Newsletter

Mengharap Berkah Ramadan, Semoga Ada Happy di Weekend Ini

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
24 April 2020 06:19
Wall Street/Brendan McDermid | Reuters
Foto: Wall Street/Brendan McDermid | Reuters
Pada perdagangan dini hari tadi, tiga indeks utama bursa saham New York bergerak dengan volatil sebelum akhirnya ditutup cenderung flat. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJI) menguat 0,17%, sementara S&P 500 dan Nasdaq composite masing-masing melemah 1%.

Di awal perdagangan, indeks saham Wall Street menguat seiring dengan dilaporkannya data klaim pengangguran AS periode mingguan. Mengacu pada data Departemen Tenaga Kerja AS, ada sebanyak 4,4 juta orang di AS yang mengajukan tunjangan pengangguran per 18 April kemarin.

Jumlah ini menurun dibandingkan pekan-pekan sebelumnya yang mencapai lebih dari 5 juta orang mengajukan klaim. Pasar pun sudah mengantisipasi rilis data pengangguran yang buruk ini akibat pandemi COVID-19 yang menyerang ekonomi AS. 



TS Lombard mencatat klaim baru tersebut cenderung melambat jumlahnya jika dibandingkan dengan pekan-pekan sebelumnya. Ini mengindikasikan bahwa pelonggaran lockdown bakal mengurangi jumlah pengangguran baru tersebut. Mereka memperkirakan April akan menjadi posisi terburuk pengangguran dan kemudian membaik kembali pada Mei dan seterusnya.

Wall Street semakin mencatatkan penguatan seiring dengan kenaikan harga minyak pada perdagangan kemarin (waktu AS). Harga minyak mentah acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) melesat hampir 20% pada perdagangan kemarin sebelum akhirnya dipatok di US$ 16,5/barel. Untuk minyak mentah acuan internasional yakni Brent juga menguat 4,7% ke US$ 21,33/barel.

Peningkatan itu sebagian didorong oleh ancaman Presiden Donald Trump bahwa AS akan "menghancurkan" kapal perang Iran yang melecehkan kapal-kapal Amerika di Teluk Persia yang kaya minyak. Hal ini dikatakan oleh Bjornar Tonhaugen, Kepala Pasar Minyak di Rystad Energy.

Selain itu, penguatan harga minyak juga didorong oleh rencana dari berbagai negara yang akan mencabut status lockdown yang artinya roda ekonomi akan berputar kembali dan membutuhkan lebih banyak bahan bakar dari sebelumnya. 

Harga si emas hitam sempat jatuh ke teritori negatif pada perdagangan awal pekan ini. Kontrak WTI pengiriman Mei ambles lebih dari 300% dalam sehari membawanya ke level terendah minus US$ 36,63/barel. Bukan hanya level terendah dalam sejarah, tetapi angka harga minyak yang menyentuh wilayah negatif juga baru terjadi pertama kali ini dalam catatan sejarah.

Namun kontrak pengiriman Mei sudah berakhir pada 21 April lalu. Kini kontrak pengiriman Juni yang aktif diperdagangkan. Seiring dengan dimulainya pemangkasan produksi minyak oleh Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak dan koleganya (OPEC+), dan kembali dibukanya perekonomian maka keseimbangan supply dan demand seharusnya membaik.

Namun ada kabar kurang sedap dari perkembangan obat COVID-19 yang diproduksi oleh Gilead Science yakni Remdesivir. Melansir Financial Times, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan obat ini gagal membuat pasien COVID-19 di China membaik. 

Namun harga saham-saham rebound setelah Gilead Science mengeluarkan pernyataan merespons laporan WHO tersebut. Gilead mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dokumen WHO memiliki karakterisasi studi yang tidak sesuai. "Dengan demikian, hasil penelitian tidak dapat disimpulkan, meskipun tren dalam data menunjukkan manfaat potensial untuk Remdesivir, terutama untuk pasien yang diobati pada awal penyakit," kata perusahaan, sebagaimana diwartakan CNBC International.



Namun karena belum ada kejelasan lebih lanjut, pasar yang sempat rebound dan bergerak volatil akhirnya harus memangkas penguatannya dan berakhir flat. Dengan begitu dalam sepekan ini Dow Jones masih terkoreksi 3%, sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite masih ambles masing-masing 2,67% dan 1,8%. (twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular