Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri bervariasi pada perdagangan Selasa kemarin, meski sempat menguat di awal sesi. Pergerakan dipengaruhi dinamika pemilihan presiden (pilpres) di Amerika Serikat (AS).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 1,05% ke 5.105,199. Padahal di awal perdagangan sempat menguat 0,55% ke 5.188,009. Total transaksi yang tercatat mencapai Rp 8,02 triliun. Asing membukukan net sell di pasar reguler sebesar Rp 123,3 miliar.
Sementara rupiah berhasil membukukan penguatan 0,21% ke Rp 14.540/US$, tetapi penguatan tersebut jauh terpangkas dibandingkan awal perdagangan sebesar 0,68%.
Sementara itu dari pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun naik 2,8 basis poin (bps) menjadi 6,629%.
Untuk diketahui, pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat harga naik, maka yield akan menurun, sebaliknya ketika harga turun maka yield akan naik.
Pilpres Amerika Serikat yang mempertemukan petahana dari Partai Republik, Donald Trump, dengan calon dari Partai Demokrat, Joe Biden, berlangsung sengit.
Hasil survei sebelum hari-H Selasa 3 November waktu setempat menunjukkan keunggulan Joe Biden, baik secara nasional, maupun di Negara Bagian yang menjadi battleground karena banyak swing voter.
Pilpres di AS menggunakan sistem electoral college, dimana setiap negara bagian memiliki jumlah suara electoral yang berbeda-beda. Kandidat yang memenangi suara publik (popular vote) di negara bagian tersebut akan memperoleh seluruh electoral college, atau dikenal dengan istilah winner- takes-all. Sistem ini diterapkan di semua negara bagian kecuali di Nebraska dan Maine.
Awal perhitungan suara cepat Rabu pagi kemarin, electoral vote Biden unggul jauh ketimbang Trump. Yang membuat pasar keuangan dalam negeri kompak menguat. Biden dan Partai Demokrat memang menjadi favorit pasar emerging market, sebab jika terpilih perang dagang AS-China kemungkinan akan berakhir, pajak korporasi di AS akan dinaikkan serta stimulus fiskal juga akan lebih besar yang bisa berdampak mengalirkan modal ke negara emerging market seperti Indonesia.
Tetapi pada tengah hari, electoral vote Trump mulai menyusul, Presiden AS ke-45 ini juga masih unggul di beberapa negara bagian yang menjadi battleground, meski perhitungan suaranya belum selesai. Alhasil, IHSG langsung berbalik nyungsep, rupiah memangkas penguatan, dan SBN melemah.
Presiden Trump malah sudah mengklaim kemenangannya, sebelum perhitungan suara berakhir.
"Jutaan dan jutaan orang memilih kami malam ini. Dan sekelompok orang yang sangat menyedihkan sedang mencoba mencabut hak pilih dari kelompok orang itu. Dan kami tidak akan mendukungnya," kata Trump di Ruang Timur Gedung Putih, sebagaimana dilansir CNBC International.
"Kita sudah bersiap untuk perayaan besar. Kita menang segalanya, dan tiba-tiba itu semua dibatalkan," tambahnya.
Trump juga berencana menggugat hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi untuk menghentikan perhitungan suara. Seandainya perhitungan dihentikan, tentunya Trump akan unggul di Pennsylvania dan Michigan, dan melanjutkan periode kedua pemerintahannya.
Trump sepertinya bermaksud menghentikan penghitungan surat suara via pos yang dapat diterima secara hukum oleh dewan pemilihan negara-negara bagian setelah pemilihan hari Selasa (3/11/2020), asalkan dikirim tepat waktu.
Perkembangan pilpres di AS tentunya akan mempengaruhi pergerakan pasar keuangan dalam negeri pada hari ini, Kamis (5/11/2020), selain juga rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akan menunjukkan resesi untuk pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir. Bagaimana pengaruhnya akan dibahas pada halaman 3 dan 4.
Bursa saham AS (Wall Street) kembali melesat pada perdagangan Rabu waktu setempat, meski hasil pilpres masih belum jelas siapa pemenangnya.
Indeks Dow Jones menguat 1,34% ke 27.847,66, S&P 500 melesat 2,2% ke 3.443,44, dan Nasdaq memimpin 3,85% ke 11.590,78.
Secara historis sejak tahun 1960, lembaga riset Baird mencatat pelemahan indeks S&P 500 rata-rata 0,4% sehari setelah pilpres. Setahun setelah itu, baru kemudian indeks tersebut menguat rata-rata sebesar 8%.
Tetapi kali ini, S&P 500 melesat sehari setelah pilpres, bahkan sejak awal pekan. Indeks Dow Jones dalam 3 hari terakhir total menguat 5,08%, S&P 500 melesat 5,31%, dan Nasdaq memimpin sebesar 6,22%. Dari ketiga indeks tersebut, baru Nasdaq yang berhasil membalikkan kemerosotan pekan lalu.
Ketiga indeks utama tersebut mengalami aksi jual masif sepanjang pekan lalu, indeks Dow Jones dan S&P 500 ambrol 6,5% dan 5,6%, sementara Nasdaq merosot lebih dari 5%.
"Menurut saya berita besar bagi pasar saat ini yang setidaknya masih terlihat dini adalah kemungkinan tak bakal ada blue wave [kemenangan mutlak Partai Demokrat], yang secara umum mendukung bagi pasar," tutur Mike Lewis, Direktur Pelaksana Barclays, kepada CNBC International.
Pemilihan kali ini tidak hanya memilih presiden tetapi juga anggota house of representative (DPR) dan Senat. Tanpa kemenangan mutlak Partai Demokrat di eksekutif dan legislative, rencana kenaikan pajak korporasi akan sulit terealisasi, hal ini yang disambut oleh pelaku pasar.
"Saya pikir, yang paling penting ke depannya untuk pasar adalah tentang kebijakan dan The Fed [bank sentral AS] ketimbang mengenai politik," tambahnya.
Reli Wall Street dalam 3 hari terakhir tentunya bisa menjadi kabar bagus bagi IHSG pada perdagangan hari ini, setelah merosot lebih dari 1% kemarin.
Fakta Wall Street tetap menguat tajam meski hasil pilpres belum jelas bisa mendongkrak sentimen pelaku pasar di Asia pagi ini. Saat sentimen membaik, aset-aset berisiko tentunya kembali diburu, IHSG, rupiah, hingga SBN berpotensi ke zona hijau lagi.
Hasil terbaru perhitungan cepat pilpres AS menunjukkan Biden masih unggul dari Trump. Berdasarkan data dari NBC News, hingga pukul 5 pagi ini, Biden memperoleh 253 electoral vote, artinya masih butuh 17 electoral vote lagi untuk memenangi pilpres. Sementara itu Trump sampai saat ini memenangi 214 electoral vote.
Data dari NBC News juga menunjukkan Biden untuk sementara unggul di Arizona yang memiliki 11 electoral vote, serta di Nevada dengan 6 electoral vote. Jika kedua negara bagian tersebut berhasil dimenangi, maka Biden akan sukses melengserkan Trump. Biden "2 langkah" lagi menuju kursi orang nomer 1 di Negeri Adikuasa.
 Foto: NBC News |
Pelaku pasar mengkhawatirkan kemungkinan hasil pilpres yang berujung pada gugatan, karena bakal membuat pengambilan kebijakan penting dalam perekonomian menjadi tertunda, seperti misalnya stimulus tahap kedua. Tim kampanye Donald Trump menyatakan akan mengajukan gugatan untuk perhitungan suara di Michigan dan Pennsylvania, dua wilayah yang menjadi battleground, dan dapat menentukan kemenangan salah satu kandidat.
Data dari NBC menununjukkan Biden sukses memenangi Michigan.
Biden sepertinya semakin dekat menjadi presiden AS ke-46, sementara itu DPR juga diprediksi masih akan dikuasai oleh Partai Demokrat, tetapi Senat yang saat ini dikontrol Partai Republik masih menjadi tanda Tanya.
Biden dan Demokrat berencana menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan atau korporasi menjadi 28% dari saat ini 21%. Lalu, Biden juga akan menerapkan pajak minimum terhadap seluruh pendapatan perusahaan AS yang beroperasi di luar negeri yang bertujuan untuk mengakhiri praktik kompetisi menurunkan tarif pajak (race to the bottom). Tarifnya adalah 21%, dua kali lipat dibandingkan sekarang.
Seandaianya pengusaha di AS lebih memilih pajak 21%, maka ada kemungkinan perusahaan AS memilih memindahkan usahanya ke luar negeri. Indonesia bisa menjadi salah satu tujuannya.
Tetapi seperti disebutkan sebelumnya, kegagalan Partai Demokrat menyapu bersih parlemen bisa berdampak pada batalnya rencana kenaikan pajak korporasi. Hal tersebut menjadi salah satu sentimen negatif bagi negara emerging market seperti Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) kuartal III-2020 pada pukul 11:00 WIB. Setelah mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 5,32% year-on-year (YoY), di kuartal III-2020 juga diprediksi mengalami hal yang sama. Sehingga Indonesia disahkan mengalami resesi hari ini, tetapi seberapa besar kontraksi ekonomi yang masih menjadi misteri.
Secara umum, suatu negara dikatakan mengalami resesi jika mengalami kontraksi PDB dalam dua kuartal beruntun secara year-on-year.
Kementerian Keuangan memproyeksikan PDB kuartal III-2020 antara minus 2,9% hingga minus 1%.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berbicara di depan jajaran menteri dalam sidang kabinet paripurna, Jokowi mengatakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2020 akan berkisar minus 3%.
"Perkiraan kita di angka minus 3% naik sedikit," kata Jokowi di Istana Negara, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/11/2020).
Sementara itu, konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan PDB Ibu Pertiwi tumbuh -3,13% YoY pada periode Juli-September 2020.
Kemudian secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ), PDB diperkirakan tumbuh positif pada kuartal III-2020. Bahkan cukup tinggi yaitu mencapai 5,6%.
Jika terwujud, maka akan menjadi pertumbuhan pertama dalam tiga kuartal terakhir. Tidak cuma itu, pertumbuhan 5,6% juga akan menjadi yang tertinggi sejak kuartal III-1997.
Artinya, perekonomian di kuartal III-2020 sudah mulai pulih, lebih baik kuartal II-2020 lalu.
Pelaku pasar sudah memaklumi terjadinya resesi, sebab banyak negara mengalaminya. Pandemi penyakit virus corona (Covid-19) memaksa pemerintah untuk melakukan pembatasan aktivitas warganya hingga karantina (lockdown) guna meredam penyebarannya, Sektor ekonomi dikorbankan demi kesehatan, tetapi seiring berjalannya waktu ekonomi dan kesehatan mulai berjalan beriringan.
Melihat prediksi pemerintah, dan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia, kontraksi PDB sekitar 3% bisa dijadikan acuan, jika jauh lebih buruk dari itu, pasar bisa merespon negatif. Artinya pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat dari perkiraan, dan peluang untuk bangkit di penghujung tahun ini menjadi terhambat.
Sebaliknya, jika jauh lebih baik dari minus 3%, pasar berpotensi merespon positif.
Tanda-tanda pemulihan ekonomi di kuartal IV-2020 mulai terlihat. Pada Oktober, yang merupakan bulan pertama kuartal IV, aktivitas manufaktur Indonesia membaik yang dicerminkan dari angka purchasing managers' index (PMI).
IHS Markit melaporkan skor PMI manufaktur Indonesia pada Oktober adalah 47,8. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 47,2.
Meski naik, tetapi PMI yang di bawah 50 menandakan dunia usaha masih belum melakukan ekspansi. Malah yang terjadi adalah kontraksi.
Di bulan November, sektor manufaktur berpeluang kembali berekspansi, sebab Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta sudah dilonggarkan. Meski pemulihan diprediksi akan berjalan lambat.
"Dampak pelonggaran PSBB pada pertengahan Oktober akan terlihat pada November. Namun dengan ketidakpastian ke mana kurva kasus corona akan mengarah, perbaikan selanjutnya akan sangat tergantung dari kehadiran vaksin anti-virus corona. Sepanjang masih belum ada kepastian, aktivitas ekonomi masih akan lambat dalam beberapa bulan ke depan," papar Bernard Aw, Principal Economist HIS Markit, seperti dikutip dari siara tertulis.
Sektor manufaktur adalah penyumbang utama PDB dari sisi lapangan usaha, oleh karena itu kembali berekspansinya sektor manufaktur akan memberikan dampak yang signifikan ke PDB.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data PDB Indonesia (11.00 WIB)
- Pengumuman kebijakan moneter bank sentral Inggris (14:00 WIB)
- Rilis data klaim tunjangan pengangguran AS (20:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Nilai |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY) | -5,32% |
Inflasi (Oktober 2020 YoY) | 1,42% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Oktober 2020) | 4% |
Defisit Anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Transaksi berjalan (kuartal II-2020) | -1,18% PDB |
Neraca pembayaran (kuartal II-2020) | US$ 9,24 miliar |
Cadangan devisa (September 2020) | US$ 135,15 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA