mampu memangkas jarak dari rekor tertinggi sepanjang masa. Dow hanya terpaut 1% dari rekor tertingginya, sedangkan S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing 1,3% dan sekitar 2,5% di bawah rekornya.
Adapun beberapa sentimen yang menekan pasar pada awal perdagangan termasuk data pertumbuhan China yang mengecewakan, yakni sebesar 4,9% pada kuartal ketiga atau kurang dari pertumbuhan 5,2% yang diharapkan oleh para ekonom yang disurvei oleh Reuters. Produksi industri di China bulan lalu juga jauh dari ekspektasi.
Selain itu produksi industri AS juga mengalami penurunan pada bulan September karena kendala pasokan terus menghambat manufaktur. Output turun hampir 1,28% ke level terendah sejak Februari, ketika turun 3,02%, menurut data yang dirilis Senin oleh Federal Reserve.
imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun naik setinggi 1,627%, Kenaikan tersebut memicu tekanan terhadap saham teknologi dan memicu aksi jual atas saham berbasis pertumbuhan menuju saham berbasis nilai.
Saham Disney tercatat ambles 3% setelah Barclays menurunkan peringkat saham dan memperkirakan pertumbuhan pelanggan streaming akan melambat.
Terdapat sejumlah sentimen utama dari luar negeri yang masih mewarnai pergerakan pasar finansial global, termasuk Indonesia.
Pertama adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi China akibat berbagai krisis yang sedang dialami oleh negara Tirai Bambu Tersebut.
Tahun lalu, di masa pandemi China adalah satu-satunya ekonomi utama yang lolos dari resesi, akan tetapi tahun ini China menghadapi banyak tantangan yang sangat membebani pertumbuhan.
Krisis energi yang sedang dialami memaksa sebagian pabrik beroperasi di bawah kapasitas normal dan juga pemadaman juga sempat diberlakukan di beberapa wilayah. Turunnya kapasitas pabrik di China tentu menjadi pukulan besar, mengingat banyak bahan baku dan barang kebutuhan global diproduksi di negara tersebut.
Selain itu tertundanya pengiriman barang juga terjadi karena antrean panjang di pelabuhan-pelabuhan China yang memperparah kondisi rantai pasok global, belum lagi biaya pengapalan yang harganya ikut naik. Tersendatnya proses pengiriman serta krisis energi yang terjadi menjadi pukulan bagi produsen kecil yang masih berjuang memperbaiki kas perusahaan serta membuat pengimpor pusing.
Sektor real estat juga berdarah-darah akibat aturan pemerintah dalam mengekang pertumbuhan utang dan membatasi pinjaman berlebihan yang dilakukan para pengembang. Investasi properti pun tercatat turun. Hal itu membebani para pengembang, tidak terkecuali Evergrande, yang krisis utangnya telah memicu kekhawatiran tentang risiko penularan bagi sektor ini dan ekonomi yang lebih luas. Beberapa perusahaan properti lain telah menunjukkan bahwa mereka masih berjuang sekuat tenaga untuk membayar kewajiban mereka.
Selanjutnya sentimen kedua adalah krisis energi yang juga masih dirasakan negara ekonomi besar lain seperti India dan juga wilayah Uni Eropa akibat kelangkaan gas. Hal tidak hanya meningkatnya biaya energi tapi juga berpotensi dapat mendorong peningkatan harga pembelian barang sehari-hari lainnya, termasuk makanan jika kondisi ini tidak segera terselesaikan.
Alasan di balik krisis energi Eropa sangat pelik dan rumit yang menggambarkan betapa kompleks dan saling terkaitnya pasar energi global. Meski demikian Indonesia sebagai eksportir terbesar batu bara dunia masih diuntungkan oleh situasi ini.
Selain batu bara, komoditas lain yang juga mengalami reli kenaikan harga sejak awal tahun termasuk CPO dan migas.
Khusus untuk CPO, sentimen yang masih cenderung positif datang dari luar negeri yakni dari India yang memutuskan memangkas pungutan impor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari 24,75% menjadi 8,25%. Bea impor untuk produk olahan CPO juga diturunkan dari 35,75% menjadi 19,25%.
Sentimen terakhir adalah kabar baik dari dalam negeri mampu menopang IHSG terkait perkembangan penanganan pandemi virus corona (Covid-19), di mana kasus bary Covid-19 di Tanah Air kembali turun.
Per hari Senin (18/10/2021), Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengumumkan hanya ada tambahan 626 kasus baru, turun dari sejumlah 747 kasus baru Covid-19 pada hari Minggu. Jumlah itu juga lebih rendah dari capaian hari Jumat (15/10) dan Kamis (14/10/) lalu yang tercatat masing-masing 915 dan 1.053 kasus.
Sehingga total kasus konfirmasi positif Covid-19 mencapai 4.235.384. Sementara itu pasien yang sembuh dari Covid-19 bertambah 1.593 dengan total kasus sembuh mencapai 4.075.011.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
Risalah rapat Bank Sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) (08.30 WIB)
Neraca Perdagangan Spanyol Agustus (15.00 WIB)
Output konstruksi Uni Eropa YoY Agustus (16.00 WIB)
Pidato Bank Sentral Uni Eropa (16.10 WIB)
Pidato Gubernur Bank of England (19.05 WIB)
Data Izin bangunan dan perumahan AS (19.30 WIB)
Pidato Dewan Eksekutif Bank Federal Jerman (22.00 WIB)
Pengumuman Investasi asing langsung (FDI) China YoY September
Dari dalam negeri Bank Indonesia (BI) akan  mengumumkan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI) setelah gelaran Rapat Dewan Gubernur (RDG) berakhir hari ini (19/10). Konsensus pasar percaya BI akan tetap pada kebijakan moneternya yang longgar dan mempertahankan suku bunga di level 3,5% hingga akhir tahun.
Berikut beberapa agenda korporasi yang akan berlangsung hari ini:
RUPSLB PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk/UNSP (14.00 WIB)
RUPSLB PT Tigaraksa Satria Tbk/TGKA (09.00 WIB)
Tender Offer PT Perdana Karya Perkasa Tbk/PKPK, mulai hari ini hingga tanggal 17 November 2021.
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: