NEWSLETTER
Corona Oh Corona, Mengapa Dikau Makin Seram Saja...
Hidayat Setiaji,
CNBC Indonesia
09 March 2020 06:14
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia menguat pada perdagangan pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, sampai harga obligasi pemerintah begitu perkasa.
Sepanjang pekan lalu, IHSG membukukan penguatan 0,84%. IHSG bergerak searah dengan indeks saham utama Asia yang mayoritas mampu mencatat kenaikan secara mingguan.
Berikut perkembangan indeks utama Asia sepanjang pekan lalu:
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,84% di perdagangan pasar spot. Mengawali pekan di Rp 14.340/US$, rupiah finis di Rp 14.220/US$.
Sedangkan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun signifikan 23,3 basis poin (bps). Penurunan yield menandakan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
Dari dalam negeri, IHSG dkk bisa terangkat karena memang sudah terkoreksi begitu dalam. Meski pekan lalu menguat, tetapi IHSG masih terkoreksi parah yaitu 12,72%. Dalam periode yang sama, rupiah melemah 2,45% terhadap dolar AS.
Oleh karena itu, akan datang saatnya investor akan melihat IHSG dan rupiah sudah murah. Pelaku pasar akan kembali melirik dan memborong aset-aset di pasar keuangan Indonesia. Hasilnya adalah IHSG dan rupiah mengalami technical rebound.
Kebetulan pekan lalu ada sentimen eksternal yang suportif yaitu penurunan suku bunga acuan di AS. Pada 3 Maret jelang tengah malam waktu Indonesia, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) secara mengejutkan menurunkan suku bung acuan sebesar 50 bps ke 1-1,125%.
Mengejutkan karena keputusan ini diambil di luar rapat yang sudah terjadwal. Sedianya pertemuan Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) berlangsung pada 17-18 Maret.
Penurunan suku bunga acuan membuat berinvestasi di aset berbasis dolar AS (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) menjadi kurang menarik karena imbalannya juga ikut turun. Dolar AS kehilangan peminat sepanjang sepanjang pekan lalu Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) ambles 2,09%.
Berikut perkembangan indeks utama Asia sepanjang pekan lalu:
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,84% di perdagangan pasar spot. Mengawali pekan di Rp 14.340/US$, rupiah finis di Rp 14.220/US$.
Sedangkan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun signifikan 23,3 basis poin (bps). Penurunan yield menandakan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
Dari dalam negeri, IHSG dkk bisa terangkat karena memang sudah terkoreksi begitu dalam. Meski pekan lalu menguat, tetapi IHSG masih terkoreksi parah yaitu 12,72%. Dalam periode yang sama, rupiah melemah 2,45% terhadap dolar AS.
Oleh karena itu, akan datang saatnya investor akan melihat IHSG dan rupiah sudah murah. Pelaku pasar akan kembali melirik dan memborong aset-aset di pasar keuangan Indonesia. Hasilnya adalah IHSG dan rupiah mengalami technical rebound.
Kebetulan pekan lalu ada sentimen eksternal yang suportif yaitu penurunan suku bunga acuan di AS. Pada 3 Maret jelang tengah malam waktu Indonesia, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) secara mengejutkan menurunkan suku bung acuan sebesar 50 bps ke 1-1,125%.
Mengejutkan karena keputusan ini diambil di luar rapat yang sudah terjadwal. Sedianya pertemuan Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) berlangsung pada 17-18 Maret.
Penurunan suku bunga acuan membuat berinvestasi di aset berbasis dolar AS (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) menjadi kurang menarik karena imbalannya juga ikut turun. Dolar AS kehilangan peminat sepanjang sepanjang pekan lalu Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) ambles 2,09%.