Newsletter

Ada Kabar Bisa Bikin Pasar Rally, tapi Trump 'Berulah' Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 July 2020 06:05
Cover Fokus S&P, Panjang, Dalam, Isi, singapura resesi
Foto: Cover Topik/Singapura Resesi/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pada perdagangan Selasa kemarin, resesi yang menghantam Singapura menjadi salah satu headline. Selain itu, karantina wilayah (lockdown) yang kembali diterapkan di Negara Bagian California Amerika Serikat (AS) semakin memperburuk sentimen.

Pada perdagangan hari ini, Rabu (15/7/2020), update vaksin virus corona dari Moderna berpotensi membuat pasar keuangan rally, tetapi kebijakan Presiden AS, Donald Trump sepertinya akan memberikan efek negatif. Kedua faktor tersebut dan beberapa isu lainnya yang akan mempengaruhi pergerakan pasar akan dibahas di halaman 3 dan 4.  

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatat penguatan 0,29% ke Rp 5.079,122, saat indeks utama Asia lainnya mengalami pelemahan. Indeks Nikkei Jepang melemah 0,87%, Shanghai Composite China minus 0,83%, Hang Seng Hong Kong -1,14% dan Kospi Korea Selatan -0,11%.

Meski IHSG mampu menguat, tetapi investor asing masih melakukan aksi jual bersih (net sell) Rp 138,73 miliar di pasar reguler. Jika menambahkan di pasar non-reguler, net sell menjadi Rp 160 miliar. Total nilai transaksi di Bursa Efek Indonesia kemarin sebesar Rp 7,25 triliun.

Saham yang paling banyak dilego asing hari ini adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan jual bersih sebesar Rp 63 miliar dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang mencatatkan net sell sebesar Rp 157 miliar.

Sementara itu saham yang paling banyak dikoleksi asing hari ini adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan beli bersih sebesar Rp 105 miliar, PT Astra Internasional Tbk (ASII) yang mencatatkan net buy sebesar Rp 30 miliar, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 18,25 miliar.

Harga Surat Utang Negara (SUN) menguat kemarin, terlihat dari yield yang mengalami penurunan. Yield SUN tenor 10 tahun turun sebesar 1 basis poin (bps) menjadi 7,082%.

Untuk diketahui, pergerakan yield berbanding terbalik dengan harganya, saat harga naik yield bergerak turun, dan sebaliknya.

Daya tarik SUN masih cukup bagus di mata investor, hal ini terlihat dari lelang yang diadakan kemarin mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) sebanyak 3 kali.

Saat IHSG dan obligasi menguat rupiah justru melemah 0,17% ke Rp 14.375/US$ kemarin. Tetapi rupiah tidak sendiri, bahkan semua mata uang utama Asia berada di zona merah.

Pemerintah Singapura pagi tadi melaporkan perekonomian mengalami kontraksi di kuartal II-2020. Tidak tanggung-tanggung produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II-2020 minus 41,2% quarter-to-quarter (QtQ) setelah minus 3,3% di kuartal I-2020.

Sementara secara tahunan atau year-on-year (YoY) PDB minus 12,6%, juga lebih buruk dari konsensus minus 10,5% YoY. Tidak hanya lebih buruk dari konsensus, PDB tersebut juga terburuk sepanjang sejarah Negeri Merlion. Di kuartal I-2020, PDB mengalami kontraksi tipis -0,3% YoY. 

Suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB minus dalam 2 kuartal beruntun. Sehingga, Singapura sah mengalami resesi. Terakhir kali Singapura mengalami resesi pada tahun 2008 saat krisis finansial global.

Sentimen negatif juga datang dari Negeri Paman Sam, dimana Negara Bagian California kembali dikarantina (lockdown) akibat lonjakan kasus Covid-19.
Gubernur California Gavin Newsom memerintahkan seluruh restoran, bar, bioskop, kebun binatang, dan museum ditutup kembali. Bahkan di kota-kota yang berstatus zona merah, pusat kebugaran, gereja, dan salon juga tidak boleh beroperasi selama sebulan ke depan.

