Newsletter

Deal or No Deal: Ini (Bukan) Pertarungan Terakhir AS-China

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
11 October 2019 07:04
Deal or No Deal: Ini (Bukan) Pertarungan Terakhir AS-China
Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat masuk ke zona hijau, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Kamis (10/10/2019) dengan koreksi tipis sebesar 0,09% ke 6.023,98. Kencangnya ayunan pergerakan transaksi di meja perdagangan para trader kemarin terjadi di tengah simpang-siur arah pembicaraan perang dagang.

Pasalnya mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan Kamis di zona hijau, meski tipis: indeks Nikkei naik 0,45%, indeks Shanghai menguat 0,78%, dan indeks Hang Seng terapresiasi 0,1%. Sementara itu, indeks Straits Times dan indeks Kospi senada dengan IHSG yang jatuh masing-masing sebesar 0,05% dan 0,88%.

Tidak heran, sebagian broker memilih mentransaksikan saham-saham lapis kedua di tengah gonjang-ganjing perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang seolah tak berkesudahan ini. Saham-saham lapis dua (second liner) meroket sejak awal tahun karena ditransaksikan dalam jumlah besar.



Sentimen negatif seputar outlook perang dagang muncul setelah harian South China Morning Post (SCMP) pada Rabu malam melaporkan bahwa AS dan China menghadapi kebuntuan dalam pembicaraan tingkat deputi pekan ini, sehingga indeks kontrak futures Dow Jones anjlok lebih dari 300 poin.

Tak hanya itu, SCMP juga melaporkan bahwa pembicaraan tingkat tinggi antara Wakil Perdana Menteri China Liu He akan berlangsung hanya sehari, dan bukannya dua hari. Isu alih teknologi, yang ditolak keras China, menjadi salah satu alasannya.

Namun, kekhawatiran Wall Street agak berkurang setelah pihak Gedung Putih menjawab CNBC International dan menyatakan bahwa laporan SCMP tak akurat mengklaim bahwa Liu dijadwalkan akan meninggalkan AS pada Jumat dan menghadiri makan malam pada Kamis.

Sentimen pelaku bursa Asia pun berayun ke zona hijau, meski sebagian lain termasuk di Indonesia masih belum yakin betul dengan perkembangan tersebut.





Sentimen negatif dari dalam negeri kian memayungi pasar kemarin, setelah Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 5% di 2019 ini. Angka ini turun dari prediksi April lalu, yakni 5,1%. Lembaga global ini mengatakan meski makroekonomi yang kuat telah menopang pertumbuhan, tetapi investasi tumbuh melambat.

Di sisi lain, kekhawatiran seputar pelemahan daya beli masyarakat masih memenuhi benak pelaku pasar setelah Bank Indonesia (BI) merilis Survei Penjualan Eceran (SPE) periode Agustus 2019, di mana penjualan barang-barang ritel tercatat tumbuh tipis 1,1% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Pertumbuhan tersebut melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada Juli sebesar 2,4% YoY, serta melambat jika dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (Agustus 2018) yang sebesar 6,1% YoY. Akibatnya, saham-saham konsumer kemarin terkena aksi bulan-bulanan sehingga indeks sektor barang konsumsi anjlok 1,07%.



Secara year to date, IHSG masih terkoreksi 2,3% sejak awal tahun hingga saat ini. Secara teknikal, IHSG cenderung berfluktuasi atau labil bergerak antara zona merah dan hijau di rentang sangat sempit.

BERLANJUT KE HAL 2>>>

Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada Kamis (10/10/2019) didorong pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengatakan pihaknya akan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He pada Jumat.

Indeks Dow Jones Industrial Average (Dow Jones) loncat 150,66 poin (0,6%) ke 26.496,67. Indeks Nasdaq tumbuh 0,6% ke 7.950,74 sementara indeks S&P 500 naik 0,7% ke 2.938,13. Penguatan ini membalik ekspektasi pasar yang masih negatif beberapa jam sebelum pembukaan, seperti terlihat di kontrak futures indeks bursa AS.


Dalam cuitannya, Trump mengatakan bahwa “Hari besar negosiasi dengan China. Mereka ingin mencapai kesepakatan, tapi apakah aku mau? Aku bertemu dengan Wakil Perdana Menteri besok di Gedung Putih.”

Harga saham Caterpillar melonjak menjadi yang berkinerja terbaik di indeks Dow Jones, dengan kenaikan sebesar 2,7%. Saham Apple juga meroket, yakni sebesar 1,4%. Saham perbankan yakni Morgan Stanley, Goldman Sachs dan J.P. Morgan Chase menguat lebih dari 1%. 

Sumber yang terlibat dalam negosiasi itu membisikkan informasi pada CNBC International bahwa jadwal Liu menjadi “fluid” dengan status sesi Jumat: “dipertanyakan.” Kemungkinannya, Wakil Menteri Liao Min akan tinggal di Washington untuk melanjutkan negosiasi sementara Liu He pulang lebih dulu.

Kemungkinan lain, tutur sumber tersebut, negosiasi bakal menghasilkan keputusan pada Kamis. Liu juga memberikan pernyataan bahwa China hadir bernegosiasi dengan “ketulusan murni” dan kesediaan untuk bekerja-sama dengan AS seputar isu neraca dagang dan akses pasar.

Bloomberg melaporkan bahwa pemerintah AS mempertimbangkan menunda kenaikan tarif yang rencananya diberlakukan pekan depan dengan syarat China meneken perjanjian seputar mata uang.

Tarif atas produk impor China senilai US$ 250 miliar sedianya dinaikkan dari 25% ke 30% pada 15 Oktober. Demikian juga dengan bea tambahan sebesar 15% untuk produk China lainnya senilai total US$160 miliar (berlaku mulai 15 Desember).

The New York Times juga melaporkan bahwa Trump mengizinkan beberapa perusahaan AS memasok produk tak sensitif kepada Huawei setelah awal tahun ini melarangnya.


BERLANJUT KE HAL 3 >>>

Retorika bernada optimistis muncul dari kedua belah pihak yang tengah berseteru. Wakil Perdana Menteri China Liu He menyatakan bahwa rombongan Beijing datang bernegosiasi ke AS dengan "ketulusan murni".

Di sisi lain, Trump menunjukkan antusiasmenya untuk bertemu dengan Liu pada Jumat pagi waktu setempat, alias sesuai jadwal. Mengklaim China ingin "mencapai kesepakatan dagang" sementara dirinya masih ogah-ogahan, Trump setidaknya memberikan sinyal pasti bahwa pertemuan bakal terjadi.

Dari sisi fundamental, inflasi AS dikabarkan flat pada September didorong pelemahan harga bahan bakar. Hanya saja, inflasi inti hanya naik 0,1% atau melemah dari posisi Agustus sebesar 0,3%. Secara tahunan, inflasi inti September AS di level 2,4% sementara indeks harga konsumen (IHK) di level 1,7%.

Pelemahan inflasi inti mengindikasikan efek perang dagang terhadap konsumen AS memang ada, meski masih terbatas. Data inflasi tersebut serempak dengan data lain yang bermunculan yang mengindikasikan adanya tekanan di perekonomian AS.

Ini merupakan kabar negatif, yang berujung pada ekspektasi munculnya kabar positif selanjutnya, yang lebih penting, yakni penurunan suku bunga acuan AS (Fed Funds Rate). Tidak heran, Wall Street menguat tadi malam, dan energi positif ini berpeluang menular ke bursa Asia termasuk Indonesia pada hari ini. Namun, lagi-lagi ini hanya sentimen sesaat.

Jika bicara perang dagang, sinyal yang mengemuka sejauh ini hanyalah menunjukkan bahwa pertemuan bakal terjadi. Namun jika bicara kesepakatan? Nanti dulu.

Setidaknya dua isu yang masih menjadi perdebatan alot adalah seputar tuntutan AS terkait mata uang, dan revisi kebijakan investasi China yang memaksa transfer teknologi di tengah tudingan minimnya perlindungan hak atas kekayaan intelektual.

Apalagi, AS telah memasuki wilayah sensitif dalam radar politik China, dengan memberikan sanksi terhadap pejabat China yang dinilai terlibat dalam pelanggaran hak azasi manusia (HAM) di Negeri Tirai Bambu tersebut.

Bagi China, kedaulatan dan urusan dalam negeri adalah harga mati. Mereka bakal berang ketika pihak luar mulai mencampuri urusan tersebut, apalagi memakainya untuk menyandera kepentingan ekonomi mereka.

Kita tentu berharap perang dagang ini akan segera berakhir. Namun apakah kedua belah pihak berharap aksi saling tembak ini berhenti pada Jumat nanti? Ini pertanyaan tersulit kali ini.


BERLANJUT KE HAL 4 >>>

 

Berikut adalah rilis data yang akan terjadi hari ini:

  • RUPSLB PT Jasa Prima Tbk (09:00 WIB);
  • RUPSLB PT Cardig Aero Service Tbk (09:30 WIB);
  • RUPSLB PT Bank China Construction Indonesia Tbk (14:00);
  • Rilis data harga ekspor dan impor AS (19:30 WIB);
  • Pertemuan AS-China (21:30 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY)

5,05%

Inflasi (September 2019 YoY)

3,39%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (September 2019)

5,25%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (Q2-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (Q2-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (September 2019)

US$ 124,3 miliar

*Tim Riset CNBC Indonesia

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular