- Menambah proyeksi dari BNI Sekuritas
Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan membukukan surplus pada Mei 2020. Impor yang anjlok lebih dalam ketimbang impor membuat neraca perdagangan mampu positif.
Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional periode Mei pada 15 Juni. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi (tumbuh negatif) -19,015%. Sementara impor turun lebih dalam yaitu -24,55% sehingga neraca perdagangan diproyeksi surplus US$ 405,85 juta.
Institusi | Pertumbuhan Ekspor (%YoY) | Pertumbuhan Impor (%YoY) | Neraca Perdagangan (US$ juta) |
CIMB Niaga | -15.7 | -24.7 | 1,500 |
Bank Danamon | -15.95 | -16.87 | 318 |
BCA | -18.8 | -36 | 743 |
ING | -19.3 | -26.9 | -419 |
Citi | -21.7 | -24.4 | 560 |
Maybank Indonesia | -30.83 | -25.58 | -616 |
Mirae Asset | -16 | -20 | 766 |
Danareksa Research Institute | -13.5 | -15.6 | 494 |
Standard Chartered | -32.9 | -33.7 | 263 |
BNI Sekuritas | -19.23 | -15.74 | -334.2 |
MEDIAN | -19.015 | -24.55 | 405.85 |
Jika ekspektasi ini terwujud, maka ekspor-impor mengalami penurunan yang lebih tajam ketimbang April. Kala itu kontraksi ekspor adalah -7,02% dan impor -18,58
Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) masih menjadi latar belakang yang dominan mempengaruhi ekspor maupun ekspor. Di sisi ekspor, koreksi masih terjadi karena pada Mei negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia tengah menerapkan pembatasan sosial (social distancing) bahkan karantina wilayah (lockdown).
Pembatasan sosial membuat aktivitas ekonomi seperti mati suri. Permintaan anjlok sehingga mempengaruhi kinerja ekspor seluruh negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Sementara dari sisi impor, aktivitas produksi yang terbatas membuat pengadaan bahan baku dan barang modal pun berkurang. Ingat, lebih dari 90% impor Indonesia adalah bahan baku dan barang modal. Kala pabrik-pabrik tutup karena penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), maka permintaan bahan baku dan barang modal akan berkurang sehingga mempengaruhi impor secara keseluruhan.
Menarik untuk dilihat seberapa jauh penguatan nilai tukar rupiah mempengaruhi kinerja ekspor. Sepanjang Mei, rupiah menguat 1,69% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Kalau rupiah menguat harusnya berdampak negatif terhadap ekspor Indonesia. Sebab barang-barang Indonesia jadi lebih mahal di pasar global, kurang kompetitif.
Jadi apakah ekspor yang diperkirakan ambles -18,8% itu disebabkan oleh apresiasi nilai tukar? Mungkin saja.
Ambil contoh minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Mengutip data Refinitiv, volume ekspor CPO Indonesia pada Mei adalah 595.594 ton. Ambles 67,09% dibandingkan bulan sebelumnya.
Sering disebutkan bahwa pelemahan rupiah adalah momentum untuk meningkatkan kinerja ekspor karena harga produk Indonesia di pasar global bisa lebih murah. Namun itu bisa berlaku jika yang diekspor adalah barang jadi, produk manufaktur. Sebab, produk manufaktur punya keunggulan kompetitif yang sensitif terhadap kurs.
Beda ceritanya kalau yang diekspor kebanyakan adalah komoditas, seperti Indonesia yang lebih lebih dari 50% ekspornya adalah komoditas. Ekspor komoditas lebih dipengaruhi oleh harga dan permintaan, bukan nilai tukar, karena hanya memiliki keunggulan komparatif.
Mengutip penelitian Dhany Surya Ratana, Noer Azam Achsani, dan Trias Andati berjudul Dampak Perubahan Nilai Tukar Mata Uang terhadap Ekspor Indonesia yang dimuat di Jurnal Manajemen dan Agribisnis Vol 9 No, November 2012, agregat nilai tukar tidak berpengaruh secara signifikan pada ekspor baik pada jangka pendek ataupun jangka panjang. Variabel yang berpengaruh pada model agregat dalam jangka panjang adalah ekonomi dunia dan harga relatif.
"Ketika ekonomi dunia membaik maka ekspor akan ikut naik, tetapi tidak pada model agregat yang memberikan hasil kebalikannya. Harga relatif juga memberikan respons yang diduga, yaitu semakin tinggi harga maka ekspor akan menurun," sebut riset itu.
Nah, kebetulan dua indikator itu (ekonomi global dan harga) sedang tidak mendukung ekspor Indonesia. Kuartal II-2020 diperkirakan menjadi puncak pukulan pandemi virus corona terhadap perekonomian dunia.
Kontraksi ekonomi pada periode April-Juni diperkirakan menjadi yang terparah setelah Depresi Besar pada 1930-an. Jadi tidak heran permintaan terhadap komoditas Indonesia anjlok dalam.
Kemudian, harga komoditas andalan ekspor Indonesia juga bergerak naik. Sepanjang Mei, harga CPO melonjak 9,43% sementara batu bara naik 5,13%.
 Refinitiv |
Oleh karena itu, kurang fair jika menghakimi kemerosotan kinerja ekspor hanya dari faktor penguatan nilai tukar rupiah. Selama ekspor Indonesia masih berbasis komoditas, maka dinamika kurs menjadi kurang signifikan.
TIM RISET CNBC INDONESIA