Update Polling CNBC Indonesia

Ada 'Setan' Gentayangan, BI Tahan Bunga Acuan?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 September 2021 06:30
Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Gedung BI (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Menambah proyeksi MNC Sekuritas dan Mirae Asset

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih mempertahankan suku bunga acuan bulan ini. Apalagi dalam hitungan hari akan ada momentum besar yang bisa menentukan nasib rupiah.

Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode September 2021 pada 20-21 September. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate tidak berubah.

Seluruh institusi yang terlibat dalam konsensus sepakat bulat memperkirakan suku bunga acuan bertahan di 3,5%. Aklamasi, tidak ada dissenting opinion.

Institusi

BI 7 Day Reverse Repo Rate (%)

Maybank Indonesia

3.5

BCA

3.5

Bank Danamon

3.5

ING

3.5

CIMB Niaga

3.5

DBS

3.5

Bank Mandiri

3.5

Danareksa Research Institute

3.5

Moody's Analytics

3.5

BNI Sekuritas

3.5

MNC Sekuritas

3.5

Mirae Asset

3.5

Nicholas Mapa, Ekonom ING, menilai MH Thamrin sudah memberikan segalanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Selama masa pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Suku bunga acuan dipangkas habis-habisan hingga ke titik yang sekarang, terendah dalam sejarah Indonesia merdeka. Giro Wajib Minimum (GWM) juga diturunkan, sehingga bank memiliki likuiditas triliunan rupiah yang bisa dialokasikan untuk penyaluran kredit dan menggerakkan perekonomian.

Bank sentral juga menggelontorkan likuiditas (quantitative easing) sebesar Rp 114,15 triliun pada tahun ini, per 16 Agustus 2021. Belum lagi BI juga membantu pemerintah dalam pembiayaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 melalui pembelian obligasi. Hingga 16 Agustus, BI memborong Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 131,96 triliun.

"Oleh karena itu, kami tidak melihat ada perubahan dalam kebijakan. Gubernur Perry Warjyo menegaskan bahwa posisi (stance) BI adalah pro-pertumbuhan ekonomi (pro-growth). Sejauh ini, BI sudah memberikan segala dukungan untuk pemulihan ekonomi," sebut Mapa dalam risetnya.

Halaman Selanjutnya --> Tapering The Fed Kian Dekat?

Selain itu, ada hal lain yang membuat ruang manuver kebijakan moneter menjadi terbatas. Hal itu adalah arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve/The Fed.

Pada 21-22 September 2021 waktu Washington DC, Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) akan menggelar rapat, semacam RDG. Seperti BI, FOMC hampir pasti mempertahankan suku bunga di 0-0,25%. Mengutip CME FedWatch, peluangnya adalah 100%.

Namun bukan Federal Funds Rate yang akan menjadi fokus pelaku pasar di seluruh dunia. Pelaku pasar ingin mencari petunjuk soal arah kebijakan The Fed ke depan.

Selama masa pandemi, The Fed agresif melakukan quantitative easing dengan nilai US$ 120 miliar per bulan. Likuiditas ini diharapkan menjadi pelumas yang membuat roda ekonomi berputar lancar.

Sekarang, ada tendensi ekonomi Negeri Paman Sam mulai bangkit. Misalnya, University of Michigan melaporkan indeks sentimen konsumen periode September 2021 ada di 71. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 70,3.

Lalu di sisi dunia usaha, The Fed cabang Philadelphia mengumumkan indeks aktivitas manufaktur pada September 2021 sebesar 30,7. Ini menjadi yang tertinggi dalam tiga bulan terakhir.

Kalau roda ekonomi sudah berputar cukup kencang, apakah masih butuh pelumas? Jangan-jangan kalau terlalu banyak pelumas roda berputar kelewat kencang sehingga menyebabkan kecelakaan...

So, inilah yang membuat ekspektasi pengurangan stimulus (tapering) menjadi topik yang tiada henti menjadi pembicaraan di pasar. Semakin baik data ekonomi AS, maka semakin cepat tapering akan terjadi.

Halaman Selanjutnya --> BI Harus Jaga Rupiah

Berdasarkan jajak pendapat yang digelar Reuters, lebih dari 60% ekonom yang berpartipasi memperkirakan pengurangan quantitative easing baru dilaksanakan pada Desember 2021. Mereka berpandangan The Fed butuh lebih banyak data agar lebih nyaman melakukan tapering.

"Jika data yang ada kemudian mengecewakan, maka The Fed tentu akan menunggu. Akan tetapi, berbagai komunikasi dari The Fed layak dipantau. Mereka sepertinya akan tetap membuka peluang, tetapi masih enggan memberi komitmen kapan tapering akan dilaksanakan dan berapa jumlah yang dikurangi. Seperti itu misinya," papar Willian English, Profesor Yale School of Management yang juga mantan pejabat The Fed, sebagaimana diwartakan Reuters.

Saat The Fed baru membuka omongan, belum ada tindakan, biasanya pasar akan langsung bereaksi. Jadi kalau sampai ada penyataan yang tegas, eksplisit, cetha wela-wela bahwa The Fed akan segera mengurangi quantitative easing (meski belum jelas kapan dan berapa besar), investor sudah akan bergerak.

Sebab pengurangan quantitative easing akan membuat pasokan dolar AS tidak lagi berlimpah seperti sekarang. Seperti barang, pasokan yang berkurang akan membuat 'harga' mata uang naik. Dolar AS tentu akan menjadi primadona di pasar sehingga nilai tukarnya menguat.

Untuk menjaga agar rupiah tetap tegar di tengah keperkasaan dolar AS, pasar keuangan Indonesia harus menarik di mata investor. Salah sati faktor yang membuat investor berkenan masuk adalah iming-iming keuntungan.

Kalau imbalan investasi rendah, pasar keuangan Tanah Air menjadi kurang menarik. Arus modal masuk akan seret dan rupiah berisiko melemah.

Di sinilah suku bunga acuan memainkan peran. Jika suku bunga acuan turun, maka imbalan investasi aset-aset berbasis rupiah (terutama instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) juga ikut turun. Ini bisa membuat investor asing berpikir dua kali sebelum masuk ke pasar keuangan Ibu Pertiwi.

Oleh karena itu, suku bunga harus dijaga agar tetap atraktif. Belum saatnya menaikkan suku bunga karena pemulihan ekonomi masih kudu dijaga. Diturunkan pun mustahil, karena bisa-bisa rupiah bakal tertekan.

Jadi pilihan terbaik sepertinya adalah defensif, bertahan, naik tidak turun pun tidak. Demi mengawal rupiah, ini adalah opsi yang paling masuk akal.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular