Update Polling CNBC Indonesia

Akhirnya! Bulan Ini, RI Diramal Lepas dari Jerat Deflasi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 October 2020 08:39
Pasar Tradisional
Ilustrasi Bawang Merah dan Cabai Merah (CNBC Indonesia)
  • Menambah proyeksi Bank Permata

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah tiga bulan beruntun mengalami deflasi, ada kemungkinan Indonesia kembali ke zona inflasi pada Oktober 2020. Apakah ini pertanda permintaan mulai pulih?

Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data inflasi Oktober pada Senin (2/11/2020) mendatang. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan median inflasi 0,075% secara bulanan (month-to-month/MtM). Jika terwujud, ini akan menjadi inflasi bulanan pertama dalam tiga bulan terakhir.

Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) diperkirakan 1,44%. Kemudian inflasi inti tahunan berada di 1,82% YoY.

Institusi

Inflasi MtM (%)

Inflasi YoY (%)

Inflasi Inti YoY (%)

CIMB Niaga

0.05

1.42

1.8

ING

-

1.39

-

Bank Mandiri

0.12

1.49

1.82

Maybank Indonesia

0.06

1.44

1.87

Danareksa Research Institute

0.09

1.39

1.96

BNI Sekuritas

0.07

1.44

-

ANZ

0.07

1.44

1.8

BCA

0.08

1.45

1.81

Citi

0.26

1.64

1.82

Standard Chartered

0.19

1.57

1.8

Bank Permata

0.06

1.44

1.82

MEDIAN

0.075

1.44

1.82


Harga sejumlah bahan pangan menunjukkan kenaikan dalam sebulan terakhir. Misalnya harga bawang merah ukuran sedang naik 16,67%. Kemudian harga cabai merah keriting naik 16,57%. Sedangkan harga telur ayam ras naik 3,31%.

Pada September, kelompok makanan, minuman, dan tembakau masih mencatatkan deflasi 0,37% MtM. Dengan kenaikan harga sejumlah bahan pokok, kemungkinan kelompok ini bisa membukukan inflasi.

"Tren deflasi sepertinya akan berhenti pada Oktober. Harga sejumlah bahan pangan mengalami kenaikan, misalnya cabai," sebut riset Citi.

Meski demikian, bukan berarti daya beli masyarakat sudah pulih. Ini terlihat dari inflasi inti yang sepertinya masih melambat. Inflasi inti pada September adalah 1,86% YoY dan Oktober diperkirakan 1,82% YoY.

Pergerakan inflasi inti sering digunakan sebagai indikator daya beli. Sebab, inflasi inti berisi kelompok barang dan jasa yang harganya susah naik-turun alias persisten. Kalau harga barang dan jasa yang seperti ini sampai turun, artinya permintaan memang masih lemah.

"Daya beli masyarakat rendah, sangat-sangat lemah. Ini ditunjukkan oleh inflasi inti yang terus menurun," kata Suhariyanto, Kepala BPS, dalam rilis data inflasi September.

Oleh karena itu, setidaknya sampai Oktober, konsumsi rumah tangga belum bisa diandalkan sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi. Padahal konsumsi rumah tangga adalah kontributor terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pengeluaran.

Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi pada kuartal III-2020 terkontraksi (tumbuh negatif) 3,3% YoY. Jika konsumsi rumah tangga belum membaik, maka sangat mungkin kontraksi masih akan terjad pada kuartal IV-2020.

Sejumlah institusi memperkirakan PDB Indonesia membukukan kontraksi sepanjang 2020. Proyeksi Bank Dunia ada di -1,6%, bahkan bisa ke -2% dalam skenario terburuk. Sementara 'ramalan' Dana Moneter Internasional (IMF) adalah -1,5% dan Bank Pembangunan Asia (ADB) -1%.

Di satu sisi, data inflasi Oktober kemungkinan akan memberi kelegaan, setidaknya Indonesia sudah bisa lepas dari jerat deflasi. Namun di sisi lain pekerjaan belum selesai, karena sejatinya permintaan masih sangat lemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular