Newsletter

Corona Gila! Anies Pilih Jam Malam, Sri Sultan Ingin Lockdown

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 June 2021 06:00
Financial Markets Wall Street
Ilustrasi Bursa Saham AS (AP/Courtney Crow)

Ternyata warna merah tidak hanya menyelimuti pasar keuangan Indonesia dan Asia, bursa saham AS juga sama saja. Tiga indeks utama di bursa sahan New York anjlok pekan lalu, di mana Dow Jones Industrial Average (DJIA) ambrol 3,45%, S%P 500 minus 1,94%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,32%. Ini adalah koreksi mingguan terparah sejak Februari.

Apa yang membuat pasar keuangan menderita begini rupa?

Penyebabnya adalah bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed). Dalam rapat bulanan pekan lalu, Ketua Jerome 'Jay' Powell memang mempertahankan suku bunga acuan di 0-0,25%. Suntikan likuiditas alias quantitative easing juga masih dipertahankan di US$ 120 miliar per bulan.

Namun yang menjadi soal adalah proyeksi The Fed terhadap prospek perekonomian Negeri Paman Sam dan arah kebijakan moneter ke depan.

Pada 2021, The Fed memperkirakan ekonomi Negeri Paman Sam tumbuh 7%. Lebih tinggi ketimbang 'ramalan' yang dbuat pada Maret lalu yaitu 6,5%.

Kemudian dalam proyeksi Juni, inflasi yang dicerminkan oleh Personal Core Expenditure/PCE inti pada akhir tahun ini diperkirakan sebesar 3%. Juga lebih tinggi dibandingkan proyeksi Maret yakni 2,2%.

Sementara tingkat pengangguran pada akhir 2021 diperkirakan 4,5%. Ini tidak berubah dibandingkan proyeksi Maret.

fedSumber: FOMC

The Fed juga meriilis proyeksi arah suku bunga acuan ke depan yang digambarkan dalam dotplot. Dalam outlook Maret, ada empat anggota Komite Pembuat Kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC) yang menilai suku bunga acuan sudah bisa naik pada 2022. Kemudian tujuh anggota lain berpendapat Federal Funds Rate baru bisa naik pada 2023.

Dalam proyeksi Juni, komposisi ini berubah. Kini ada tujuh anggota FOMC yang menilai suku bunga sudah bisa naik tahun depan dan 13 anggota berpendapat kenaikan Federal Funds Rate terjadi pada 2023.

fedSumber: FOMC

"Melihat dotplot terbaru, yang memperkirakan suku bunga acuan bisa naik dua kal pada 2023, The Fed sepertinya kian hawkish. Wajar pasar bereaksi seperti ini," kata Daniel Ahn, Chief US Economist di BNP Paribas, seperti diberitakan Reuters.

Aura pengetatan kebijakan atau tapering off yang semakin terasa membuat investor bermain aman dengan memburu dolar AS. Permintaan yang membeludak membuat dolar AS menguat.

Sepanjang pekan lalu, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 1,84%. Pada perdagangan akhir pekan, indeks ini menyentuh posisi terkuat sejak awal April 2021. Jadi jangan heran pasar saham dan valas dunia dihiasi warna merah karena dolar AS memang terlalu tangguh.

Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular