
Newsletter
Kapan Sih AS-China Mau Teken Kesepakatan? Bosan Nunggunya...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 November 2019 05:59

Untuk perdagangan hari ini, investor patut memperhatikan sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan positif di Wall Street. Meski penguatan di bursa saham New York tidak seberapa, tetapi semoga cukup untuk membawa optimisme ke Asia.
Kedua adalah apalagi kalau bukan dinamika hubungan dagang AS-China. Walau Trump pede kesepakatan dagang bisa segera ditandatangani, tetapi ada satu hal yang berpotensi menjadi ganjalan yaitu Hong Kong.
Beijing sudah memanggil Duta Besar AS untuk China Terry Branstad. China menegaskan rancangan undang-undang penegakan hak asasi manusia di Hong Kong yang diusulkan Kongres AS adalah bentuk campur tangan terhadap kedaulatan negara lain.
"Kami mendesak AS untuk memperbaiki kesalahannya. Berhentilah mengintervensi Hong Kong dan ikut campur dengan urusan dalam negeri China," tegas Zheng Zeguang, Wakil Menteri Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.
Oleh karena itu, ketidakpastian masih menyelimuti prospek damai dagang AS-China. Meski Trump bilang kesepakatan sudah dekat, tetapi kapan waktu penandatanganannya masih belum jelas. Selama belum ada kabar soal itu, berbagai berita dan spekulasi akan berdatangan dan menjadi sentimen penggerak pasar.
Namun ada harapan di sentimen ketiga yaitu rilis data neraca perdagangan AS. Pembacaan awal menunjukkan neraca perdagangan Negeri Paman Sam masih defisit yaitu minus US$ 66,53 miliar. Walau defisit tetapi jauh lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang tekor US$ 70,55 miliar.
Data ini bisa menjadi sentimen positif bagi dialog dagang AS-China. Defisit perdagangan AS yang membaik bukan tidak mungkin membuat Trump puas sehingga AS bisa bernegosiasi dengan mood yang lebih enak.
Trump memang sangat khawatir soal defisit perdagangan, terutama dengan China. Sepanjang Januari-September 2019, AS mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala berdagang dengan Negeri Tirai Bambu. Tahun lalu, defisit perdagangan AS dengan China tercatat US$ 419,53 miliar.
Jadi, mari berharap data neraca perdagangan AS bisa menjadi pintu masuk bagi negosiasi yang lebih baik. Semoga...
Kedua adalah apalagi kalau bukan dinamika hubungan dagang AS-China. Walau Trump pede kesepakatan dagang bisa segera ditandatangani, tetapi ada satu hal yang berpotensi menjadi ganjalan yaitu Hong Kong.
Beijing sudah memanggil Duta Besar AS untuk China Terry Branstad. China menegaskan rancangan undang-undang penegakan hak asasi manusia di Hong Kong yang diusulkan Kongres AS adalah bentuk campur tangan terhadap kedaulatan negara lain.
"Kami mendesak AS untuk memperbaiki kesalahannya. Berhentilah mengintervensi Hong Kong dan ikut campur dengan urusan dalam negeri China," tegas Zheng Zeguang, Wakil Menteri Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.
Oleh karena itu, ketidakpastian masih menyelimuti prospek damai dagang AS-China. Meski Trump bilang kesepakatan sudah dekat, tetapi kapan waktu penandatanganannya masih belum jelas. Selama belum ada kabar soal itu, berbagai berita dan spekulasi akan berdatangan dan menjadi sentimen penggerak pasar.
Namun ada harapan di sentimen ketiga yaitu rilis data neraca perdagangan AS. Pembacaan awal menunjukkan neraca perdagangan Negeri Paman Sam masih defisit yaitu minus US$ 66,53 miliar. Walau defisit tetapi jauh lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang tekor US$ 70,55 miliar.
Data ini bisa menjadi sentimen positif bagi dialog dagang AS-China. Defisit perdagangan AS yang membaik bukan tidak mungkin membuat Trump puas sehingga AS bisa bernegosiasi dengan mood yang lebih enak.
Trump memang sangat khawatir soal defisit perdagangan, terutama dengan China. Sepanjang Januari-September 2019, AS mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala berdagang dengan Negeri Tirai Bambu. Tahun lalu, defisit perdagangan AS dengan China tercatat US$ 419,53 miliar.
Jadi, mari berharap data neraca perdagangan AS bisa menjadi pintu masuk bagi negosiasi yang lebih baik. Semoga...
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular