Investor Abaikan Kenaikan Kasus Corona, Yield SBN Menguat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
18 June 2021 18:55
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan akhir pekan Jumat (18/6/2021), di tengah pelemahan pasar saham dalam negeri dan penurunan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).

Mayoritas investor cenderung melepas kepemilikannya di hampir seluruh SBN pada hari ini. Hanya di SBN bertenor 3 tahun dan 25 tahun yang masih diburu oleh investor pada hari ini. Dari imbal hasilnya (yield), hampir seluruh SBN mengalami kenaikan yield. Hanya di SBN bertenor 3 tahun dan 25 tahun yang yield-nya mengalami penurunan

Yield SBN bertenor 3 tahun dengan kode FR0039 turun sebesar 0,6 basis poin (bp) ke level 3,585%. Sedangkan SBN berjatuh tempo 25 tahun dengan seri FR0067 juga turun 0,3 bp ke posisi 7,283%. Sementara untuk yield SBN bertenor 30 tahun cenderung stagnan di level 6,869%. Adapun yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang menjadi acuan pasar naik 8,8 bp ke level 6,564%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Pelemahan harga SBN hari ini berbarengan dengan pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan pelemahan rupiah. Pelemahan IHSG dan rupiah terjadi karena pelaku pasar khawatir dengan adanya lonjakan kasus virus corona (Covid-19) di RI dalam beberapa hari terakhir.

Per Kamis (17/6/2021) kemarin, Kementerian Kesehatan melaporkan total pasien positif corona di Tanah Air mencapai 1.950.276 orang, bertambah 12.624 orang dari hari sebelumnya, menjadi kenaikan harian tertinggi sejak 30 Januari 2021.

Perkembangan ini membuat rata-rata tambahan pasien positif dalam 14 hari terakhir menjadi 8.082 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 5.588 orang setiap harinya.

Namun, investor SBN seakan mengabaikan sentimen negatif tersebut, di mana harga SBN kembali melemah dan yield-nya kembali naik. Seharusnya, jika sentimen negatif datang, maka harga obligasi akan cenderung menguat dan yield-nya akan turun. Hal ini kemungkinan pelaku pasar SBN masih terkejut dengan sikap dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mulai hawkish.

Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) tak mengubah suku bunga acuannya (Fed Funds Rate) di level mendekati nol, yakni 0-0,25%, tetapi mengindikasikan bahwa kenaikan bisa terjadi secepatnya pada 2023.

Padahal pada Maret lalu, Ketua The Fed, Jerome Powell menyatakan tidak akan ada kenaikan suku bunga acuan setidaknya sampai dengan 2024. Dokumen dot plot yang menunjukkan ekspektasi anggota FOMC mengindikasikan bahwa kenaikan bisa terjadi dua kali pada 2023.

Powell juga tak memberikan acuan mengenai kapan pengurangan pembelian (tapering) obligasi dari pasar sekunder bakal dimulai. Dia hanya menyatakan bahwa pemulihan ekonomi terus dipantau dan akan membuat "pemberitahuan awal" sebelum mengumumkan kebijakan tersebut.

Namun, pelaku pasar obligasi pemerintah AS (Treasury) kembali mengabaikan sikap dari Powell tersebut pada hari ini, terbukti dari pergerakan yield Treasury yang masih melanjutkan penurunan pada pra pembukaan (pre-opening) perdagangan Jumat pagi waktu AS.

Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun kembali turun sebesar 3,4 basis poin ke level 1,477% pada pukul 04:15 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan pasar Kamis (16/6/2021) kemarin di level 1,569%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular