Newsletter

Omnibus Law Ciptaker: Ngebut Tanpa Benjut?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
06 October 2020 06:22
Demo Tolak Omnibus Law di Depan Gedung DPR. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Demo Tolak Omnibus Law di Depan Gedung DPR. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Omnibus Law adalah pengubah permainan (game changer) dalam iklim investasi dan iklim usaha Indonesia, karena menjanjikan kemudahan berusaha dan memangkas peraturan yang tumpang-tindih di berbagai Undang-Undang. Namun ia juga bisa berakhir blunder, jika jutaan buruh menolak keras dengan demo dan mogok yang mengganggu industri dan usaha.

Setelah pemerintah dan DPR memutuskan pengesahanĀ Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Omnibus Law Ciptaker) lebih cepat dari jadwal, dua respons mengemuka: dukungan dari kalangan pengusaha yang diwakili Kadin, dan penolakan yang diwakili oleh KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia).

Kalangan buruh menolak pengesahan yang dinilai terburu-buru itu, dan mengancam aksi mogok masal yang melibatkan 2 juta buruh di 32 federasi dan konfederasi serikat buruh dan beberapa federasi serikat buruh lain pada Selasa-Kamis, 6-8 Oktober 2020.

Pasar tentu menyambut positif kemajuan tersebut. Namun apakah keterburu-buruan itu adalah langkah yang taktis, atau justru berakhir blunder laiknya aksi ngebut yang berakhir benjut (lebam)? Kita harus terus memantaunya.

Untuk hari ini, pasar saham akan bereaksi positif dengan aksi beli beberapa saham unggulaan, menafikan aksi mogok masal buruh. Ekspektasi positif akan iklim ketenagakerjaan yng lebih "pro-pasar" mendorongĀ ekspektasi bahwa kinerja emiten secra fundamantal akan jauh lebih baik.

Terlebih, Trump dinyatakan sehat dan akan keluar dari rumah sakit. Angin segar dari Wall Street dini hari tadi berpeluang menghembus hingga ke lantai bursa Indonesia. Namun, jangan berharap reli berlangsungĀ dalam jangka menengah. Kesehatan Trump bukan berarti efek buruk pandemi telah usai.

Dari sisi penanganan pandemi, kasus infeksi Trump memicu kebijakan anti-corona yang lebih ketat. Walikota New York Bill de Blasio pada Minggu mengumumkan aktivitas ekonomi di sembilan wilayah Brooklyn dan Queens akan dibatasi mulai Rabu depan.

Pemerintah Prancis juga memberlakukan pembatasan sosial lebih ketat di Paris setelah angka konfirmasi Covid-19 melonjak drastis. Semua bar dilarang beroperasi, demikian juga acara pengumpulaan oragn seperti pesta, pameran, dan expo juga dilarang.

Sementara itu dari dalam negeri, ada baiknya mencermati rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) per September, karena di situlah sinyal-sinyal pemulihan ekonomi bisa diraba, mengingat nyaris 60% Produk Domestik Bruto (PDB) kita disumbang oleh konsumsi masyarakat.

Pada Agustus, IKK berada di 86,9 atau lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 86,2. IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Jika di bawah 100, konsumen belum percaya diri memandang situasi ekonomi sehingga menunda aktivitas belanja atas produk non-esensial.

IKK yang rendah otu terkonfirmasi oleh kontarksi Indeks Penjualan Ritel (IPR) sebesar -12,3% pada Juli 2020, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Penjualan ritel belum bisa lepas dari kontraksi selama 8 bulan beruntun. Oleh karena itu, lonjakan IKK akan menjadi katalis positif bagi saham sektor konsumer dan ritel. Namun jika hanya "suam-suam kuku", pasar tidak akan terkesan.

(ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular