Newsletter

Hawa Gak Enak! Yield Treasury Tinggi Lagi, Wall Street Loyo

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
31 March 2021 06:20
US Treasury, Bond, Obligasi
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak ditutup melemah pada perdagangan Selasa (30/3/2021) kemarin, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah bersama-sama melemah pada perdagangan kemarin, sedangkan untuk SBN, imbal hasil (yield) mayoritas mengalami kenaikan dan harganya mengalami pelemahan.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambles 1,55% ke level 6.071,4 pada perdagangan kemarin. Data perdagangan mencatat sebanyak 122 saham saham menguat, 374 saham melemah, dan sisanya 133 saham mendatar.

Nilai transaksi bursa pada perdagangan kemarin mencapai Rp 10,4 triliun. Investor asing membukukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 366 miliar di seluruh pasar.

Di kawasan Asia, hanya IHSG saja yang melemah pada perdagangan kemarin, sedangkan indeks saham Asia lainnya mengalami penguatan, di mana indeks BSE Sensex India yang memimpin penguatan bursa saham Asia kemarin.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Selasa (30/3/2021).

Sedangkan, nilai tukar rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (30/3/2021), melanjutkan kinerja negatif dalam beberapa pekan terakhir. Tetapi tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga melemah.

Melansir data Refinitiv, seperti biasa rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.440/US$. Tetapi setelahnya rupiah langsung melemah hingga 0,28% ke Rp 14.480/US$.

Posisi rupiah sedikit membaik, berada di level Rp 14.470/US$ pada penutupan perdagangan, melemah 0,21%.

Pelemahan rupiah cukup besar, tetapi bukan menjadi yang terburuk di Asia. Hingga penutupan pasar, rupee India menjadi yang terburuk dengan pelemahan 1%, disusul yen Jepang, dan baht Thailand

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia pada perdagangan Selasa (30/3/2021).

Sementara itu, di tengah pelemahan kembali pasar saham RI dan nilai tukar rupiah, pada pasar obligasi pemerintah Indonesia, harga surat berharga negara (SBN) kembali melemah ditandai dengan kenaikan yield-nya pada perdagangan kemarin.

Mayoritas SBN acuan berbagai tenor cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan kenaikan yield-nya. Namun kenaikan yield tersebut tidak terjadi di SBN bertenor 1 tahun dengan seri FR0061 dan SBN berjatuh tempo 25 tahun dengan kode FR0067.

SBN dengan seri FR0061 mengalami penurunan yield sebesar 2 basis poin (bp) ke level 3,823%, sedangkan yield SBN dengan kode FR0067 masih stagnan di level 7,505%.

Sementara itu, yield SBN seri FR0087 dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali naik sebesar 3,8 bp ke level 6,794%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Selasa (30/3/2021).

Sentimen negatif dari dalam negeri yang membuat IHSG melemah adalah terkait kebijakan manajemen BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) yang akan mengurangi porsi investasi di saham dan reksa dana.

Diketahui BPJS TK merupakan salah satu investor institusi raksasa sehingga apabila porsi investasi dikerdilkan berpotensi adanya arus uang keluar dari pasar modal dalam jumlah yang lumayan.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengungkapkan rencana pengurangan investasi tersebut dalam rapat dengar pendapat bersama Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dan Komisi IX DPR. Langkah ini dilakukan dalam rangka Asset Matching Liabilities (ALMA) Jaminan Hari Tua (JHT). Ada tiga strategi yang disampaikan BP Jamsostek.

"Pertama, strategi investasi dengan melakukan perubahan dari saham dan reksa dana ke obligasi dan investasi langsung sehingga bobot instrumen saham dan reksa dana semakin kecil," jelas Anggoro, Selasa (30/3/2021).

Sedangkan, sentimen negatif dari dalam negeri yang membuat rupiah kembali terpuruk adalah tingginya permintaan valas korporasi. Jelang akhir kuartal, kebutuhan valuta asing (valas) memang tinggi karena ada kewajiban pembayaran dividen, utang jatuh tempo, dan sebagainya.

Rupiah jadi banyak dilepas untuk ditukar dengan valas, utamanya dolar AS. Faktor musiman ini yang membuat rupiah melemah.

Namun, sentimen negatif yang memukul IHSG dan rupiah adalah sentimen dari AS, yakni badai margin call yang menimpa saham perbankan AS juga memicu kekhawatiran seputar efeknya terhadap pasar keuangan global.

Beberapa saham perbankan mengakui terkena forced sell (jual paksa) atas posisinya di short selling (jual kosong).

Sedangkan di pasar obligasi (SBN) sentimen yang membuat yield SBN kembali naik adalah terkait kembali naiknya yield obligasi pemerintah AS (US Treasury).

Berdasarkan data dari situs World Government Bond, per Selasa (30/3/2021) pukul 17:15 WIB, yield surat utang pemerintah AS acuan tenor 10 tahun naik sebesar 3,6 basis poin ke level 1,753%.

Sementara jika dibandingkan posisi akhir tahun 2020, yield tersebut melesat nyaris 85 basis poin, dan berada di level tertinggi sejak Januari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi.

Ekspektasi pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat dari perkiraan, serta kenaikan inflasi membuat pelaku pasar melepas Treasury yang membuat yield-nya naik.

Alhasil, selisih yield Treasury dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit. Adapun pada sore hari ini waktu Indonesia, selisih (spread) antara yield SBN acuan tenor 10 tahun dengan yield Treasury AS yang berjatuh tempo 10 tahun sebesar 511,1 bp.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street kembali melemah pada perdagangan Selasa (30/2/2021) waktu setempat, karena saham teknologi utama kembali tertekan setelah imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS acuan tenor 10 tahun kembali naik dan menyentuh level tertinggi sejak Januari 2020.

Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,31% ke level 33.066,96, S&P 500 terkoreksi 0,31% ke 3.958,79, dan Nasdaq Composite turun 0,11% ke 13.045,39.

Saham Apple dan Microsoft menjadi top lossers dari 30 saham di indeks Dow Jones, di mana keduanya terjatuh lebih dari 1%.

Yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) acuan tenor 10 tahun naik 6 basis poin (bp) ke level tertingginya 1,77% pada Selasa (30/3/2021) pagi waktu setempat.

Level tersebut merupakan level tertinggi dalam 14 bulan atau sejak Januari 2020, seiring dari peluncuran vaksin dan pengeluaran infrastruktur yang diharapkan mendorong prospek pemulihan ekonomi yang luas dan kenaikan inflasi.

Namun pada penutupan pasar, yield Treasury kemudian melandai ke level 1,72%.

"Ada dua sisi yang berbeda dari kenaikan suku bunga, apakah itu didorong oleh ketakutan akan inflasi atau oleh optimisme tentang ekonomi? Dan belakangan ini lebih banyak didorong oleh optimisme tentang ekonomi, "kata Tom Hainlin, ahli strategi investasi global di U.S. Bank Wealth Management, dikutip dari CNBC International.

Investor menanggapi positif terkait rilis data kepercayaan konsumen AS yang jauh melebihi ekspektasi.

Indeks Keyakinan Konsumen Conference Board (CB) melonjak menjadi 109,7 pada Maret 2021, tertinggi dalam periode satu tahun. Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan indeks naik menjadi 96,8 dari 90,4 di Februari lalu.

Setelah rilis data IKK tersebut, saham penerbangan dan pelayaran pun kembali melesat, di mana saham penerbangan American Airlines melonjak lebih dari 5% dan saham United Airlines melonjak lebih dari 3%.

Sedangkan untuk saham pelayaran Karnaval dan saham Norwegia  Cruise Line keduanya naik setidaknya 3%.

Pasar saham mengalami peningkatan volatilitas pada pekan ini, di tengah aksi jual paksa (forced selling) pengelola dana jangka pendek yang melakukan short selling (jual kosong) saham media.

Namun, saham ViacomCBS dan Discovery akhirnya berhasil rebound, setelah mencatat kerugian besar pada akhir pekan lalu, didorong oleh Archegos Capital Management yang menjual sejumlah saham besar akhir pekan lalu. Discovery melonjak lebih dari 5%, sementara ViacomCBS naik 3,6%.

Wells Fargo naik lebih dari 2% setelah perseroan mengatakan tidak mengalami kerugian terkait penutupan eksposurnya ke Archegos.

Saham bank lain juga kembali bangkit. Goldman Sachs naik 1,9%. JPMorgan dan Bank of America juga masing-masing naik lebih dari 1%.

Sementara itu, saham Credit Suisse dan Nomura membukukan kinerja buruk pada kuartal I-2021, setelah mengumumkan kerugian "signifikan" akibat jual paksa yang menimpa para hedge fund tersebut.

Sepanjang bulan berjalan, indeks Dow dan S&P 500 masih terhitung menguat, masing-masing sebesar 7,2% dan 4,2%.

Di lain sisi, Presiden Joe Biden diharapkan memberikan rincian tentang rencana infrastrukturnya ketika dia melakukan perjalanan ke Pittsburgh pada hari Rabu. Paket pengeluaran bisa menghabiskan biaya sebesar US$ 3 triliun.

Jim Lacamp, Senior Vice President Morgan Stanley Wealth Management meyakini bahwa pasar sudah lari terlalu jauh. "Pasar sudah bergerak terlalu cepat secara mental dari pemulihan tahap awal menjadi tahap menengah, dan ini bisa berarti bahwa indeks kesulitan melanjutkan aksi cetak rekor tertinggi baru," tuturnya kepada CNBC International.

Pelaku pasar perlu mengamati pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada hari ini, di mana bursa saham Negeri Paman Sam ditutup kembali melemah pada perdagangan kemarin.

Penyebab Wall Street kembali melemah adalah kenaikan yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) acuan tenor 10 tahun, di mana yield acuan surat utang AS tersebut sempat naik 6 basis poin (bp) ke level tertingginya 1,77% pada Selasa (30/3/2021) pagi waktu setempat.

Level tersebut merupakan level tertinggi dalam 14 bulan atau sejak Januari 2020, seiring dari peluncuran vaksin dan pengeluaran infrastruktur yang diharapkan mendorong prospek pemulihan ekonomi yang luas dan kenaikan inflasi.

Namun pada penutupan pasar, yield Treasury kemudian melandai ke level 1,72%.

Ekspektasi pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat dari perkiraan, serta kenaikan inflasi membuat pelaku pasar melepas Treasury yang membuat yield-nya naik.

Namun, pasar juga perlu mencermati rilis data Indeks Keyakinan Konsumen Conference Board (CB), di mana indeks keyakinan konsumen (IKK) tersebut melonjak menjadi 109,7 pada Maret 2021, tertinggi dalam periode satu tahun.

Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan indeks naik menjadi 96,8 dari 90,4 di Februari lalu.

Selain itu, pelaku pasar juga perlu memantau pidato Presiden AS, Joe Biden yang akan dilaksanakan pada Rabu (31/3/2021) waktu setempat atau Kamis (1/4/2021) dini hari waktu Indonesia, terkait pemberian paket bantuan lanjutan.

Presiden Joe Biden diharapkan memberikan rincian tentang rencana infrastrukturnya ketika dia melakukan perjalanan ke Pittsburgh pada hari Rabu. Paket pengeluaran bisa menghabiskan biaya sebesar US$ 3 triliun.

Selain beberapa sentimen di atas, pelaku pasar perlu mencermati rilis data ekonomi di beberapa negara pada hari ini.

Di kawasan Asia, beberapa data ekonomi akan dirilis hari ini, salah satunya adalah rilis data indeks manajer pembelian (Purchasing Manager' Index/PMI) manufaktur dan non-manufaktur China pada periode Maret 2021.

Konsensus Reuters memperkirakan PMI manufaktur China pada Maret 2021 akan kembali berekspansi ke angka 51, dari sebelumnya pada Februari 2021 di angka 50,6

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi, dan di atas 50 berarti ekspansi.

Sementara di Eropa, Inggris akan merilis data pertumbuhan ekonominya pada kuartal keempat tahun 2020.

Hal ini perlu dicermati oleh pelaku pasar, karena hingga saat ini, pemberlakuan karantina wilayah (lockdown) di beberapa wilayah di Inggris masih diberlakukan secara mikro.

Sementara itu di dalam negeri, pelaku pasar masih perlu mencermati efek sentimen dari kebijakan manajemen BPJS Ketenagakerjaan yang akan mengurangi porsi investasi di saham dan reksa dana.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1.      Rilis data indeks keyakinan bisnis (IKB) Korea Selatan periode Maret 2021 (04:00 WIB),
  2.      Rilis data penjualan ritel Korea Selatan periode Februari 2021 (06:00 WIB),
  3.      Rilis data Purchasing Manager' Index (PMI) manufaktur dan jasa China periode Maret 2021 (08:00 WIB),
  4.      Rilis data pertumbuhan ekonomi Inggris periode kuartal keempat tahun 2020 (13:00 WIB),
  5.      Rilis data transaksi berjalan Inggris periode kuartal keempat tahun 2020 (13:00 WIB),
  6.      Rilis data tingkat inflasi Zona Euro periode Maret 2021 (16:00 WIB),
  7.      Pidato Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden tentang paket stimulus lanjutan.

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (2020 YoY)

-2,07%

Inflasi (Februari 2021, YoY)

1,38%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2021)

3,5%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021)

-5,17% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (2020)

0,4% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (2020)

US$ 2,6 miliar

Cadangan Devisa (Februari 2021)

US$ 138,79 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular