
Ekonomi China Lagi Slow, IHSG Kuat Nanjak ke All Time High?

Terdapat sejumlah sentimen utama dari luar negeri yang masih mewarnai pergerakan pasar finansial global, termasuk Indonesia.
Pertama adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi China akibat berbagai krisis yang sedang dialami oleh negara Tirai Bambu Tersebut.
Tahun lalu, di masa pandemi China adalah satu-satunya ekonomi utama yang lolos dari resesi, akan tetapi tahun ini China menghadapi banyak tantangan yang sangat membebani pertumbuhan.
Krisis energi yang sedang dialami memaksa sebagian pabrik beroperasi di bawah kapasitas normal dan juga pemadaman juga sempat diberlakukan di beberapa wilayah. Turunnya kapasitas pabrik di China tentu menjadi pukulan besar, mengingat banyak bahan baku dan barang kebutuhan global diproduksi di negara tersebut.
Selain itu tertundanya pengiriman barang juga terjadi karena antrean panjang di pelabuhan-pelabuhan China yang memperparah kondisi rantai pasok global, belum lagi biaya pengapalan yang harganya ikut naik. Tersendatnya proses pengiriman serta krisis energi yang terjadi menjadi pukulan bagi produsen kecil yang masih berjuang memperbaiki kas perusahaan serta membuat pengimpor pusing.
Sektor real estat juga berdarah-darah akibat aturan pemerintah dalam mengekang pertumbuhan utang dan membatasi pinjaman berlebihan yang dilakukan para pengembang. Investasi properti pun tercatat turun. Hal itu membebani para pengembang, tidak terkecuali Evergrande, yang krisis utangnya telah memicu kekhawatiran tentang risiko penularan bagi sektor ini dan ekonomi yang lebih luas. Beberapa perusahaan properti lain telah menunjukkan bahwa mereka masih berjuang sekuat tenaga untuk membayar kewajiban mereka.
Selanjutnya sentimen kedua adalah krisis energi yang juga masih dirasakan negara ekonomi besar lain seperti India dan juga wilayah Uni Eropa akibat kelangkaan gas. Hal tidak hanya meningkatnya biaya energi tapi juga berpotensi dapat mendorong peningkatan harga pembelian barang sehari-hari lainnya, termasuk makanan jika kondisi ini tidak segera terselesaikan.
Alasan di balik krisis energi Eropa sangat pelik dan rumit yang menggambarkan betapa kompleks dan saling terkaitnya pasar energi global. Meski demikian Indonesia sebagai eksportir terbesar batu bara dunia masih diuntungkan oleh situasi ini.
Selain batu bara, komoditas lain yang juga mengalami reli kenaikan harga sejak awal tahun termasuk CPO dan migas.
Khusus untuk CPO, sentimen yang masih cenderung positif datang dari luar negeri yakni dari India yang memutuskan memangkas pungutan impor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari 24,75% menjadi 8,25%. Bea impor untuk produk olahan CPO juga diturunkan dari 35,75% menjadi 19,25%.
Sentimen terakhir adalah kabar baik dari dalam negeri mampu menopang IHSG terkait perkembangan penanganan pandemi virus corona (Covid-19), di mana kasus bary Covid-19 di Tanah Air kembali turun.
Per hari Senin (18/10/2021), Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengumumkan hanya ada tambahan 626 kasus baru, turun dari sejumlah 747 kasus baru Covid-19 pada hari Minggu. Jumlah itu juga lebih rendah dari capaian hari Jumat (15/10) dan Kamis (14/10/) lalu yang tercatat masing-masing 915 dan 1.053 kasus.
Sehingga total kasus konfirmasi positif Covid-19 mencapai 4.235.384. Sementara itu pasien yang sembuh dari Covid-19 bertambah 1.593 dengan total kasus sembuh mencapai 4.075.011.
(fsd/sef)