Newsletter

Kasus Corona di AS, China, dan Korea Naik! Gelombang Kedua..?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 May 2020 05:39
Ilustrasi Dollar
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Sentimen keempat, kali ini dari dalam negeri, adalah dirilisnya dua aturan baru yaitu Peraturan Pemerintah No 23/2020 tentang Program Ekonomi Nasional (PEN) dan Undang-undang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Dua regulasi ini sepertinya bakal mempengaruhi lansekap perekonomian nasional secara signifikan.

PEN adalah serangkaian upaya untuk memulihkan perekonomian domestik dari pandemi virus corona. Salah satu pilarnya adalah mendorong peran perbankan dalam menyalurkan kredit.

Caranya, pemerintah akan menyuntikkan likuiditas kepada perbankan. Likuiditas itu didapat dari penerbitan obligasi yang akan diserap oleh Bank Indonesia (BI) dengan suku bunga khusus.


Kebijakan ini bisa menjadi sentimen yang menggerakkan emiten perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ketika saham-saham perbankan bergerak, maka IHSG secara keseluruhan akan terpengaruh mengingat besarnya bobot sektor keuangan.

Sementara UU Minerba yang baru akan memberi kepastian kontrak bagi perusahaan pertambangan. Dalam Pasal 169A diatur Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) diberikan jaminan perpanjangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah memenuhi persyaratan dan ketentuan.

Dalam Pasal 169 A huruf a, disebutkan kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK selama 10 tahun dengan mempertimbangkan penerimaan negara. Kemudian di dalam Pasal 169 A huruf b disebutkan kontrak/perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dijamin untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK paling lama 10 tahun.


Rencana perubahan UU Minerba sudah ada sejak 2016. Setelah samar-samar selama empat tahun, akhirnya sekarang ada kejelasan. Emiten batu bara jadi punya pegangan untuk rencana ekspansi ke depan.

Sentimen kelima, masih dari dalam negeri, adalah rilis data penjualan ritel periode Maret 2020. Pada bulan sebelumnya, penjualan ritel turun 0,8% year-on-year (yoy) dan menjadi catatan terburuk sejak Juni tahun lalu.




Ada kemungkinan penjualan ritel kembali terkontraksi (tumbuh negatif), bahkan lebih dalam ketimbang Februari. Sebab, Indonesia mulai mencatatkan kasus corona pada awal Maret dan pada saat itu social distancing mulai gencar diterapkan.

Masyarakat mulai #dirumahaja, tidak bepergian, dan pertokoan pun banyak yang ditutup. Akibatnya, hampir dapat dipastikan bahwa penjualan ritel bakal anjlok.

Bahkan Trading Economics memperkirakan kontraksinya bisa sampai -5,2%. Sepertinya data penjualan ritel bakal menjadi contoh terbaru bagaimana ekonomi Indonesia sangat terpukul akibat pandemi virus corona.

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular