Polling CNBC Indonesia

Impor Jeblok, Neraca Dagang April Diramal Defisit US$ 45 Juta

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 May 2020 14:10
ekspor
Ilustrasi Pelabuhan (REUTERS/Darren Whiteside)
Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan Indonesia pada April 2020 diperkirakan mencatat defisit tipis. Defisit ini perlu diwaspadai karena menunjukkan kelesuan ekonomi akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data perdagangan internasional periode April 2020 pada 15 Mei 2020. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan median ekspor terkontraksi (tumbuh negatif) -1,91% year-on-year (YoY).

Sedangkan impor terkontraksi jauh lebih dalam yaitu -16,17% YoY. Ini membuat neraca perdagangan mencatatkan defisit tipis US$ 45 juta.

Institusi

Pertumbuhan Ekspor (%YoY)

Pertumbuhan Impor (%YoY)

Neraca Perdagangan (US$ Juta)

CIMB Niaga

5.2

-9.1

-200

Bank Danamon

7.6

-15.2

1057

Citi

-2.9

-20.8

540

Maybank Indonesia

1.22

-12.73

-165

BCA

2.57

-10.7

-302

Standard Chartered

-8.5

-24.8

415

Bahana Sekuritas

-27.4

-35.7

-365

Bank Mandiri

-6.38

-23.91

558.9

Mirae Asset

-10

-20

517

BNI Sekuritas

-1.91

-16.17

-45

Danareksa Research Institute

-1.41

-9.8

-951.11

MEDIAN

-1.91

-16.17

-45


Di satu sisi, perkembangan ini patut disyukuri karena defisit terbatas di neraca perdagangan menandakan pasokan valas di perekonomian domestik semakin memadai. Ini bisa menjadi fondasi bagi penguatan nilai tukar rupiah.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada 2020 bisa di bawah 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sejak kuartal II-2018, defisit transaksi berjalan selalu di atas 2% PDB.





Namun di sisi lain, impor yang terkontraksi begitu dalam menunjukkan kelesuan ekonomi domestik. Padahal biasanya momentum Ramadan-Idul Fitri seperti ini adalah saatnya dunia usaha menggenjot impor, baik itu bahan baku untuk diproduksi di dalam negeri maupun barang konsumsi. Maklum, Ramadan-Idul Fitri adalah puncak peningkatan konsumsi rumah tangga.

Pada tahun-tahun sebelumnya, impor jelang Ramadan-Idul Fitri meningkat pesat. Misalnya pada 2019, Ramadan jatuh pada 5 Mei sampai 4 Juni. Kala itu, impor melonjak 12,25% YoY pada April karena dunia usaha bersiap menghadap kenaikan permintaan.

Demikian pula pada 2018, di mana kala itu Ramadan berlangsung pada 16 Mei-14 Juni. Pada April 2017, impor meroket 34,68% YoY.




Namun tahun ini sangat berbeda. Pandemi virus corona yang memaksa orang-orang #dirumahaja membuat ekonomi terpukul dari dua sisi, permintaan dan penawaran. Permintaan anjlok karena aktivitas masyarakat yang sangat terbatas, sementara penawaran pun jeblok karena pabrik-pabrik ditutup sementara atau kalaupun beroperasi tidak dalam kapasitas penuh untuk meredam risiko penyebaran virus.

Keterbatasan produksi dan kelesuan permintaan membuat pengusaha menahan diri. Impor pun dikurangi. Cuma virus corona yang bisa membuat impor saat Ramadan-Idul Fitri terkontraksi.

Oleh karena itu, sulit untuk menepuk dada meski neraca perdagangan Indonesia berpotensi surplus tiga bulan berturut-turut. Sebab ternyata surplus itu terjadi akibat perekonomian domestik yang seakan mati suri.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular