
Newsletter
Obat & Vaksin Corona, Dagangan Terlaris di Pasar Pekan Ini?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
20 April 2020 06:07
![[THUMB] Resesi](https://awsimages.detik.net.id/visual/2019/08/15/27dbf9fa-58eb-4577-ba99-c378eacea466_169.jpeg?w=900&q=80)
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari sedikit flashback melihat apa yang sudah pandemi COVID-19 lakukan terhadap perekonomian global.
Mari lihat China terlebih dahulu sebagai negara pertama yang terserang pandemi. Akibat wabah, ekonomi China jadi babak belur. Pada kuartal pertama tahun 2020, Produk Domestik Bruto (PDB) China mengalami kontraksi 6,8%. Ini merupakan kontraksi paling dalam sejak empat dekade terakhir.
Beralih ke Negeri Paman Sam, AS yang kini memimpin klasemen global dengan jumlah kasus kumulatif mencapai lebih dari 700 ribu, ekonominya juga porak poranda akibat musuh tak kasat mata yang bernama virus corona.
Merebaknya wabah COVID-19 di AS membuat gelombang tsunami PHK terjadi. Jumlah pengangguran meningkat pesat. Mengacu pada data Departemen Ketenagakerjaan AS, per 11 April lalu ada 5,2 juta klaim tunjangan pengangguran.
Angkanya menurun dari pekan sebelumnya sebesar 6,6 juta. Namun jika ditotal dalam 4 pekan terakhir lonjakan pengangguran di AS sudah mencapai lebih dari 22 juta orang. Jumlah ini sepadan dengan lapangan kerja yang tercipta di AS sejak krisis keuangan 2008.
Dua raksasa ekonomi global sudah luluh lantak akibat virus. Keduanya merupakan mitra strategis Indonesia baik dari segi perdagangan maupun investasi. Ekonomi Indonesia tak mungkin ‘immune’ melawan gejolak eksternal yang terlampau besar ini. Bank Indonesia memperkirakan perekonomian RI tumbuh 2,3% tahun ini.
Saking besarnya dampak pandemi, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pada 2020, ekonomi global akan terkontraksi sebesar 3%. Organisasi yang bermarkas di Washington itu juga mewanti-wanti dampak pandemi ini akan lebih besar dari Great Recession.
“Kemungkinan besar tahun ini, ekonomi global akan mengalami resesi yang hebat sejak Great Depression, melampaui krisis keuangan global satu dekade lalu” kata Gita Gopinath, Kepala Ekonom IMF, melansir CNBC International.
“Ini adalah sebuah periode krisis di mana guncangan yang terjadi tidak dapat dikendalikan dengan kebijakan ekonomi mengingat kita tidak tahu kapan pandemi akan berakhir” tambahnya. (twg/sef)
Mari lihat China terlebih dahulu sebagai negara pertama yang terserang pandemi. Akibat wabah, ekonomi China jadi babak belur. Pada kuartal pertama tahun 2020, Produk Domestik Bruto (PDB) China mengalami kontraksi 6,8%. Ini merupakan kontraksi paling dalam sejak empat dekade terakhir.
Beralih ke Negeri Paman Sam, AS yang kini memimpin klasemen global dengan jumlah kasus kumulatif mencapai lebih dari 700 ribu, ekonominya juga porak poranda akibat musuh tak kasat mata yang bernama virus corona.
Merebaknya wabah COVID-19 di AS membuat gelombang tsunami PHK terjadi. Jumlah pengangguran meningkat pesat. Mengacu pada data Departemen Ketenagakerjaan AS, per 11 April lalu ada 5,2 juta klaim tunjangan pengangguran.
Angkanya menurun dari pekan sebelumnya sebesar 6,6 juta. Namun jika ditotal dalam 4 pekan terakhir lonjakan pengangguran di AS sudah mencapai lebih dari 22 juta orang. Jumlah ini sepadan dengan lapangan kerja yang tercipta di AS sejak krisis keuangan 2008.
Dua raksasa ekonomi global sudah luluh lantak akibat virus. Keduanya merupakan mitra strategis Indonesia baik dari segi perdagangan maupun investasi. Ekonomi Indonesia tak mungkin ‘immune’ melawan gejolak eksternal yang terlampau besar ini. Bank Indonesia memperkirakan perekonomian RI tumbuh 2,3% tahun ini.
Saking besarnya dampak pandemi, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pada 2020, ekonomi global akan terkontraksi sebesar 3%. Organisasi yang bermarkas di Washington itu juga mewanti-wanti dampak pandemi ini akan lebih besar dari Great Recession.
“Kemungkinan besar tahun ini, ekonomi global akan mengalami resesi yang hebat sejak Great Depression, melampaui krisis keuangan global satu dekade lalu” kata Gita Gopinath, Kepala Ekonom IMF, melansir CNBC International.
“Ini adalah sebuah periode krisis di mana guncangan yang terjadi tidak dapat dikendalikan dengan kebijakan ekonomi mengingat kita tidak tahu kapan pandemi akan berakhir” tambahnya. (twg/sef)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular