Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2021 diperkirakan masih mengalami surplus. Meski impor diramal tumbuh positif, kali pertama sejak Juni 2019, tetapi ekspor diperkirakan masih masih lebih besar.
Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Februari 2021 pada 15 Maret 2021. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 6,75% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).
Sementara impor diperkirakan tumbuh 11,85% YoY. Meski pertumbuhan impor lebih cepat ketimbang ekspor, tetapi neraca perdagangan diproyeksikan tetap positif US$ 2,145 miliar.
Institusi | Pertumbuhan Ekspor (%YoY) | Pertumbuhan Impor (%YoY) | Neraca Perdagangan (US$ Juta) |
ING | 3.6 | 12.5 | -736 |
Bank Danamon | 5.5 | 2.7 | 2965 |
Maybank Indonesia | 8.04 | 12.25 | 2229 |
CIMB Niaga | 11.7 | 21.2 | 1700 |
Citi | 2.2 | -1.4 | 3000 |
Bank Mandiri | 8.65 | 11.85 | 2359.91 |
Mirae Asset | 6.75 | 11.5 | 2100 |
BCA | 5.8 | 9.8 | 2190 |
Moody's Analytics | - | - | 1800 |
Standard Chartered | 11.3 | 19.4 | 1866 |
MEDIAN | 6.75 | 11.85 | 2145 |
Kalau ekspor tidak usah ditanya. Sejak November 2020, ekspor selalu tumbuh positif. Bahkan pada Desember 2020 dan Januari 2021 laju pertumbuhannya mencapai belasan persen.
Impor yang kini perlu mendapat sorotan. Pasar memperkirakan impor mampu tumbuh positif, sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam 19 bulan terakhir.
Halaman Selanjutnya--> Apa yang Membuat Impor Naik?
Apa yang membuat impor akhirnya tumbuh positif? Apakah permintaan domestik mulai menggeliat, atau hanya karena basis yang rendah tahun lalu (low base effect)?
Sepertinya dua-duanya. Melihat data Purchasing Managers' Index (PMI), dunia usaha mengaku mulai meningkatkan pembelian bahan baku untuk proses produksi di dalam negeri.
"Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) masih mengganggu operasional perusahaan di Indonesia. Namun sektor manufaktur sepertinya tetap tegar (resilient), di mana produksi masih tumbuh. Penciptaan lapangan kerja juga semakin mengarah ke kondisi normal. Meski pandemi masih menjadi risiko, tetapi perusahaan optimistis terhadap prospek ke depan karena ada harapan pandemi bisa diakhiri," papar Andrew Harker, Economics Director IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
IHS Markit mencatat produksi manufaktur Tanah Air naik empat bulan beruntun. Ini karena permintaan baru (new orders) meningkat sehingga dunia usaha merespons dengan menggenjot produksi.
"Perbaikan ini mendorong dunia usaha untuk meningkatkan pembelian bahan baku dan memperlambat laju pengurangan karyawan. Bahkan pembelian bahan baku meningkat ke laju tercepat sejak Mei 2019," sebut keterangan tertulis IHS Markit.
So, memang ada gejala bahwa permintaan domestik mulai bangkit sehingga impor (yang didominasi bahan baku) terangkat. Ini tentu menjadi sinyal positif bahwa pemulihan ekonomi Indonesia berada di jalur yang benar.
Tingginya impor bahan baku menunjukkan bahwa industri dalam negeri sudah siap memproduksi kebutuhan domestik. Jika produksi industri Tanah Air meningkat, maka impor barang konsumsi bisa ditekan, sesuatu yang dicita-citakan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Halaman Selanjutnya --> Basis 2020 Sangat Rendah
Namun ada kemungkinan kedua. Bisa jadi lonjakan impor terjadi karena tahun lalu angkanya sangat rendah.
Ingat, Maret 2020 adalah masa-masa awal pandemi. Kala itu, Indonesia dan hampir seluruh negara berlomba-lomba menutup diri dengan kebijakan pembatasan sosial (social distancing). Dunia seakan 'mati suri'.
Pada Februari 2020, nilai impor Indonesia adalah US$ 11,55 miliar, terendah sejak Juni 2019. Jadi untuk mengungguli pencapaian itu sepertinya tidak terlalu sulit, piece of cake lah...
"Basis Februari 2020 sangat rendah. Oleh karena itu, kami memperkirakan nilai impor Februari 2021 kurang lebih sama dengan bulan sebelumnya, itu sudah cukup untuk mencatatkan pertumbuhan positif secara YoY," sebut Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset, dalam risetnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA