Newsletter

Dunia Wait & See, Tunggu Arah Tapering The Fed Hari Ini

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
28 July 2021 06:30
Jerome Powell
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham dan mata uang tertekan pada perdagangan Selasa (26/7/2021), sementara pasar obligasi cenderung variatif. Hari ini, pasar seluruh dunia berada di mode 'wait and see', menunggu arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan depresiasi 0,15% ke level 6.097,04 pada perdagangan Selasa (27/7/21), di tengah keterbatasan sentimen positif yang bisa menggerakkan pasar.

Padahal, indeks acuan bursa tersebut dibuka menguat sebesar 0,24% ke 6.120,929. Indeks acuan bursa tersebut bahkan sempat menyentuh level tertinggi harian 6.144,585 sebelum kemudian tertekan hingga menyentuh zona merah di penghujung perdagangan sesi 1 dan berlanjut di sesi 2.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, nilai transaksi mencapai Rp 12,5 triliun dengan pembelian bersih (net buy) asing Rp 23 miliar di pasar reguler. Ada lebih banyak saham yang terkoreksi, mencapai 290 unit, dibandingkan yang menguat (sebanyak 198 saham).

Koreksi bursa nasional ini seiring dengan tren di bursa utama kawasan Asia Pasifik yang mayoritas juga tertekan. Pelemahan terbesar dialami indeks Hang Seng yang mencapai 4,2% melanjutkan koreksi Senin (sebesar 4% juga).

Indeks bursa Hong Kong melemah setelah pemerintah China mengetatkan aturan terkait investasi asing di sektor pendidikan dan perusahaan digital. Pelemahan juga terjadi di tengah pertemuan pejabat Amerika Serikat (AS) dan China membahas nasib kawasan administratif tersebut.

Reuters melaporkan pihak China mengatakan bahwa hubungan kedua negara berada di kebuntuan dan menghadapi kesulitan yang serius. Bursa Hong Kong dan China pun sempat terkoreksi setelah pemerintah China membalas AS dengan

Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 0,07% di pasar spot ke Rp 14.490/US$. Namun di kurs tengah Bank Indonesia (BI), atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor, Mata Uang Garuda menguat 0,03% ke Rp 14.489.

Hampir seluruh mata uang utama Asia tertekan di hadapan dolar AS. Hanya yen Jepang yang menguat, sehingga depresiasi rupiah di pasar spot itu cukup untuk mengantar rupiah ke posisi runner-up di 'klasemen' mata uang Asia.

Di pasar obligasi, posisi investor terhadap Surat Berharga Negara (SBN) tercatat variatif cenderung menurun, yang menandakan mereka lebih optimistis memutar dananya di luar aset safe haven tersebut.

Dari delapan seri SBN, hanya SBN tenor 1, 15, dan 20 tahun yang mengalami pelemahan yield atau diburu investor. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga pelemahan yield menunjukkan harga obligasi yang menguat. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Aksi beli terutama menerpa SBN tenor 15 tahun, dengan pelemahan yield 2,4 basis poin (bp). Sebaliknya, aksi jual terbesar menimpa SBN tenor 3 tahun, sehingga imbal hasilnya naik 5,9 bp. Yield SBN bertenor 10 tahun, yang merupakan acuan pasar, masih naik sebesar 0,3 bp ke level 6,317%. Artinya, investor cenderung melego aset tersebut.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) mencicipi koreksi pertama dalam 6 hari terakhir, menyusul koreksi saham teknologi di tengah pengetatan aturan pemerintah China atas operasi raksasa digital yang tercatat di bursa non-China.

Indeks Dow Jones Industrial Average berakhir minus 85,8 poin (-0,24%) ke 35.058,52 dan Nasdaq drop 180,1 poin (-1,21%) ke 14.660,58 sementara  S&P 500 surut 20,8 poin (-0,47%) ke 4.401,46.

Saham Tesla anjlok nyaris 2% menghapus reli pada Senin menyusul aksi ambil untung investor atas capaian laba bersih kuartal II-2021 yang melewati US$ 1 miliar atau naik 10 kali lipat setahun. Saham UPS drop 7% setelah kinerja keuangannya hanya sedikit melampaui ekspektasi.

Kabar buruk datang dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), yang mengingatkan bahwa ada risiko bahwa inflasi ternyata bukan hanya bersifat peralihan, sehingga mereka mendorong bank sentral mengambil langkah cegah-tangkal (pre-emptive action).

Oleh karena itu, pasar akan memantau ketat Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) yang dimulai malam tadi (WIB).

"Volatilitas pasar meningkat, menyusul kekhawatiran seputar virus dengan strain baru yang diperburuk oleh posisi renggang dan transaksi tipis di musim panas," tulis Jean Boivin, Kepala BlackRock Investment Institute, dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.

Selain dari IMF, sentimen buruk muncul dari Asia berupa anjloknya bursa Hong Kong. Indeks Hang Seng ambrol hingga lebih dari 4% di tengah kekhawatiran pengetatan pemerintah China terhadap perusahaan digital mereka yang tercatat di negara Barat.

Saham emiten teknologi dini hari tadi (WIB) merilis kinerja keuangannya seperti Apple, Alphabet (induk usaha Google), dan Microsoft. Ketiganya ditutup terkoreksi, masing-masing sebesar 1,5%, 1,6%, dan 0,9%.

Facebook dan Amazon akan menyusul merilis kinerjanya besok atau lusa. Sejauh ini 88% dari konstituen indeks S&P 500 mencetak laba bersih, atau yang terbaik sejak 2008 menurut pantauan FactSet.

Kemarin, Dow Jones Industrial Average naik 82,7 poin (+0,24%) yang merupakan level tertinggi sepanjang masa dan mencetak reli tahun berjalan 14% lebih. S&P 500 naik 0,24% sedangkan Nasdaq tumbuh 0,03%.

Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) dimulai malam tadi (WIB). Tengah malam ini rapat akan selesai dan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dijadwalkan memberikan konferensi pers pukul 14:00 waktu setempat, atau 02:00 besok (WIB).

Semua mata dan telinga tertuju pada agenda konpers tersebut, yang biasanya berisikan pandangan terbaru mereka terkait kondisi ekonomi AS, inflasi dan pengangguran. Namun kali ini, pasar menunggu pernyataan tambahan soal tapering off atau pengurangan pembelian aset di pasar (quantitative easing/QE).

Di tengah suku bunga acuan nyaris nol, The Fed melakukan pembelian obligasi pemerintah dan surat utang beraset dasar (kredit pemilikan rumah/KPR) di pasar sekunder, dengan nilai minimal US$ 120 miliar per bulan. Tujuannya untuk memasok likuiditas bagi para investor, karena aset mereka dibeli sehingga mereka memegang dana tunai.

Harapannya sederhana. Dana tunai itu diputar ke sektor riil dan pasar modal AS atau ke negara lain, yang otomatis menciptakan suplai pendanaan. Ketika pendanaan tersedia, maka ekonomi AS-dan juga negara lain yang mendapat limpahan dana tunai itu-tentu akan berputar.

Namun yang kini terjadi, dana tersebut kesulitan mencari tempat aman dan menguntungkan untuk berbiak di kala pandemi. Tak heran, bursa AS mencetak reli selama pandemi dan memicu kekhawatiran bubble. Tak sedikit pula dana itu mengalir ke instrumen spekulatif seperti kripto.

Oleh karenanya, aksi pasok likuiditas The Fed dinilai tidak lagi terlalu mendesak. Pasar pun terbelah mengenai arah kebijakan soal tapering off. Analis Commonwealth Bank of Australia (CBA) Joe Capurso menilai jika The Fed mengindikasikan pengurangan program QE akan dilakukan dalam waktu dekat, maka dolar AS akan melesat lagi.

Sementara itu Kepala Riset Valas G10 Standard Chartered Steve Englander menilai tapering masih jauh, dengan menagcu pada pernyataan The Fed terkait inflasi. Meski inflasi di AS sangat tinggi (5.4%), tetapi The Fed berulang kali menyatakan hal tersebut hanya bersifat peralihan.

"Kami perkirakan ketua The Fed Jerome Powell menyampaikan akan lebih bersabar melihat inflasi ketimbang beberapa pejabat The Fed lainnya, sebab perekonomian masih belum pulih dan pasar tenaga kerja lesu kembali," kata Englander, sebagaimana dikutip CNBC International.

Hanya saja, di antara dua opsi tersebut ada peluang besar bahwa tapering off dilakukan lebih cepat. Bukan tahun depan seperti perkiraan awal, melainkan tahun ini juga seperti sempat diindikasikan oleh beberapa pejabat The Fed. September akan menjadi waktu yang ideal.

Alasannya, The Fed telah memberikan sinyal pengurangan itu pada Agustus tahun lalu, di simposium Jackson Hole, sehingga pasar dinilai sudah mengantisipasi langkah itu, dan tak terjadi taper tantrum. Penundaan pengurangan pembelian surat berharga itu

Di masa tunggu ini, para investor pun cenderung gamang mengambil posisi terlalu agresif atas saham-saham unggulan. Aksi beli yang konsisten hanya akan terjadi didorong oleh isu aksi korporasi pasar, dan pada saham-saham berbasis komoditas energi. Tidak heran, saham bank buku IV di Indonesia kemarin cenderung tertekan, setelah pada Senin tertekan.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Indeks Keyakinan Konsumen Korea Selatan Juli (04:00 WIB)
  • RUPST PT Diagnos Laboratorium Utama Tbk/DGNS (09:30 WIB)
  • RUPST/LB PT Bintraco Dharma Tbk/CARS (09:30 WIB)
  • RUPST/LB PT Colorpak Indonesia Tbk/CLPI (10:00 WIB)
  • RUPST PT Eagle High Plantations Tbk/BWPT (10:00 WIB)
  • RUPST PT Alam Sutera Realty Tbk/ASRI (10:00 WIB)
  • RUPST PT MNC Studios International Tbk/ MSIN (10:00 WIB)
  • RUPST/LB PT MegaPower Makmur Tbk/MPOW (10:00 WIB)
  • RUPST/LB PT Ifishdeco Tbk IFSH (13:00 WIB)
  • Data neraca dagang AS per Juni (19:30 WIB)
  • Data stok BBM & minyak AS per 23 Juli (21:30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular