Newsletter

Perih! Damai Dagang Ternyata Masih Sekadar Harapan Palsu

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
10 October 2019 06:58
Perih! Damai Dagang Ternyata Masih Sekadar Harapan Palsu
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka di zona merah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Rabu (9/10/2019) dengan koreksi sebesar 0,17% ke 6.029,16. Pelaku pasar Tanah Air seiya sekata dengan investor Asia yang memilih berjaga jarak dulu dengan aset investasi berisiko seperti saham.

Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan Rabu di zona merah: indeks Nikkei terkoreksi 0,61%, indeks Hang Seng melemah 0,81%, dan indeks Straits Times berkurang 0,67%.


Sentimen negatif merebak setelah Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi dunia sedang melambat dan perlambatan itu dirasakan oleh hampir seluruh negara di dunia. Perang dagang dan kebijakan proteksionistis dituding menjadi pemicunya.

"Pada 2019, kami memperkirakan pertumbuhan yang lebih lambat di hampir 90% dunia. Ekonomi global sekarang berada dalam perlambatan yang tersinkronkan. Ini berarti bahwa pertumbuhan tahun ini akan turun ke tingkat terendah sejak awal dekade," tutur Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva yang resmi menjabat pada Oktober, seperti dikutip dari CNBC International.

Pandangan IMF tersebut sejalan dengan proyeksi Bank Dunia. David Malpass, yang menjadi presiden World Bank (Bank Dunia) pada April lalu, juga memperkirakan bahwa ekonomi global akan tumbuh 2,6% pada tahun 2019. Itu merupakan tingkat pertumbuhan paling lambat dalam tiga tahun.


Sentimen negatif dari dalam negeri kian memayungi pasar kemarin, setelah Bank Indonesia (BI) merilis Survei Penjualan Eceran (SPE) periode Agustus 2019, di mana penjualan barang-barang ritel tercatat tumbuh tipis 1,1% secara tahunan (year-on-year/YoY).


Pertumbuhan tersebut melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada Juli sebesar 2,4% YoY, serta melambat jika dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (Agustus 2018) yang sebesar 6,1% YoY. 

Untuk hari ini, secara teknikal IHSG berpotensi menguat secara terbatas karena dorongan beli yang mulai muncul setelah sempat tertekan hingga ke level 6.017. Namun, fluktuasi berpotensi masih akan terjadi seiring terbentuknya pola doji, yang mana IHSG ditutup hampir sama dengan level pembukaannya.




Secara year to date, IHSG masih terkoreksi 2,3% sejak awal tahun hingga saat ini. Secara teknikal semestinya hari ini IHSG menguat, apalagi bursa Shanghai berakhir hijau serta dow futures di zona aman. Fokus pelaku pasar tertuju pada pertemuan tingkat tinggi antara AS dan China di Washington, D.C., yang akan dimulai Kamis (10/10/2019) waktu setempat.

BERLANJUT KE HAL 2>>>

Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada Rabu (9/10/2019) didorong sedikit kabar yang terdengar menggembirakan seputar pembicaraan dagang antara AS dan China, mengonfirmasi pertaruhan di bursa futures bahwa Wall Street bakal melaju positif.

Indeks Dow Jones Industrial Average (Dow Jones) loncat 180 poin (0,7%) ke 26.346,01. Indeks Nasdaq tumbuh 1,02% (79,96 poin) ke 7.903,74 sementara indeks S&P 500 naik 26,34 poin (0,91%) ke 2.919,4.



Saham Apple menjadi kontributur kenaikan tersebut dengan melompat 1,3% setelah analis Canaccord Genuity mendongkrak target harga saham emiten produsen iPhone ini menjadi US$ 260 per saham, dari semula US$ 240 per unit.

Pemicunya adalah laporan Bloomberg yang menyebutkan bahwa China siap menerima kesepakatan dagang secara parsial selama Presiden AS Donald Trump tak lagi mengenakan tarif. Beijing juga dikabarkan menerima konsesi non-inti seperti pembelian produk agrikultur AS.

Kenaikan sudah terbentuk pada pembukaan perdagangan pagi, dan konsisten bertahan hingga sesi penutupan Rabu. Maklum saja, jelang sehari negosiasi berjalan para pelaku pasar sungguh ingin melihat ada kesepakatan antara kedua pihak yang bertikai ini.



Negara Adidaya tersebut berencana menaikkan tarif terhadap produk impor dari China senilai US$ total $250 miliar, dari 25% menjadi 30% tepat pada tanggal 15 Oktober. Presiden AS Donald Trump mengancam kenaikan itu akan dikenakan jika tak ada kemajuan dalam negosiasi.

Di sisi lain, risalah rapat (minutes meeting) the Federal Reserve pada September lalu yang dirilis kemarin waktu setempat (dini hari waktu Indonesia Barat) cenderung berdampak netral terhadap sentimen pelaku pasar. Tidak ada hal yang baru di samping fakta bahwa The Fed mengkhawatirkan dampak perang dagang terhadap ekonomi.

Namun, bank sentral AS tersebut menilai pasar terlalu optimistis mengenai jumlah pemangkasan suku bunga acuan ke depannya. Ini mengindikasikan bahwa pandangan The Fed tidak 100% sejalan dengan arah keinginan pasar mengenai pelonggaran moneter.

Jadi, jangan terlampau senang dulu..


BERLANJUT KE HAL 3 >>>


Meski Wall Street menguat dan IHSG secara teknikal diprediksi masuk ke jalur hijau hari ini, tetapi anda perlu waspada. Hembusan angin buruk baru saja tertiup dari China. Harian South China Morning Post melaporkan bahwa AS dan China gagal mencapai kesepakatan dalam pertemuan tingkat wakil menteri yang dilakukan jelang pertemuan inti (Kamis-Jumat).

Bahkan, harian tersebut menyebutkan bahwa pembicaraan tingkat tinggi antara Wakil Perdana Menteri China Liu He hanya akan berlangsung satu hari, karena delegasi China bakal meninggalkan Washington pada Kamis. Padahal, rencana semula adalah negosiasi selama dua hari

Mendengar kabar ini, kontrak futures Dow Jones Industrial Average terpelanting lebih dari 300 poin pada pagi hari ini. Demikian juga dengan kontrak futures S&P 500 dan Nasdaq-100 yang tenggelam hingga 1%.

Sejauh ini, hingga newsletter ini diterbitkan, Gedung Putih belum mau memberikan komentar meski CNBC International telah meminta konfirmasi mengenai kabar buruk tersebut. Bersiaplah menghadapi kenyataan bahwa volatilitas bakal menerjang bursa Asia Pasifik, termasuk Indonesia.

Dari sisi fundamental, belum ada rilis data yang bakal memberikan alasan kuat bagi investor untuk masuk ke bursa dan berbelanja saham. Bank Indonesia (BI) akan merilsi angka pertumbuhan kredit per Agustus, tetapi Trading Economics memperkirakan bakal ada perlambatan yakni menjadi 9,3%, dari capaian sebulan sebelumnya pada 9,58%.

Angka inflasi AS per September baru akan diumumkan pada 19:30 WIB malam nanti atau 07:30 waktu setempat. 
Cermati inflasi inti, karena kuat-lemahnya daya beli masyarakat akan terbaca dari rilis data ini.

Konsensus Tradingeconomics memprediksi inflasi inti bakal tetap di angka 2,4% secara tahunan, sedangkan indeks harga konsumen diprediksi tumbuh sedikit menjadi 1,9% dari 1,7% (Agustus).

Namun sepertinya akan ada sentimen negatif dari sisi ketenagakerjaan. Rilis data klaim asuransi pengangguran baru (per 5 Oktober) diprediksi naik menjadi 221.000 dari angka September 219.000. Di sisi lain, klaim pengangguran lanjutan (per September) diduga tumbuh menjadi 1,655 juta, dari posisi sebulan sebelumnya 1,651 juta.

Jadi, kencangkan sabuk pengaman anda. Angin bakal bertiup kencang.. 


BERLANJUT KE HAL 4 >>>

 

Berikut adalah rilis data yang akan terjadi hari ini:

  • Rilis data pengangguran AS (19:30 WIB);
  • Rilis data inflasi AS (19:30 WIB);
  • RUPSLB PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (10:00 WIB);
  • RUPSLB PT Konstruksi Manggala Pratama Tbk (14:00 WIB);
  • Rilis data produksi bulanan OPEC (tentatif);
  • Rilis Pertumbuhan Kredit RI Agustus (tentatif); 
  • RUPSLB PT Jaya Real Property Tbk (tentatif);
  • Dividen PT Astra Graphia Tbk (tentatif).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY)

5,05%

Inflasi (September 2019 YoY)

3,39%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (September 2019)

5,25%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (Q2-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (Q2-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (September 2019)

US$ 124,3 miliar

*Tim Riset CNBC Indonesia

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(ags/ags) Next Article Wall Street Merana, Akankah September Menjadi Bulan Terburuk?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular