
Waspada Gelombang Kedua Serangan Virus Corona!

Sentimen kedua, investor perlu mencermati pergerakan dolar AS. Dalam sepekan kemarin, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) naik 0,66%.
Dollar Index bahkan di atas 100, tepatnya 100,091 pada 6 Mei, kali pertama sejak 27 April. Setelah itu, investor melakukan ambil untung sehingga Dollar Index terkoreksi dua hari beruntun.
Intinya, ada kemungkinan dolar AS akan perkasa. Apalagi kalau apa yang menjadi ekspektasi investor menjadi nyata, yaitu ekonomi Negeri Adidaya akan segera bangkit setelah tersungkur pada kuartal II-2020.
Jajak pendapat yang dilakukan Reuters menunjukkan, dolar AS masih menjadi mata uang yang dominan karena investor pada akhirnya mencari aset yang aman di tengah ketidakpastian akibat wabah virus corona. Survei yang dilakukan pada 4-6 Mei menghasilkan median dolar AS akan menjadi mata uang favorit pelaku pasar setidaknya dalam lebih dari enam bulan ke depan.
![]() |
"Dalam situasi saat ini, investor tentu ingin bermain di aset-aset berisiko rendah. Akan ada keraguan untuk masuk ke aset-aset yang rentan," kata Jane Foley, Head od FX Strategy di Rabobank, seperti dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, masih ada kecenderungan investor memilih bermain aman dan enggan mengambil risiko sehingga dolar AS menjadi pilihan utama. Saat ini terjadi, arus modal yang mengalir ke pasar keuangan negara-negara berkembang menjadi seret sehingga sulit bagi IHSG dan rupiah untuk menguat.
Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, adalah konferensi per Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK). Dalam konferensi pers ini, akan dipaparkan kondisi terkini termasuk status stabilitas sistem keuangan nasional.
Salah satu hal yang patut mendapat perhatian adalah bagaimana proyeksi KSSK terhadap prospek pertumbuhan ekonomi domestik. Terakhir, KSKK memperkirakan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 2,3% pada 2020.
Namun belum lama ini Gubernur Perry mengungkapkan bahwa sepertinya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa di bawah 2,3%. Ini karena realisasi kuartal I yang jauh di bawah perkiraan.
BI memperkirakan ekonomi kuartal II-2020 akan tumbuh 0,4%, kuartal II-2020 tumbuh 1,2%, dan kuartal IV-2020 tumbuh 3,1%. "Keseluruhan tahun lebih rendah dari 2,3%," ujar Perry.
Jika proyeksi KSSK ternyata benar lebih suram, maka bisa menjadi sentimen negatif di pasar keuangan domestik. Investor akan ragu untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia apabila prospek ekonomi tidak secerah yang diperkirakan sebelumnya.
