
Dear Investor, Panglima 'Perang' Hari Ini: Sentimen Global!

Pasar terlihat telah mengantisipasi situasi di mana Indonesia secara teknikal teronfirmasi memasuki gerbang resesi, karena mencetak kontraksi ekonomi untuk tiga kuartal beruntun (berdasarkan perhitungan Produk Domestik Bruto kuartal ke kuartal/QTQ).
Tidak ada aksi jual berarti di kalangan investor domestik, meski asing terlihat agak jiper dengan melakukan aksi jual di bursa saham dan obligasi meski tidak secara masif. Resesi adalah keniscayaan di kala pandemi melanda negara yang 57% ekonominya dibentuk oleh konsumsi.
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memaksa masyarakat untuk mengurangi aktivitas ekonomi, sektor jasa dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pun terpukul dan berujung pada hlangnya lapangan pekerjaan dan daya konsumsi mereka.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, dengan pengembangan vaksin dan juga obat terapi anti-Covid-19 di negara maju, pelaku pasar pun bertaruh bahwa ada cahaya yang mulai terlihat di ujung terowongan. Salah satu vaksin tersebut bahkan diuji di Indonesia oleh Sinovac Biogen (asal China) dengan PT Bio Farma.
Tidak heran, investor tidak menghukum pasar dengan aksi jual aset investasi dalam skala besar. Pasar dengan penduduk terbanyak di Asia Tenggara ini tentu bakal menemukan momentum pemulihan lebih cepat jika aktivitas ekonomi berjalan normal kembali tanpa karantina wilayah (lockdown).
Untuk itu, pasar bakal mencermati tilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia per Juli, yang diperkirakan membaik. Tradingeconomics memprediksi angka indeks tersebut bakal berada di level 88, atau lebih baik dari IKK pada bulan Juni sebesar 83,8.
Ini mengindikasikan bahwa masyarakat mulai kembali berminat untuk menaikkan konsumsinya, di tengah buruknya konsumsi pemerintah yang kemarin justru anjlok 6,9%. Sebagai catatan, konsumsi masyarakat tercatat turun di kisaran 5% pada kuartal kedua tahun ini, padahal di periode sebelumnya masih membukukan kenaikan atau pertumbuhan sebesar 5%.
Idealnya, pemerintah mendongkrak belanja untuk menstimulasi perekonomian di kala resesi. Namun kontraksi konsumsi pemerintah pada kuartal II-2020 justru menunjukkan bahwa peran mereka (yang menyumbang 8% PDB) tak bisa diharapkan.
Sudahlah, lebih baik berharap konsumsi masyarakat yang menyumbang nyaris 58% PDB kita bakal "sembuh dengan sendirinya".
Selain itu, bagi pelaku pasar hari ini, harapan untuk berlaku optimistis muncul dari luar negeri di mana sektor non-manufaktur Amerika Serikat (AS) ternyata cenderung ekspansif, mengindikasikan bahwa efek pandemi cenderung mereda.
Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/ PMI) non-manufaktur di AS per Juli mengindikasikan ekspansi, dengan berada di level 58,1. Angka itu lebih baik dari posisi Juni (57,1). Ekonom dalam polling Dow Jones semula memprediksi angkanya di level 55.
Jika aktivitas bisnis dan industri di negara maju mulai pulih, ada harapan bahwa negara berkembang dan emerging market bakal mendapatkan berkahnya.
(ags)