
Saham 'Cabe Rawit' Ini Dominasi Transaksi Harian Bursa
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
10 October 2019 18:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Delapan saham ini perusahaan yang termasuk barisan saham lapis dua (second liner) ini 'menggila' sejak awal tahun karena ditransaksikan dalam jumlah besar.
Saham-saham tersebut terdiri dari PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), PT Pool Advista Indonesia Tbk (POOL), PT Hotel Mandarine Regency Tbk (HOME), PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI), PT Andira Agro Tbk (ANDI), dan PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE).
Dua perusahaan lain adalah PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk (BTPS).
Tingginya nilai transaksi turut menunjukkan tingginya minat transaksi pada saham-saham tersebut terutama di saat sentimen negatif dari global yaitu perang dagang dan ancaman resesi belum berpihak pada pasar saham secara keseluruhan.
Data transaksi yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia menunjukkan nilai transaksi delapan saham tersebut tidak jarang mengalahkan transaksi saham unggulan (blue chips) setiap harinya.
Tiga dari delapan emiten tersebut yaitu TCPI, ANDI, dan BTPS masih memiliki titel sebagai menjadi 'anak baru' di bursa karena baru menawarkan sahamnya ke publik dan mencatatkan kode sahamnya di papan perdagangan Bursa Efek Indonesia pada tahun lalu.
Hari ini saja hingga tulisan ini dirilis menjelang penutupan pasar, lima di antara saham tersebut yaitu ANDI, TCPI, MDKA, POOL, MDKA, dan TRAM masuk 10 besar saham dengan transaksi jumbo.
Saham ANDI ditransaksikan Rp 250,02 miliar. Saham blue chips yang transaksinya lebih kecil daripada ANDI adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO) Rp 168,16 miliar.
Kemarin, transaksi saham POOL, TCPI, MDKA, BTPS, dan FIRE juga mendominasi papan transaksi yang hanya diisi lima blue chips yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Padahal, nilai kapitalisasi pasar delapan emiten 'cabe rawit' tersebut di bawah Rp 32 triliun sehingga logika dasarnya adalah nilai transaksinya lebih kecil dibanding saham bernilai kapitalisasi pasar yang raksasa.
Dengan mengambil contoh salah satu saham blue chips yaitu BBRI dengan kapitalisasi pasar Rp 475,01 triliun, maka di atas kertas nilai transaksi saham-saham cilik itu tidak ada sepersepuluh dari nilai transaksi BBRI yang tercatat Rp 444,2 miliar.
Kapitalisasi pasar adalah nilai seluruh saham perusahaan, baik pendiri maupun publik dan pihak lain. Nilai tersebut dihitung dari nilai pasar saham di pasar reguler dikalikan dengan jumlah saham perusahaan yang sudah diterbitkan. Bahkan, kapitalisasi pasar tersebut juga akan bergantung dari persentase kepemilikan saham publik yang dapat ditransaksikan secara aktif.
Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa investor bursa menggemari saham 'jagoan kecil' tersebut, dengan kata lain pamor emiten-emiten kecil tersebut sedang naik.
Kenaikan nilai transaksi saham perseroan sejak awal tahun sampai hari ini (year to date/YTD) dibanding setahun terakhir memiliki rentang -2,17% sampai dengan 29,18%, dengan transaksi saham TCPI yang justru turun pada periode tersebut.
Namun, sejak 17 September, transaksi harian saham perusahaan yang dipimpin Dirc Richard Talumewo itu tidak pernah lebih rendah daripada Rp 107,57 miliar per hari dan rerata harian dari tanggal tersebut hingga hari ini mencapai Rp 193,85 miliar atau melonjak 319,85% dibanding YTD-nya.
Median transaksinya malah meroket menjadi Rp 206,71 miliar dari hitungan YTD Rp 24,22 miliar, atau jika boleh dihitung kenaikannya yaitu sebesar 753,24%.
Rerata transaksi terendah sejak awal tahun dimiliki MDKA yaitu Rp 35,44 miliar per hari, tetapi sejak 12 September saham perseroan belum pernah ditransaksikan di bawah Rp 69,16 miliar dan menjadi 'penghuni tetap' daftar transaksi terbesar harian.
Saham POOL sejak awal tahun ini saja tidak pernah ditransaksikan lebih rendah daripada Rp 136,52 miliar, dengan rerata transaksi Rp 190,47 miliar per hari. Pada periode setahun terakhir, saham tersebut memiliki nilai transaksi terendah harian Rp 93,53 miliar dan pernah ditransaksikan hingga Rp 344,32 miliar pada 30 November.
Saham HOME lebih menarik lagi, karena secara operasional Hotel Goodway di Batam yang dikelola HOME masih ditutup sehingga kinerja perseroan masih merugi Rp 10,97 miliar pada laporan keuangan yang dihitung per bulan tengah tahun tersebut.
Namun, setelah sukses menggelar rights issue Rp 1,7 triliun pada tengah tahun ini, saham perusahaan langsung aktif ditransaksikan hingga nilai transaksinya sejak 20 Juni melonjak menjadi Rp 267,32 miliar dari Rp 122,65 miliar per hari pada hitungan sejak awal tahun. Jika boleh dihitung kenaikan dari dua periode yang tidak apple to apple tersebut, maka pertumbuhannya mencapai 117,94%.
Per akhir Juni, setelah rights issue, pemegang saham publik perseroan berporsi 58,92% dan pemegang saham lain terdiri dari Hendra Brata 6,06%, Mediarto Prawiro 5,54%, Reksa Dana Emco Mantap 12,14%, Sea Link Investment Ltd 7,82%, dan PT Yuanita Securities Indonesia 9,52%.
Satu saham lain yaitu saham BTPS menjadi salah satu saham 'cabe rawit' yang patut diacungi empat jempol. Dengan kapitalisasi hanya Rp 27,22 triliun, saham perseroan berhasil masuk ke dalam indeks saham-saham paling likuid di bursa yaitu indeks LQ-45 sekaligus indeks saham unggulan IDX-80 sejak Agustus kemarin.
Namun, setelah masuk kedua indeks tersebut, nilai transaksi saham perseroan justru mengendor menjadi Rp 109,45 miliar per hari sejak awal Agustus hingga hari ini dibanding periode sejak awal tahun Rp 114,98 miliar per hari.
Di sisi lain, transaksi harian saham Alfa Energi Investama justru melonjak sejak akhir Agustus. Terhitung dari 30 Agustus, rerata transaksi saham perseroan tercatat Rp 122,49 miliar, naik dari Rp 76,59 miliar pada periode YTD. Saham perseroan belum pernah lebih rendah dari Rp 92,55 miliar sejak 30 Agustus, dibanding level terendah YTD yaitu Rp 26,6 juta pada 13 Februari.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Stock Split Merdeka Copper Gold Disetujui RUPS
Saham-saham tersebut terdiri dari PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), PT Pool Advista Indonesia Tbk (POOL), PT Hotel Mandarine Regency Tbk (HOME), PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI), PT Andira Agro Tbk (ANDI), dan PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE).
Dua perusahaan lain adalah PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk (BTPS).
Tingginya nilai transaksi turut menunjukkan tingginya minat transaksi pada saham-saham tersebut terutama di saat sentimen negatif dari global yaitu perang dagang dan ancaman resesi belum berpihak pada pasar saham secara keseluruhan.
Tiga dari delapan emiten tersebut yaitu TCPI, ANDI, dan BTPS masih memiliki titel sebagai menjadi 'anak baru' di bursa karena baru menawarkan sahamnya ke publik dan mencatatkan kode sahamnya di papan perdagangan Bursa Efek Indonesia pada tahun lalu.
Hari ini saja hingga tulisan ini dirilis menjelang penutupan pasar, lima di antara saham tersebut yaitu ANDI, TCPI, MDKA, POOL, MDKA, dan TRAM masuk 10 besar saham dengan transaksi jumbo.
Saham ANDI ditransaksikan Rp 250,02 miliar. Saham blue chips yang transaksinya lebih kecil daripada ANDI adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO) Rp 168,16 miliar.
Kemarin, transaksi saham POOL, TCPI, MDKA, BTPS, dan FIRE juga mendominasi papan transaksi yang hanya diisi lima blue chips yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Padahal, nilai kapitalisasi pasar delapan emiten 'cabe rawit' tersebut di bawah Rp 32 triliun sehingga logika dasarnya adalah nilai transaksinya lebih kecil dibanding saham bernilai kapitalisasi pasar yang raksasa.
Dengan mengambil contoh salah satu saham blue chips yaitu BBRI dengan kapitalisasi pasar Rp 475,01 triliun, maka di atas kertas nilai transaksi saham-saham cilik itu tidak ada sepersepuluh dari nilai transaksi BBRI yang tercatat Rp 444,2 miliar.
Kapitalisasi pasar adalah nilai seluruh saham perusahaan, baik pendiri maupun publik dan pihak lain. Nilai tersebut dihitung dari nilai pasar saham di pasar reguler dikalikan dengan jumlah saham perusahaan yang sudah diterbitkan. Bahkan, kapitalisasi pasar tersebut juga akan bergantung dari persentase kepemilikan saham publik yang dapat ditransaksikan secara aktif.
Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa investor bursa menggemari saham 'jagoan kecil' tersebut, dengan kata lain pamor emiten-emiten kecil tersebut sedang naik.
Kenaikan nilai transaksi saham perseroan sejak awal tahun sampai hari ini (year to date/YTD) dibanding setahun terakhir memiliki rentang -2,17% sampai dengan 29,18%, dengan transaksi saham TCPI yang justru turun pada periode tersebut.
Namun, sejak 17 September, transaksi harian saham perusahaan yang dipimpin Dirc Richard Talumewo itu tidak pernah lebih rendah daripada Rp 107,57 miliar per hari dan rerata harian dari tanggal tersebut hingga hari ini mencapai Rp 193,85 miliar atau melonjak 319,85% dibanding YTD-nya.
Median transaksinya malah meroket menjadi Rp 206,71 miliar dari hitungan YTD Rp 24,22 miliar, atau jika boleh dihitung kenaikannya yaitu sebesar 753,24%.
Rerata transaksi terendah sejak awal tahun dimiliki MDKA yaitu Rp 35,44 miliar per hari, tetapi sejak 12 September saham perseroan belum pernah ditransaksikan di bawah Rp 69,16 miliar dan menjadi 'penghuni tetap' daftar transaksi terbesar harian.
Saham POOL sejak awal tahun ini saja tidak pernah ditransaksikan lebih rendah daripada Rp 136,52 miliar, dengan rerata transaksi Rp 190,47 miliar per hari. Pada periode setahun terakhir, saham tersebut memiliki nilai transaksi terendah harian Rp 93,53 miliar dan pernah ditransaksikan hingga Rp 344,32 miliar pada 30 November.
Saham HOME lebih menarik lagi, karena secara operasional Hotel Goodway di Batam yang dikelola HOME masih ditutup sehingga kinerja perseroan masih merugi Rp 10,97 miliar pada laporan keuangan yang dihitung per bulan tengah tahun tersebut.
Namun, setelah sukses menggelar rights issue Rp 1,7 triliun pada tengah tahun ini, saham perusahaan langsung aktif ditransaksikan hingga nilai transaksinya sejak 20 Juni melonjak menjadi Rp 267,32 miliar dari Rp 122,65 miliar per hari pada hitungan sejak awal tahun. Jika boleh dihitung kenaikan dari dua periode yang tidak apple to apple tersebut, maka pertumbuhannya mencapai 117,94%.
Per akhir Juni, setelah rights issue, pemegang saham publik perseroan berporsi 58,92% dan pemegang saham lain terdiri dari Hendra Brata 6,06%, Mediarto Prawiro 5,54%, Reksa Dana Emco Mantap 12,14%, Sea Link Investment Ltd 7,82%, dan PT Yuanita Securities Indonesia 9,52%.
Satu saham lain yaitu saham BTPS menjadi salah satu saham 'cabe rawit' yang patut diacungi empat jempol. Dengan kapitalisasi hanya Rp 27,22 triliun, saham perseroan berhasil masuk ke dalam indeks saham-saham paling likuid di bursa yaitu indeks LQ-45 sekaligus indeks saham unggulan IDX-80 sejak Agustus kemarin.
Namun, setelah masuk kedua indeks tersebut, nilai transaksi saham perseroan justru mengendor menjadi Rp 109,45 miliar per hari sejak awal Agustus hingga hari ini dibanding periode sejak awal tahun Rp 114,98 miliar per hari.
Di sisi lain, transaksi harian saham Alfa Energi Investama justru melonjak sejak akhir Agustus. Terhitung dari 30 Agustus, rerata transaksi saham perseroan tercatat Rp 122,49 miliar, naik dari Rp 76,59 miliar pada periode YTD. Saham perseroan belum pernah lebih rendah dari Rp 92,55 miliar sejak 30 Agustus, dibanding level terendah YTD yaitu Rp 26,6 juta pada 13 Februari.
Hingga akhir Juni, pemegang saham publik perseroan cukup besar yaitu 43,65%, beserta pemegang saham lain yaitu Aris Munandar-direktur utama 40,72%, PT Asabri 15,63%, dan PT Kencana Prima Mulia 0,001%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Stock Split Merdeka Copper Gold Disetujui RUPS
Most Popular