Newsletter

'Jelangkung' Corona Memanggil 'Kuntilanak' Resesi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 April 2020 06:15
Bau 'Darah' Resesi Kian Tercium di Wall Street
Ilustrasi Bursa Saham New York (AP Photo/Richard Drew)
Beralih ke Wall Street, tiga indeks utama di bursa saham New York ambles sepanjang pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 2,7%, S&P 500 melemah 2,08%, dan Nasdaq Composite terpangkas 1,7%.

Wall Street tidak akan selemah ini andai mampu menunjukkan performa yang lebih baik pada perdagangan akhir pekan. Pada akhir pekan lalu, DJIA anjlok 1,69%, S&P 500 jatuh 1,45%, dan Nasdaq melorot 1,53%.

Penyebabnya adalah rilis data ketenagakerjaan terbaru di Negeri Paman Sam. US Bureau of Labor Statistics melaporkan perekonomian AS kehilangan 701.000 lapangan kerja pada Maret 2010. Ini adalah kontraksi pertama sejak September 2010 dan menjadi yang terburuk sejak Maret 2009.

Hilangnya lapangan kerja membuat angka pengangguran di Negeri Paman Sam melonjak ke 4,4%. Ini menjadi yang tertinggi sejak Agustus 2017.

"Pada dua bulan pertama 2020, rata-rata lapangan kerja bertambah 245.000 sebelum penurunan tajam akibat virus corona. Pengurangan lapangan kerja terbanyak ada di sektor hiburan dan rekreasi yaitu sebanyak 417.000 karena banyak restoran dan bar menutup operasi. Ini menghapus kenaikan dalam dua tahun terakhir," sebut William Beach, Komisioner US Bureau of Labor Statistics, seperti dikutip dari keterangan resmi.


Pasar tenaga kerja yang semakin ketat membuat investor mencemaskan prospek perekonomian Negeri Adidaya. Dikhawatirkan ekonomi AS bisa mencatatkan kontraksi (pertumbuhan negatif) dalam waktu yang tidak sebentar.

"Kita mendapat peringatan terhadap apa yang akan terjadi ke depan dari data ini. Sepertinya kita tidak akan melihat pola V-Shaped (kontraksi dalam kemudian pulih dengan cepat) karena benar-benar belum ada langkah signifikan untuk mengatasi penyebab dari semua masalah ini. Proses akan terus berlangsung dan memakan waktu," kata Mike Turvey, Institutional Senior Trading Strategist di TD Ameritrade, seperti dikutip dari Reuters.

Penyebab dari semua masalah yang disebut Turvey adalah pandemi virus corona. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis Sabtu (5/4/20 2020) pukul 23:09 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia mencapai 1.237.420. Dari jumlah tersebut, 67.260 orang meninggal dunia (tingkat kematian 5,43%).

AS adalah negara dengan pasien corona terbanyak di dunia yaitu 321.762 orang. Korban jiwa akibat virus corona di Negeri Paman Sam mencapai 9.180 orang (tingkat kematian 2,85%).


Akibat terpaan virus corona, perekonomian AS diprediksi lumpuh. Wajar, sebab aktivitas warga sangat terbatas karena masyarakat takut (atau dilarang) keluar rumah agar tidak tertular virus. Hampir seluruh negara bagian di AS sudah menutup sekolah, museum, perkantoran, dan tempat-tempat yang menciptakan keramaian. Di beberapa negara bagian, restoran dan bar tidak melayani makan-minum di tempat, hanya boleh dibawa pulang.

Masalahnya, yang begini tidak cuma terjadi di AS. Berbagai negara pun melakukan kebijakan serupa. Bahkan negara seperti India dan Filipina menerapkan karantina wilayah alias lockdown. Warga sama sekali dilarang keluar rumah kecuali untuk urusan darurat, transportasi publik tidak beroperasi.

Jadi, kelesuan ekonomi menjadi sebuah fenomena global. Kala hampir seluruh negara mengalaminya, maka hasilnya adalah resesi ekonomi dunia.

"Kekhawatiran terhadap resesi ekonomi global semakin hari semakin terkonfirmasi. Sampai penyebaran virus mencapai puncak dan kemudian turun, sentimen positif hanya akan bertahan sebentar," kata Han Tan, Market Analyst di FXTM, seperti dikutip dari Reuters.



(aji/sef)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular