Newsletter

Reli Wall Street Terhenti, Awas Kepeleset Seperti Emas!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
12 August 2020 06:25
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri kembali ditutup tak kompak pada perdagangan kemarin, Selasa (11/7/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan obligasi rupiah pemerintah RI mengalami apresiasi, sedangkan nilai tukar rupiah lagi-lagi harus tunduk di hadapan dolar greenback.

Membaiknya data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam serta terbukanya peluang stimulus lanjutan antara Gedung Putih dan Kongres dari Partai Demokrat membuat tiga indeks saham utama Wall Street ditutup menguat kemarin.

Kinerja saham-saham AS yang bisa dibilang lumayan menjadi sentimen positif yang membuat mayoritas indeks utama saham kawasan Benua Kuning berhasil melenggang ke zona hijau, tak terkecuali IHSG. 

IHSG ditutup menguat dengan apresiasi sebesar 0,63% ke 5.190,17. Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp 499 miliar di pasar reguler hari ini dengan nilai transaksi hari ini menyentuh Rp 9 triliun. Tercatat 242 saham harganya naik, 207 turun, sisanya 139 stagnan.

Sentimen dari dalam negeri datang dari kabar seputar bantuan sosial (bansos) dan juga data penjualan ritel bulan Juni yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI). Dalam upaya untuk mendongkrak daya beli masyarakat yang terkikis pandemi Covid-19, pemerintah terus berupaya untuk memberikan stimulus.

Salah satu bentuk stimulusnya adalah gaji ke-13 untuk PNS. Meski belum semua PNS menerima gaji ke-13, tetapi pencairannya sudah mulai dilakukan sejak Senin (10/8/2020).

Selain gaji ke-13, pemerintah juga menaikkan jumlah penerima bansos dari pegawai swasta yang tadinya hanya 13,8 juta pekerja menjadi 15,7 juta orang. Keputusan ini tentu menjadi sentimen positif untuk pasar. 

Di sisi lain, meski penjualan ritel bulan Juni masih dilaporkan mengalami kontraksi -17% (yoy), tetapi tercatat membaik dari bulan Mei yang anjlok 20% (yoy). BI memperkirakan penjualan eceran di bulan Juli juga masih terkontraksi. Hanya saja angkanya membaik ke -12% (yoy).

Kenaikan harga minyak mentah dunia akibat adanya sinyal perbaikan permintaan juga turut mendongkrak kinerja saham-saham emiten di sektor migas di dalam negeri. 

Kinerja IHSG yang baik juga diikuti oleh penguatan harga obligasi rupiah pemerintah RI bertenor 10 tahun. Peningkatan harga obligasi tercermin dari penurunan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah sebesar 0,09% kemarin. 

Namun nasib apes justru harus dialami oleh rupiah. Sempat menguat saat dibuka, nilai tukar rupiah berbalik arah dan kembali 'memble' di hadapan dolar AS di akhir perdagangan. 

Keperkasaan dolar AS pada akhirnya membuat mata uang Tanah Air ditutup di Rp 14.620/US$ atau melemah 0,21% di akhir perdagangan pasar spot kemarin. Pelemahan nilai tukar rupiah juga tak terlepas dari aksi investor yang mulai melakukan aksi jual terhadap mata uang RI. 

Hasil survei terbaru dari Reuters, menunjukkan rupiah masih tidak menarik bagi pelaku pasar, bahkan menunjukkan rupiah menjadi satu-satunya mata uang utama Asia yang "dibuang". Survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters yang menunjukkan investor masih mengambil posisi jual (short) rupiah.

Bagaimanapun juga pasar keuangan domestik masih dibayangi oleh isu resesi. Pada kuartal kedua tahun ini, output perekonomian RI menyusut 5,32% (yoy). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih ada kemungkinan pertumbuhan PDB RI mengalami kontraksi di kuartal ketiga. 

Apabila kuartal ketiga pertumbuhan ekonomi RI masih berada di zona negatif, maka Indonesia sebagai negara berkembang yang terkenal dengan laju pertumbuhannya yang relatif tinggi dibanding negara maju sah terjerembab di jurang resesi. 

Beralih ke bursa saham New York, usai menguat tujuh hari beruntun, akhirnya Wall Street harus masuk ke zona merah. Tiga indeks saham utama AS kompak mengalami koreksi pada perdagangan dini hari tadi. 

Di awal perdagangan, indeks S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average masih berada di zona hijau. Hanya Nasdaq Composite saja yang terbenam di zona merah. Namun di kurang dari satu jam menjelang penutupan perdagangan, S&P 500 dan Dow Jones berbalik arah. 

Pada akhirnya ketiga indeks saham tersebut harus rela melenggang ke garis finis dengan koreksi. Indeks S&P 500 turun 0,8%, Dow Jones terpangkas 0,37% sementara Nasdaq Composite ambles 1,69%. 

Koreksi di pasar saham AS tak terlepas dari terpangkasnya nilai kapitalisasi pasar saham-saham raksasa teknologi AS. Saham Facebook dan Amazon masing-masing turun lebih dari 2% bersama dengan Microsoft.

Apple dan Netflix juga mengalami penurunan dengan koreksi masing-masing sebesar 3,4% dan 3%. Saham induk perusahaan Google yakni Alphabet juga turun 1,1%.

Kerugian tersebut mengimbangi keuntungan dari saham yang diuntungkan dari pembukaan kembali ekonomi. Saham Gap naik lebih dari 2% dan Norwegian Cruise Line naik 3,4%. Wynn Resorts dan Simon Property juga ditutup menguat.

Baik S&P 500 dan Dow sempat diperdagangkan lebih tinggi dari hari sebelumnya setelah kantor berita lokal melaporkan Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim negara itu telah memberikan persetujuan peraturan untuk vaksin Covid-19 pertama di dunia.

Meskipun ada keraguan tentang apakah Rusia telah mengembangkan vaksin yang aman begitu cepat, berita tersebut memicu optimisme investor. Seorang eksekutif Johnson & Johnson juga mengatakan kepada Reuters bahwa perusahaan dapat menghasilkan 1 miliar dosis dari kandidat vaksinnya jika terbukti berhasil.

Namun kabar buruk seputar kelanjutan stimulus AS akhirnya membuat Wall Street terseret ke zona koreksi. 

Menteri Keuangan Steven Mnuchin mengatakan Gedung Putih terbuka untuk melanjutkan pembicaraan terkait bantuan sosial dengan kongres dari Partai Demokrat. Namun, Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell mengatakan negosiasi Selasa dengan Demokrat menemui jalan buntu.

Kinerja Wall Street yang tak apik dini hari jelas menjadi sentimen negatif untuk bursa saham Asia termasuk Indonesia yang akan buka pada pagi hari ini. Untuk itu investor perlu lebih berhati-hati dan mencermati berbagai sentimen lain yang menjadi penggerak pasar pada perdagangan hari ini. 

Sentimen pertama yang perlu dicermati tentunya seputar perkembangan pandemi Covid-19. Data John Hopkins University CSSE menunjukkan penderita Covid-19 secara global sudah mencapai angka lebih dari 20 juta orang. Setidaknya ada 738 orang yang dinyatakan meninggal dunia akibat penyakit ganas tersebut. 

Seperti yang diketahui bersama, pandemi Covid-19 menjadi risiko terbesar bagi perekonomian abad ini. Lockdown secara masif untuk mengendalikan penyebaran wabah telah menimbulkan konsekuensi serius berupa resesi global terparah sejak depresi hebat 1930. 

Saat ini dunia tengah berlomba untuk mengembangkan vaksin penangkal patogen berbahaya yang awal mulanya ditemukan di Wuhan, China bagian tengah tersebut. Kemajuan yang pesat dalam pengembangan vaksin memicu pasar keuangan menjadi bergairah. 

Kabar terbaru menyebutkan bahwa Rusia bakal menjadi negara pertama yang menemukan vaksin corona. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa vaksin yang dikembangkan Rusia tersebut telah disuntikkan kepada anaknya. 

Belum ada publikasi resmi atau data ilmiah yang menunjukkan keamanan dan efektivitas vaksin yang diceritakan Putin tersebut sehingga menimbulkan pandangan skeptis dari banyak pihak. 

Selain terkait perkembangan pandemi, investor juga perlu mencermati perkembangan hubungan Washington-Beijing yang semakin hari semakin panas.

Setelah pekan lalu pemerintahan Donald Trump memberikan sanksi ekonomi bagi 11 pejabat eksekutif China, kini giliran China yang melakukan aksi balasan dengan memberikan sanksi kepada 11 anggota parlemen AS seperti senator Ted Cruz, Marco Rubio and Tom Cotton.

Kisruh bilateral antara duo raksasa ekonomi global ini semakin membuat kondisi ekonomi global tertekan. Prospek pemulihan ekonomi ke depan suram dan penuh ketidakpatian. 

Risiko ketidakpastian yang tinggi pada akhirnya bisa memicu volatilitas yang tinggi pula di pasar keuangan. 

Sentimen lain yang perlu dicermati adalah penguatan dolar AS. Indeks dolar mulai bangkit dari posisi terlemahnya dalam dua tahun terakhir pada akhir pekan lalu. Keperkasaan greenback ini membuat rupiah berhasil bertekuk lutut.

Tak hanya rupiah saja yang dilibas oleh dolar AS, tetapi juga emas yang terus mencatatkan reli dalam sembilan pekan terakhir. Harga logam mulia tersebut akhirnya jatuh ke bawah US$ 2.000/troy ons akibat dolar AS yang begitu tangguh. 

Penguatan dolar AS ini perlu diwaspadai karena bisa memperburuk kinerja rupiah serta menjadi sentimen negatif di pasar keuangan domestik. 

Berikut sejumlah rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

1. Rlis data tingkat pengangguran Korea Selatan bulan Juli 2020 (06.00 WIB)

2. Rilis data Indeks Keyakinan Konsumen Australia versi Westpac bulan Agustus 2020 (07.30 WIB)

3. Rilis data neraca dagang Inggris bulan Juni 2020 (13.00 WIB)

4. Rilis data pertumbuhan ekonomi Inggris kuartal II-2020 pembacaan awal (13.00 WIB)

5. Rilis data investasi, produksi industri, manufaktur dan konstruksi Inggris (13.00 WIB)

6. Rilis data inflasi AS bulan Juli 2020 (19.30 WIB)

7. Rilis data stok minyak mentah mingguan AS (21.30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY)-5,32%
Inflasi (Juli 2020 YoY)1,54%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2020)4%
Defisit anggaran (APBN 2020)-6,34% PDB
Transaksi berjalan (kuartal I-2020)-1,42% PDB
Neraca pembayaran (kuartal I-2020)-US$ 8,54 miliar
Cadangan devisa (Juli 2020)US$ 135,1 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular