Update Polling CNBC Indonesia

Ada 'Setan' Gentayangan, BI Tahan Bunga Acuan?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 September 2021 06:30
Warga menunjukkan uang baru 75.000 Ribu di Gedung BI. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Berdasarkan jajak pendapat yang digelar Reuters, lebih dari 60% ekonom yang berpartipasi memperkirakan pengurangan quantitative easing baru dilaksanakan pada Desember 2021. Mereka berpandangan The Fed butuh lebih banyak data agar lebih nyaman melakukan tapering.

"Jika data yang ada kemudian mengecewakan, maka The Fed tentu akan menunggu. Akan tetapi, berbagai komunikasi dari The Fed layak dipantau. Mereka sepertinya akan tetap membuka peluang, tetapi masih enggan memberi komitmen kapan tapering akan dilaksanakan dan berapa jumlah yang dikurangi. Seperti itu misinya," papar Willian English, Profesor Yale School of Management yang juga mantan pejabat The Fed, sebagaimana diwartakan Reuters.

Saat The Fed baru membuka omongan, belum ada tindakan, biasanya pasar akan langsung bereaksi. Jadi kalau sampai ada penyataan yang tegas, eksplisit, cetha wela-wela bahwa The Fed akan segera mengurangi quantitative easing (meski belum jelas kapan dan berapa besar), investor sudah akan bergerak.

Sebab pengurangan quantitative easing akan membuat pasokan dolar AS tidak lagi berlimpah seperti sekarang. Seperti barang, pasokan yang berkurang akan membuat 'harga' mata uang naik. Dolar AS tentu akan menjadi primadona di pasar sehingga nilai tukarnya menguat.

Untuk menjaga agar rupiah tetap tegar di tengah keperkasaan dolar AS, pasar keuangan Indonesia harus menarik di mata investor. Salah sati faktor yang membuat investor berkenan masuk adalah iming-iming keuntungan.

Kalau imbalan investasi rendah, pasar keuangan Tanah Air menjadi kurang menarik. Arus modal masuk akan seret dan rupiah berisiko melemah.

Di sinilah suku bunga acuan memainkan peran. Jika suku bunga acuan turun, maka imbalan investasi aset-aset berbasis rupiah (terutama instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) juga ikut turun. Ini bisa membuat investor asing berpikir dua kali sebelum masuk ke pasar keuangan Ibu Pertiwi.

Oleh karena itu, suku bunga harus dijaga agar tetap atraktif. Belum saatnya menaikkan suku bunga karena pemulihan ekonomi masih kudu dijaga. Diturunkan pun mustahil, karena bisa-bisa rupiah bakal tertekan.

Jadi pilihan terbaik sepertinya adalah defensif, bertahan, naik tidak turun pun tidak. Demi mengawal rupiah, ini adalah opsi yang paling masuk akal.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular