
Selama Sepekan Dana Asing Rp 2,8 Triliun 'Cabut' dari SBN

Jakarta, CNBC Indonesia - Selama sepekan harga Surat Berharga Negara (SBN) melorot, bersamaan dengan lesunya pasar saham Tanah Air, dan nilai tukar rupiah serta penurunan imbal hasil (yield) obligasi jangka panjang pemerintah Amerika Serikat (AS).
Sebagai informasi, yield dengan harga berbanding terbalik, sehingga jika yield obligasi mengalami kenaikan, maka harga obligasi tersebut juga akan mengalami penurunan. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Bank Indonesia (BI) mencatat nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto di pasar SBN sebesar Rp 2,80 triliun sepanjang 14-17 Juni 2021. Capital outflow yang terjadi di SBN juga terlihat dari jual bersih asing di bursa saham yang sebesar Rp 61,47 miliar dalam sepekan.
Seiring dengan itu, dalam sepekan, harga SBN RI tenor 10 tahun mengalami penurunan yang tercermin dari kenaikan yield. Minggu lalu yield untuk tenor acuan ini berada di 6,43%. Pada akhir pekan minggu ini yield naik 13 basis poin (bps) menjadi 6,56%.
Pada Jumat (18/6) kemarin, Mayoritas investor cenderung melepas kepemilikannya di hampir seluruh SBN. Hanya di SBN bertenor 3 tahun dan 25 tahun yang masih diburu oleh investor kemarin. Dari imbal hasilnya (yield), hampir seluruh SBN mengalami kenaikan yield. Hanya di SBN bertenor 3 tahun dan 25 tahun yang yield-nya mengalami penurunan
Yield SBN bertenor 3 tahun dengan kode FR0039 turun sebesar 0,6 basis poin (bp) ke level 3,585%. Sedangkan SBN berjatuh tempo 25 tahun dengan seri FR0067 juga turun 0,3 bp ke posisi 7,283%. Sementara untuk yield SBN bertenor 30 tahun cenderung stagnan di level 6,869%.Adapun yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang menjadi acuan pasar naik 8,8 bp ke level 6,564%.
Sementara, dalam sepekan yield Treasury jangka 10-tahun AS turun 10 bps ke 1,443%.
Yield treasury 10 tahun turun karena investor terus memperhatikan ekspektasi inflasi yang meningkat dari The Fed dan proyeksi kenaikan suku bunga yang lebih cepat dari perkiraan.
Adapun per Jumat (18/6), benchmark Treasury 10-tahun turun 7 basis poin menjadi 1,443% dari hari sebelumnya. Yield obligasi Treasury 30-tahun turun 8,6 basis poin menjadi 2,015%.
Sementara yield Treasury jangka pendek sebagian besar naik, melanjutkan pergerakan yang terlihat setelah putusan The Fed pada hari Rabu. Imbal hasil Treasury 2-tahun naik 4,3 basis poin menjadi 0,256%.
Menurut catatan CNBC International, yield Treasury AS jangka panjang turun bahkan setelah The Fed menaikkan perkiraan inflasi pada hari Rabu.
Sebagaimana diketahui, sikap dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mulai tampak hawkish.
Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) tak mengubah suku bunga acuannya (Fed Funds Rate) di level mendekati nol, yakni 0-0,25%, tetapi mengindikasikan bahwa kenaikan bisa terjadi secepatnya pada 2023.
Padahal pada Maret lalu, Ketua The Fed, Jerome Powell menyatakan tidak akan ada kenaikan suku bunga acuan setidaknya sampai dengan 2024. Dokumen dot plot yang menunjukkan ekspektasi anggota FOMC mengindikasikan bahwa kenaikan bisa terjadi dua kali pada 2023.
Powell juga tak memberikan acuan mengenai kapan pengurangan pembelian (tapering) obligasi dari pasar sekunder bakal dimulai. Dia hanya menyatakan bahwa pemulihan ekonomi terus dipantau dan akan membuat "pemberitahuan awal" sebelum mengumumkan kebijakan tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengamat: Era Suka Bunga Rendah, Daya Tarik SBN Masih Kuat