Newsletter

Ada Ancaman dari Barat, Dolar AS Bisa Jadi "Bom Waktu"

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 September 2021 06:40
Dollar

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri berfluktuasi pada perdagangan awal pekan kemarin, serta tidak kompak di akhir perdagangan. Masalah utang raksasa properti China, Evergrande Group, masih mempengaruhi sentimen pelaku pasar, begitu juga dengan tapering hingga proyeksi suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve.

Pengumuman kebijakan moneter The Fed tersebut kini membuat dolar AS menjadi "bom waktu", sebab posisi beli bersih (net long) melonjak signifikan. Dolar AS kini bisa "meledak" sewaktu-waktu. Ketika itu terjadi maka nilai tukar rupiah berisiko terpuruk, dan berdampak ke pasar saham hingga obligasi.

"Bom waktu" dolar AS, dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi pergerakan pasar finansial Indonesia hari ini akan dibahas pada halaman 3 dan 4.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menguat 0,3%, kemudian berbalik melemah dan mengakhiri perdagangan di 6.122,495, minus 0,36%. Meski akhirnya melemah, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 312 miliar.

jkse

Sentimen pelaku pasar sempat membaik setelah bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) lagi-lagi menyuntikkan likuiditas di sistem perekonomian, guna menenangkan pasar yang dibuat cemas akibat masalah krisis utang raksasa properti China, Evergrande Group.

Evergrande Group yang berisiko gagal bayar membuat sentimen pelaku pasar memburuk di awal pekan lalu. Hingga saat ini, investor masih menanti perkembangan kasus Evergrande yang harus membayar bunga obligasi jatuh tempo berdenominasi dolar AS pada Kamis pekan lalu senilai US$ 83 juta. Total utang Evergrande dilaporkan sebesar US$ 305 miliar.

Hingga saat ini pihak Evergrande belum ada berkomentar dan punya waktu 30 hari sebelum secara teknis dikatakan gagal bayar (default).

PBoC kemarin menyuntikkan likuiditas sebesar 100 miliar yuan (US$ 15,47 miliar) atau sekitar Rp 220 triliun ke perekonomian. Dengan demikian sejak pekan lalu, total bank sentral China ini menyuntikkan likuiditas sebesar 320 miliar yuan, terbesar sejak Januari lalu.

Suntikan likuiditas tersebut juga mempengaruhi pergerakan rupiah melawan dolar AS. Meredanya kecemasan akan masalah Evergrande membuat permintaan dolar AS sebagai safe haven menurun, tetapi masih ditopang oleh outlook kebijakan moneter The Fed.

"Dolar AS masih terjebak antara persimpangan The Fed yang hawkish dan meredanya kecemasan akan potensi default Evergrande," kata analis Commonwealth Bank of Australia
Dalam pengumuman kebijakan moneter pekan lalu, The Fed menyatakan akan segera melakukan tapering dan memperoyeksikan suku bunga naik di tahun depan, lebih cepat dari sebelumnya di 2023.

Outlook kebijakan tersebut membuat yield obligasi AS (Treasury) menanjak, yang berdampak pada Surat Berharga Negara (SNB). Di awal pekan kemarin, mayoritas harga SBN mengalami pelemahan, tercermin dari penurunan imbal hasil (yield).

idr

Hanya SBN tenor 15, 25 dan 30 tahun yang yield-nya turun, itu pun sangat tipis. Sementara tenor lainnya naik.

Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga SBN, ketika yield turun harganya naik, begitu juga sebaliknya. Ketika harga naik artinya ada aksi beli, yang hanya terjadi di tenor 15, 25, dan 30 tahun.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Yield Treasury Tekan Wall Street

Kenaikan yield obligasi (Treasury) membuat bursa saham AS (Wall Street) bervariasi pada perdagangan Senin waktu setempat. Selain itu, perhatian juga kembali tertuju ke kemungkinan terjadinya shutdown atau penghentian layanan pemerintah AS.

Indeks Dow Jones sukses menguat 0,21% ke 34.869,37, sementara S&P 500 dan Nasdaq masing-masing melemah 0,28% dan 0,52% ke 4.443,11 dan 14.969,97.

jkse

Yield Treasury AS tenor 10 tahun kemarin melesat, sempat menyetuh level 1,5%. Kenaikan tajam tersebut membuat saham-saham sektor finansial menguat, tetapi yang lainnya mengalami tekanan.

Saham Goldman Sachs dan JPMorgan Chase masing-masing menguat 2%, dan membuat mereka menjadi salah satu yang terbaik di Dow Jones.

Investor juga memantau kemajuan penyelesaian pemasukan AS yang sudah tiris, dan harus diizinkan menaikkan tingkat utang jika tak ingin layanan publik terhenti (shutdown) karena tak ada sumber dana pembayaran gaji mereka.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi pada Minggu mengatakan bahwa proposal infrastruktur bipartisan (disponsori kedua partai di AS) senilai US$ 1 triliun bakal disahkan pekan ini. Kongres harus meloloskan anggaran tambahan akhir September untuk menghindari shutdown.

"Washington DC akan mulai menarik lebih banyak perhatian dalam beberapa pekan ke depan, karena perhitungan politik seputar proposal infrastruktur dan debat mengenai batas utang akan cenderung memicu pasar bergerak," tulis Tavis McCourt, perencana saham Raymond James, seperti dikutip CNBC International.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Wall Street yang berbervariasi tentunya bukan kabar yang bagus bagi pasar saham global. Sebab, bursa saham AS merupakan kiblat bursa saham dunia, ketika bervariasi maka menjadi indikasi sentimen pelaku pasar yang kurang bagus.

Bursa saham Asia termasuk IHSG bisa berfluktuasi lagi.

Apalagi, tidak kompaknya ketiga indeks utama di Wall Street terjadi akibat kenaikan yield Treasury tenor 10 tahun yang sempat mencapai 1,516%, tertinggi sejak 28 Juni lalu. Di akhir perdagangan, yield obligasi yang menjadi acuan ini berada di 1,4906%.

idr

Yield Treasury sudah naik dalam 3 hari beruntun dengan total 18,66 basis poin. Kenaikan yang cukup tajam dan berisiko membuat pasar SBN goyang pada hari ini.

Sementara itu posisi beli dolar AS kembali mengalami peningkatan tajam. Commodity Futures Trading Commision (CFTC) kemarin melaporkan posisi beli bersih (net long) dolar AS pada pekan yang berakhir 21 September melonjak menjadi US$ 14,26 miliar, dari pekan sebelumnya US$ 9,99 miliar.

Posisi net long dolar AS tersebut merupakan yang tertinggi sejak Maret 2020, ketika indeks dolar AS meroket tajam hingga nyaris mencapai level 103. Sementara saat ini, indeks dolar AS berada di kisaran 93. Belum ada lonjakan tajam untuk indeks yang merupakan tolak ukur kekuatan dolar AS.

Semakin tinggi, maka dolar AS semakin perkasa. Sehingga rupiah patut waspada jika posisi net long dolar AS terus menumpuk.

Patut dicatat posisi net long tersebut sebelum The Fed mengumumkan tapering akan segera dilakukan pada Kamis (23/9) dini hari lalu. Selain itu, The Fed juga merubah proyeksi kenaikan suku bunganya menjadi tahun depan, dibandingkan sebelumnya di 2023.

Dengan kondisi tersebut membuat ada kemungkinan posisi net long dolar AS semakin menumpuk dan menjadi "bom waktu" menunggu pemicu yang bisa membuatnya "meledak".

Pemicunya bisa muncul pada bulan November atau Desember, saat The Fed yang diprediksi akan mengumumkan waktu tapering. Jadi untuk saat ini masih aman, apalagi para elit The Fed masih banyak berbeda pendapat, khususnya terkait suku bunga.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari ini (2)

Presiden The Fed wilayah Chicago yang juga masuk dalam anggota Federal Open Market Committee (FOMC) yang membuat kebijakan moneter kemarin mengatakan suku bunga baru akan dinaikkan pada akhir 2023.

Evans menjadi salah satu anggota FOMC yang bersikap dovish. Ia melihat, inflasi yang tinggi saat ini hanya bersifat sementara, dan baru akan cukup tinggi dan stabil guna menjadi alasan untuk menaikkan suku bunga pada akhir 2023.

"Saya memasukkan proyeksi di waktu yang seharusnya.... Menaikkan suku bunga di 2023," kata Evans merujuk pada Fed dot plot yang dirilis pada Kamis lalu, sebagaimana dikutip Reuters Senin (27/9).

Setiap akhir kuartal, The Fed akan memberikan proyeksi suku bunganya, terlihat dari dot plot. Setiap titik dalam dot plot tersebut merupakan pandangan setiap anggota The Fed terhadap suku bunga.

Dalam dot plot yang terbaru, sebanyak 9 orang dari 18 anggota FOMC kini melihat suku bunga bisa naik di tahun depan. Jumlah tersebut bertambah 7 orang dibandingkan dot plot edisi Juni. Saat itu mayoritas FOMC melihat suku bunga akan naik di tahun 2023.

Evans menjadi salah satu yang proyeksinya tidak berubah, yakni di 2023. Alhasil, meski posisi net long dolar AS semakin menumpuk, tanpa ada pemicu tapi justru ada peredam dari pernyataan Evans, indeks dolar AS belum mampu melesat, hanya menguat tipis 0,08% kemarin, yang memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat hari ini.

idr

Meski Evans melihat suku bunga baru naik di akhir 2023, tetapi masalah tapering ia sepakat untuk segera dilakukan.

Selain Evans, kemarin ada Gubernur The Fed Lael Brainard dan Presiden The Fed Wilayah New York Charles Evans yang mengindikasikan sepakat untuk segera melakukan tapering.

"Saya pikir jelas kami sudah mencapai kemajuan substansial dalam target inflasi. Selain itu kemajuan yang bagus juga terjadi di pasar tenaga kerja yang menuju maksimum. Dengan asumsi perekonomian terus membaik seperti yang saya perkirakan, pengurangan nilai program pembelian aset bisa dilakukan segera secara moderat," kata Williiams dalam acara Economic Club of New York, sebagaimana dikutip CNBC International.

Sementara itu Brainard mempertegas jika tapering tidak ada kaitannya dengan suku bunga. Artinya saat tapering resmi selesai, diperkirakan pada pertengahan tahun depan, bukan berarti suku bunga akan segera dinaikkan.

"Panduan ke depan untuk target tenaga kerja maksimum dan rata-rata inflasi jauh lebih tinggi agar bisa menaikkan suku bunga, ketimbang melakukan tapering. Saya akan menekankan, waktu kenaikan suku bunga tidak bisa dikaitkan dengan pengumuman tapering," kata Brainard.

Sementara itu ketua The Fed, Jerome Powell akan memberikan testimoni di hadapan Kongres AS malam ini, dan kembali menjadi perhatian pelaku pasar. 

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Penjualan ritel Australia (pukul 8:30 WIB)
  • Laba industri China (pukul 8:30 WIB)
  • Tingkat keyakinan konsumen Jerman (pukul 13:00 WIB)
  • Testimoni ketua The Fed Jerome Powell (pukul 21:00 WIB)
  • Indeks keyakinan konsumen AS (pukul 21:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

idr

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular