Newsletter

Tak Ada Duit, Pemerintahan AS Terancam Tutup!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 December 2020 06:00
Election 2020 Trump
Foto: AP/Evan Vucci

Sentimen kedua, investor perlu mencermati perkembangan pengesahan anggaran negara di AS. Gara-gara tidak sepakat dengan paket stimulus, Trump masih ogah meneken UU anggaran negara yang bernilai total US$ 2,3 triliun (Rp 32.848,6 triliun).

"Saya meminta kongres untuk mengamandemen UU ini dan menaikkan bantuan dari US$ 600 yang sangat rendah itu ke US$ 2.000, atau US$ 4.000 untuk pasangan. Saya juga meminta kongres untuk menghapus belanja-belanja yang tidak berguna dari anggaran negara ini.

"Kirimkan ke meja saya UU yang layak. Kalau tidak, pemerintah berikutnya harus memberikan stimulus dan mungkin saya pemerintahan itu adalah saya. Kami akan selesaikan. Terima kasih," sebut Trump dalam pidato berdurasi 4 menit 9 detik yang diunggah di Twitter.

Tanpa duit yang disalurkan lewat anggaran negara, pemerintahan AS terancam tutup alias shutdown. Hanya beberapa layanan vital yang masih beroperasi, sisanya berhenti untuk sementara.

Kalau pemerintahan AS sampai shutdown, dampaknya bakal luar biasa. Misalnya dalam hal vaksinasi virus corona, pemerintah di berbagai negara bagian memang sudah mendapatkan dana US$ 340 miliar (Rp 4.855,88 triliun). Namun masih kurang US$ 8 miliar (Rp 114,26 triliun) lagi. Shutdown akan membuat kekurangan itu sulit ditutup.

Kemudian d sektor keuangan, Komisi Pengawas Pasar Modal (Securities and Exchange Commission/SEC) terpaksa harus merumahkan sejumlah pegawai non-esensial. Ini berisiko membuat pengawasan terhadap pasar modal mengendur.

Sementara di bidang pertahanan, Kementerian Pertahanan akan terpaksa merumahkan personel non-esensial yang berlatar belakang sipil. Sedangkan di bidang kesehatan, bukan tidak mungkin CDC juga akan merumahkan sejumlah pegawai yang bisa berdampak terhadap upaya penanggulangan pandemi virus corona.

Ini tentu akan menjadi sentimen negatif di pasar. Ketidakpastian akan bertambah, sesuatu yang sangat tidak diinginkan.

Sentimen ketiga, kali ini kabar positif, adalah tercapainya kesepakatan Inggris dan Uni Eropa. Pada 1 Januari 2021, masa transisi 'perceraian' Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) akan berakhir dan harus ada kesepakatan untuk menetukan masa depan perdagangan di antara keduanya.

"Kesepakatan sudah tercapai. Kita kembali memegang kendali atas arus uang, perbatasan, hukum, perdagangan, dan perairan. Kesepatan ini sangat fantastis, mencakup bebas bea masuk dan bebas kuota perdagangan dengan Uni Eropa," ungkap seorang sumber di kantor Perdana Menteri Inggris, seperti dikutip dari Reuters.

Kata sepakat dari London dan Brussels mengakhiri 'drama' Brexit yang terjadi bertahun-tahun. Satu ketidakpastian besar kini bisa dicoret dari daftar, tentu sebuah perkembangan yang melegakan.

Namun apakah kesepakatan Brexit mampu menutup kekhawatiran terhadap pandemi virus corona yang kian ganas dan ancaman shutdown pemerntahan AS? Well, kita lihat saja...

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular