
Pantau AS-China Boleh, Tapi Jangan Lupa Meksiko Sudah Resesi!

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang positif. Semoga optimisme di New York bisa menular ke Asia, termasuk Indonesia.
Sentimen kedua, investor juga wajib terus memonitor perkembangan hubungan AS-China. Seperti biasa, ada sinyal yang mixed di sini.
Di satu sisi, Global Times memang melaporkan bahwa kedua negara sudah dekat dengan kata sepakat. Namun di sisi lain, masih ada perdebatan karena China tetap keukeuh memperjuangkan penghapusan seluruh bea masuk yang diterapkan selama masa perang dagang lebih dari setahun terakhir.
Selama perang dagang, AS sudah menerapkan bea masuk bagi importasi produk China senilai US$ 550 miliar. China membalas dengan membebankan bea masuk bagi produk made in the USA senilai US$ 185 miliar.
Sejauh ini AS masih ingin ada bea masuk bagi impor produk Negeri Tirai Bambu. Belum lama ini, Kepala Kantor Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer mengatakan penghapusan bea masuk tanpa melihat isu menyangkut perlindungan atas hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi adalah sebuah kesepakatan yang buruk buat Negeri Adidaya.
Oleh karena itu, mari kita nantikan saja sebenarnya AS-China maunya apa. Namun yang jelas, sebelum Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping meneken perjanjian damai dagang Fase I, berbagai spekulasi akan bergerak liar. Sayangnya, setiap spekulasi itu akan menjadi sentimen penggerak pasar.
Sentimen ketiga, ada kabar kurang enak. Meksiko resmi memasuki resesi setelah pada kuartal III-2019 membukukan kontraksi ekonomi (pertumbuhan negatif) 0,3%. Pada kuartal sebelumnya, ekonomi Negeri Telenovela terkontraksi 0,8%.
Resesi adalah kontraksi ekonomi selama dua kuartal beruntun pada tahun yang sama. Berdasarkan definisi ini, Meksiko sudah resesi.
Meksiko menjadi negara anggota G20 kedua setelah Turki yang masuk ke jurang resesi. Perkembangan di Meksiko bisa menjadi sentimen negatif bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Namun sejauh ini belum terlihat tanda-tanda investor melakukan aksi jual terhadap rupiah. Mengutip survei Reuters, investor masih berada di posisi long (beli) di mata uang Tanah Air.
Reuters menggunakan skala -3 sampai 3 untuk mengukur posisi long terhadap dolar AS. Semakin tinggi angkanya, maka posisi long terhadap dolar AS semakin tinggi yang mencerminkan tekanan jual terhadap mata uang domestik.
![]() |
Semoga apa yang terjadi di Meksiko tidak terlalu mempengaruhi persepsi investor terhadap aset-aset di negara berkembang lainnya. Akan tetapi, pasar keuangan Indonesia tetap harus waspada terhadap hal-hal yang tidak diinginkan.
(aji/aji)