Sementara itu sentimen positif datang dari perkembangan vaksin virus corona yang diproduksi oleh perusahaan biotek asal Jerman BioNTech dan perusahaan farmasi asal AS Pfizer mendapat "jalur cepat" dari Food and Drug Admisnistration (FDA) AS.

"Jalur cepat" yang diterima kedua vaksin buatan perusahaan tersebut artinya peninjauan oleh FDA akan dilakukan lebih cepat dari biasanya.
Selain itu, data ekspor-impor China sekali lagi memberikan gambaran bangkitnya perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham AS (Wall Street) melesat naik pada perdagangan Selasa waktu setempat setelah bergerak liar di hari sebelumnya. Tanda-tanda penurunan kasus jumlah kasus Covid-19 serta kenaikan inflasi menjadi beberapa faktor yang membuat pelaku pasar kembali ceria.

Indeks Dow Jones melesat 2,13% ke 26641,59, S&P 500 naik 1,34% ke 3.197,52, dan Nasdaq bertambah 0,94% ke 10.488,58.

Pada hari sebelumnya, ketiga indeks ini bergerak liar. Indeks Dow Jones melesat hingga 2,2%, tetapi di penutupan perdagangan Senin penguatan hanya tersisa 0,04%. Indeks S&P 500 berakhir melemah 0,9%, padahal sebelumnya sempat menguat lebih dari 1% hingga kembali ke zona hijau secara year-to-date sebesar 0,1%. Nasdaq yang paling dramatis, melesat 1,95% di awal perdagangan, tetapi berakhir ambles 2,13%.

Kemarin, jumlah kasus baru Covid-19 di Florida dilaporkan lebih rendah dari rata-rata 7 hari, yang membuat sentimen pelaku pasar membaik. Muncul harapan laju penambahan kasus sudah pada puncaknya, dan akan mulai melandai. California yang kembali menerapkan lockdown juga melaporkan penurunan jumlah kasus harian.

Sementara itu data menunjukkan AS akhirnya mengalami inflasi untuk pertama kalinya dalam 4 bulan terakhir. Di bulan Juni, inflasi dilaporkan tumbuh 0,6% month-on-month (MoM), sementara inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 0,2%.

Kenaikan inflasi menunjukkan roda bisnis kembali berputar, masyarakat kembali melakukan konsumsi yang merupakan tulang punggung perekonomian AS. Sehingga harapan akan bangkitnya perekonomian terbesar di dunia ini kembali membuncah.

Laporan earning korporasi juga mempengaruhi pergerakan Wall Street. Bank investasi ternama, JPMorgan melaporkan laba di kuartal II-2020 yang lebih tinggi dari prediksi berkat pendapatan trading. Saham JPMorgan menguat 0,6%. Sementara itu Wells Fargo melaporkan kerugian US$ 2,4 miliar yang membuat harga sahamnya anjlok 4,6%.

Penguatan Wall Street bisa memberikan sentimen positif ke pasar Asia dan Indonesia pada hari ini. Maklum saja, Wall Street merupakan kiblat bursa saham dunia.

Setelah perdagangan sesi AS Selasa ditutup, datang kabar baik sekaligus kabar buruk yang akan mempengaruhi pergerakan pasar sepanjang hari ini.
Kabar bagus datang dari update vaksin virus corona yang dibuat oleh Morderna. Vaksin potensial yang sedang dalam uji klinis tersebut dilaporkan mampu menghasilkan imun yang "kuat" terhadap semua partisipan, yang jumlahnya 45 orang.

Ke 45 orang tersebut menghasilkan antibody penawar, yang menjadi hal penting untuk perlindungan melawan virus, menurut para ilmuwan. Setiap pasien dalam uji klinis tersebut diberi dosis 25, 100, atau 250 mikrogram, dan mendapat 2 kali dosis.

Moderna mengatakan vaksin tersebut secara umum tidak memberikan efek samping, tetapi separuh partisipan mengalami gejala ringan dan sedang seperti kelelahan, nyeri otot, dan rasa sakit di sekitar suntikan.

Pasien yang sudah mendapat 2 kali vaksin tersebut akan diawasi oleh Moderna selama 1 tahun. Selain itu, Moderna juga mengatakan akan melakukan uji klinis terhadap 30.000 partisipan pada 27 Juli mendatang.

Kabar dari Moderna tersebut memberi harapan virus corona bisa segera dikalahkan, dan hidup kembali normal. Indeks Dow Jones berjangka (futures) langsung melesat 300 poin yang bisa menjadi indikasi sentimen pelaku pasar membaik, dan sinyal rally pasar Asia.

Sebelumnya vaksin yang dibuat BioNtech dan Pfizer juga memperoleh "jalur cepat" dari Food and Drug Administration (FDA) AS. "Jalur cepat" yang diterima kedua vaksin buatan perusahaan tersebut artinya peninjauan oleh FDA akan dilakukan lebih cepat dari biasanya.

Jika mendapat persetujuan dari FDA, pengujian besar kedua vaksin tersebut dilakukan secepatnya akhir bulan ini dengan menggunakan 30.000 partisipan.
Semakin banyak vaksin potensial, tentunya harapan akan hidup kembali normal semakin membesar.

Itu kabar baiknya, kabar buruknya hubungan AS dengan China sepertinya akan kembali memanas. Presiden AS, Donald Trump, telah menandatangani undang-undang yang memberikan sanksi ke China karena melakukan intervensi otonomi Hong Kong.

Trump juga menandatangani UU yang menghentikan perlakukan khusus yang selama ini diterima Hong Kong.

"Hong Kong kini akan diperlakukan sama seperti China. Tidak ada keistimewaan, tidak ada perlakukan ekonomi khusus, dan tidak ada transfer teknologi. Sebagai tambahan, seperti yang ada tahu, kita akan mengenakan bea importasi (ke Hong Kong) dan sudah mengenakan bea importasi yang besar ke China" kata Trump



Sebelum Trump memberikan sanksi, China sekali lagi menunjukkan tanda-tanda kebangkitan ekonomi. Kemarin data menunjukkan ekspor-impor Negeri Tiongkok yang berdenominasi dolar AS kembali tumbuh di bulan Juni. Ekspor dilaporkan tumbuh 0,5% year-on-year (YoY), dan impor tumbuh 2,7% YoY. 

Hasil polling Reuters sebelumnya memprediksi ekspor China bulan Juni akan turun 1,5% YoY, dan impor terkontraksi 10% YoY.

Selain itu, dalam denominasi yuan ekspor juga menunjukkan pertumbuhan 4,3% YoY dan impor naik 6,2% YoY.

Data ekspor-impor tersebut melengkapi serangkaian data yang dirilis sebelumnya. Inflasi China di bulan Juni dilaporkan setelah menurun dalam 4 bulan sebelumnya. Selain itu, sektor manufaktur China mampu berekspansi 4 bulan beruntun.

Hari ini, giliran Indonesia yang akan merilis data ekspor impor. Berdasarkan polling Reuters, ekspor diprediksi terkontraksi 12,26% YoY, sementara impor -18,7% YoY. Kabar baiknya, neraca perdagangan diramal surplus US$ 1,11 miliar di bulan Juni, setelah mencetak surplus US$ 2,09 miliar bulan sebelumnya.

Sementara konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor akan terkontraksi -7,765% YoY. Sementara impor terkontraksi -16,455% YoY dan neraca perdagangan surplus US$ 1,1 miliar.

Ekspor-impor yang terkontraksi menjadi indikasi penurunan aktivitas ekonomi, tetapi neraca dagang yang terus mencetak surplus tentunya menjadi kabar baik karena dapat memperbaiki defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang selama ini menjadi "hantu" pengganggu perekonomian Indonesia.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini.

  • Pengumuman Kebijakan Moneter Bank Sentral Jepang (10:00 WIB)
  • Neraca dagang dan tingkat keyakinan bisnis Indonesia (11:00 WIB)
  • Inflasi Inggris (13:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY)

2,97%

Inflasi (Juni 2020 YoY)

1,96%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2020)

4,25%

Surplus/defisit anggaran (Perpres No 54/2020)

-5,07% PDB

Surplus/defisit transaksi berjalan (Kuartal I-2020)

-1,42% PDB

Cadangan devisa (Juni 2020)

US$ 131,72 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular