Newsletter

Wall Street Kurang Bergairah, Bagaimanakah IHSG Hari Ini?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
17 February 2021 06:06
Ilutrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam, di tengah minimnya sentimen yang datang dari dalam negeri.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau pada perdagangan Selasa (16/2/21). Indeks acuan bursa nasional tersebut menguat 0,35% ke 6.292,39 dan kembali gagal melangkah ke atas level 6.300.

Data perdagangan mencatat, nilai transaksi pada perdagangan kemarin mencapai 13,33 triliun, di mana nilai transaksi tersebut kembali turun dibandingkan dengan rata-rata bulan Januari 2021.

Terpantau investor asing menjual bersih Rp 244 miliar di pasar reguler. Tercatat 236 saham menguat, 247 terkoreksi, dan sisanya yakni 155 stagnan.

Investor asing melakukan penjualan di saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang dilego Rp 90 miliar dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang dijual Rp 89 miliar.

Sedangkan asing juga melakukan pembelian bersih di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 82 miliar dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp 62 miliar.

Pada perdagangan kemarin, mayoritas bursa saham Asia masih mengalami penguatan, di mana indeks Hang Seng Hong Kong memimpin penguatan bursa Asia kemarin dengan meroket 1,9% ke level 30.746,66.

Hanya dua bursa saham Asia yang ditutup melemah pada perdagangan kemarin, yakni bursa saham India dan bursa saham Malaysia. Sementara untuk bursa saham China dan Taiwan masih belum dibuka karena masih libur tahun baru Imlek.

Berikut pergerakan bursa saham Asia pada perdagangan kemarin.

Sedangkan, penguatan rupiah terhadap dolar mulai memudar, di mana pada perdagangan kemarin, rupiah akhirnya berakhir melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS), meski tipis saja. Rupiah tetap berakhir melemah meski indeks dolar AS masih mengalami tekanan.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% di level Rp 13.890/US$. Apresiasi rupiah semakin menebal hingga 0,36% ke Rp 13.860/US$, level terkuat sejak 4 Januari lalu.

Namun, menjelang tengah hari penguatan rupiah terus terpangkas hingga akhirnya berbalik melemah hingga 0,18% di Rp 13.935/US$.

Di akhir perdagangan, rupiah berada di level Rp 13.920/US$, melemah 0,07% di pasar spot.

Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga melemah hari ini. Hingga pada penutupan, peso Filipina menjadi yang terburuk dengan melemah 0,48%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia pada perdagangan kemarin.

Sementara itu, harga obligasi pemerintah atau surat berharga negara (SBN) pada perdagangan kemarin ditutup melemah, ditandai dengan imbal hasilnya (yield) yang menguat.

Dari delapan SBN acuan (benchmark), tercatat ada tiga yang harganya mengalami penguatan dan yield-nya mengalami penurunan. Ketiga SBN tersebut yakni SBN berkode FR0061 dengan tenor 1 tahun, SBN seri FR0088 berjatuh tempo 15 tahun, dan SBN dengan kode FR0083 bertenor 20 tahun.

Sedangkan untuk yield SBN seri FR0087 berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali naik sebesar 3,8 basis poin (bp) ke level 6,28%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham New York (Wall Street) ditutup beragam cenderung melemah pada perdagangan Selasa (16/2/2021) waktu setempat.

Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 64,35 poin atau 0,2% ke level 31.522,75. Pendorong penguatan Dow Jones adalah saham sektor siklikal yang menguat karena prospek bantuan fiskal corona.

Namun untuk S&P 500 ditutup melemah 2,24 poin atau turun tipis 0,06% ke level 3.932,59 dan Nasdaq Composite terkoreksi 47,97poin atau 0,34% ke 14.047,5.

S&P 500 mundur dari level tertingginya karena kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah (Treasury) acuan AS pada perdagangan kemarin, yang mencerminkan bahwa investor sudah mulai melirik aset aset berisiko.

Nasdaq terkoreksi karena saham teknologi bergerak lebih rendah, seiring kekhawatiran atas kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS.

Sektor-sektor siklikal, termasuk sektor energi dan keuangan akan diuntungkan dari sentimen stimulus fiskal Presiden Biden.

Presiden Joe Biden pun telah mengajukan tagihan bantuan pandemi senilai US$ 1,9 triliun dan mendesak Kongres untuk mengesahkannya dalam beberapa pekan mendatang untuk mendapatkan cek stimulus sebesar US$ 1.400 kepada orang Amerika dan meningkatkan pembayaran pengangguran.

"Kami memasuki pekan ini dengan perspektif positif tentang upaya administrasi Biden untuk memberikan paket yang cukup besar," kata Quincy Krosby, kepala strategi pasar di Prudential Financial di Newark, New Jersey.

Sedangkan, sektor properti yang turun menjadi pemberat laju pergerakan indeks S&P 500, di mana saham properti tersebut sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga acuan.

Saham teknologi pun juga merosot karena adanya tekanan aksi jual oleh investor karena rata-rata harga saham teknologi sudah meninggi.

Di lain sisi, kasus aktif virus corona yang mengalami penurunan tajam di AS, kemajuan proses vaksinasi dan musim pendapatan kuartal keempat yang lebih kuat dari perkiraan sebelumnya telah memperkuat harapan pemulihan ekonomi yang cepat pada tahun ini.

Investor di AS masih akan fokus pada risalah dari pertemuan Federal Reserve (the Fed) bulan Januari 2021 pada pekan ini yang akan diumumkan pada Kamis (18/2/2021) besok, di mana the Fed akan kembali menepati janjinya untuk mempertahankan sikap kebijakan yang dovish.

Untuk perdagangan hari ini, sentimen pertama adalah terkait bursa saham Amerika Serikat (AS) yang ditutup beragam cenderung melemah pada perdagangan Selasa (16/2/2021).

Dua indeks utama di bursa saham tersebut melemah karena adanya aksi ambil untung () dan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah (Treasury) acuan AS pada perdagangan kemarin.

Sentimen lainnya dari AS adalah masih terkait stimulus fiskal corona AS senilai US$ 1,9 triliun.

Presiden Joe Biden pun telah mengajukan tagihan bantuan pandemi senilai US$ 1,9 triliun dan mendesak Kongres untuk mengesahkannya dalam beberapa pekan mendatang untuk mendapatkan cek stimulus sebesar US$ 1.400 kepada orang Amerika dan meningkatkan pembayaran pengangguran.

Selain itu, investor di AS masih akan fokus pada risalah dari pertemuan Federal Reserve (the Fed) bulan Januari 2021 pada pekan ini yang akan diumumkan pada Kamis (18/2/2021) besok, di mana the Fed akan kembali menepati janjinya untuk mempertahankan sikap kebijakan yang dovish.

AS juga akan merilis data penjualan ritelnya untuk periode Januari 2021 pada hari ini.

Bergerak ke Asia, hari ini, Jepang akan merilis data neraca perdagangan dan data ekspor-impornya untuk periode Januari 2021.

Reuters memperkirakan ekspor Negeri Sakura akan naik menjadi 6,6% pada Januari 2021. Adapun untuk impor Jepang akan membaik sedikit ke level -6%.

Sementara itu, Inggris pada hari ini juga akan merilis data inflasi untuk periode Januari 2021. Trading Economics memperkirakan inflasi tahunan Inggris pada Januari 2021 masih akan sama dengan periode sebelumnya di level 0,6%, sedangkan untuk inflasi bulanan diperkirakan akan turun menjadi -0,4% pada Januari 2021.

Sementara di dalam negeri, agenda Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG-BI) akan di mulai pada hari ini hingga Kamis besok, di mana hasil dari rapat dewan gubernur tersebut akan diumumkan pada Kamis besok.

Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan median suku bunga acuan bulan ini di 3,5%. Artinya ada pemotongan 25 basis poin (bps) dari posisi sekarang.

InstitusiBI 7 Day Reverse Repo Rate (%)
Bank Danamon3.5
ING3.75
CIMB Niaga3.5
Citi3.5
DBS3.5
Mirae Asset3.75
BNI Sekuritas3.5
Maybank Indonesia3.5
Bank Mandiri3.5
Bahana Sekuritas3.5
Moody's Analytics3.75
UOB3.5
MEDIAN3.5

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1.       Rilis data Neraca Perdagangan (Ekspor-Impor) Jepang periode Januari 2021 (06:50 WIB),
  2.       Rilis data Inflasi Inggris periode Januari 2021 (14:00 WIB),
  3.       Rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) Inti Inggris periode Januari 2021 (14:00 WIB),
  4.       Rilis data Indeks Harga Produsen (IHP) Inggris periode Januari 2021 (14:00 WIB),
  5.       Rapat kebijakan Non-Moneter bank sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB) periode Februari 2021 (15:00 WIB), dan
  6.       Rilis data Penjualan Ritel Amerika Serikat periode Januari 2021 (20:30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (2020 YoY)

-2,07%

Inflasi (Januari 2021, YoY)

1,55%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2021)

3,75%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021)

-5,17% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (kuartal III-2020)

0,36% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (kuartal III-2020)

US$ 2,05 miliar

Cadangan Devisa (Januari 2021)

US$ 138 miliar

 TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular