
Asa Damai Dagang Membuncah Lagi, Wall Street Siap Tancap Gas!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 October 2019 18:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan dibuka menguat pada perdagangan ketiga di pekan ini ini, Rabu (9/10/2019). Hingga pukul 17:45 WIB, kontrak futures indeks Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 203 poin, sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite diimplikasikan naik masing-masing sebesar 24 dan 77 poin.
Aksi beli akan dilakukan di bursa saham AS menyusul pemberitaan bahwa China masih bersedia untuk mendiskusikan kesepakatan dagang parsial dengan AS. Pemberitaan dari Bloomberg yang melansir seorang sumber menyebut bahwa China bersedia berdiskusi terkait dengan kesepakatan dagang parsial selama pemerintahan Presiden Donald Trump tak mengenakan bea masuk tambahan lagi bagi produk impor asal China, termasuk bea masuk tambahan yang rencananya akan berlaku efektif pada bulan ini dan Desember.
Pemberitaan tersebut menyebut bahwa Beijing akan menawarkan konsensesi seperti pembelian produk agrikultur asal AS, namun tak akan menawarkan konsesi terkait dengan permintaan utama dari AS seperti perubahan atas kebijakan subsidi yang selama ini dilakukan oleh pemerintahan Presiden Xi Jinping.
Financial Times mengabarkan bahwa China menawarkan untuk meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 10 miliar per tahun guna mencapai kesepakatan dagang parsial, dilansir dari CNBC International.
Sejatinya, keinginan China untuk meneken kesepakatan dagang parsial bukanlah hal baru. Sebelumnya, pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa pejabat pemerintahan China telah memberi sinyal bahwa Beijing enggan untuk menyetujui kesepakatan dagang secara menyeluruh seperti yang diinginkan oleh Trump.
Lebih lanjut, Wakil Perdana Menteri China Liu He disebut telah menginformasikan kepada pihak AS bahwa dirinya akan membawa proposal kesepakatan dagang ke Washington yang tak memasukkan komitmen untuk merubah praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China.
Namun, ada kekhawatiran bahwa China justru berubah sikap dengan menjadi enggan untuk meneken kesepakatan dagang dengan AS, walau itu hanyalah kesepakatan dagang parsial.
Kekhawatiran ini mencuat menyusul keputusan AS untuk memasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China dalam daftar hitam, membuat kedelapan perusahaan tersebut tak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap kaum Muslim di Xinjiang, China.
China dibuat berang dengan langkah AS tersebut dan dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya tak akan tinggal diam.
"China akan terus mengambil langkah-langkah yang tegas dan kuat untuk mempertahankan kedaulatan negara, keamanan, dan pembangunan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang, seperti dilansir dari CNBC International.
Kini, masih terbukanya kemungkinan bahwa kedua negara bisa meneken kesepakatan dagang parsial sukses membangkitkan minat investor untuk memburu instrumen berisiko seperti saham.
Pada pukul 22:00 WIB, Gubernur The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell dijadwalkan untuk berpartisipasi dalam diskusi panel di sebuah acara bertajuk Fed Listens yang diselenggarakan oleh Federal Reserve Bank of Kansas City.
Pada pukul 01:00 WIB, risalah (minutes of meeting) dari pertemuan The Fed di bulan September akan dirilis.
Partisipasi Powell dalam diskusi panel dan rilis risalah dari pertemuan The Fed di bulan September akan dimanfaatkan pelaku pasar untuk mencari petunjuk terkait dengan arah kebijakan moneter AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article 5 BUMN China Hengkang Dari Wall Street
Aksi beli akan dilakukan di bursa saham AS menyusul pemberitaan bahwa China masih bersedia untuk mendiskusikan kesepakatan dagang parsial dengan AS. Pemberitaan dari Bloomberg yang melansir seorang sumber menyebut bahwa China bersedia berdiskusi terkait dengan kesepakatan dagang parsial selama pemerintahan Presiden Donald Trump tak mengenakan bea masuk tambahan lagi bagi produk impor asal China, termasuk bea masuk tambahan yang rencananya akan berlaku efektif pada bulan ini dan Desember.
Pemberitaan tersebut menyebut bahwa Beijing akan menawarkan konsensesi seperti pembelian produk agrikultur asal AS, namun tak akan menawarkan konsesi terkait dengan permintaan utama dari AS seperti perubahan atas kebijakan subsidi yang selama ini dilakukan oleh pemerintahan Presiden Xi Jinping.
Sejatinya, keinginan China untuk meneken kesepakatan dagang parsial bukanlah hal baru. Sebelumnya, pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa pejabat pemerintahan China telah memberi sinyal bahwa Beijing enggan untuk menyetujui kesepakatan dagang secara menyeluruh seperti yang diinginkan oleh Trump.
Lebih lanjut, Wakil Perdana Menteri China Liu He disebut telah menginformasikan kepada pihak AS bahwa dirinya akan membawa proposal kesepakatan dagang ke Washington yang tak memasukkan komitmen untuk merubah praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China.
Namun, ada kekhawatiran bahwa China justru berubah sikap dengan menjadi enggan untuk meneken kesepakatan dagang dengan AS, walau itu hanyalah kesepakatan dagang parsial.
Kekhawatiran ini mencuat menyusul keputusan AS untuk memasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China dalam daftar hitam, membuat kedelapan perusahaan tersebut tak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap kaum Muslim di Xinjiang, China.
China dibuat berang dengan langkah AS tersebut dan dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya tak akan tinggal diam.
"China akan terus mengambil langkah-langkah yang tegas dan kuat untuk mempertahankan kedaulatan negara, keamanan, dan pembangunan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang, seperti dilansir dari CNBC International.
Kini, masih terbukanya kemungkinan bahwa kedua negara bisa meneken kesepakatan dagang parsial sukses membangkitkan minat investor untuk memburu instrumen berisiko seperti saham.
Pada pukul 22:00 WIB, Gubernur The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell dijadwalkan untuk berpartisipasi dalam diskusi panel di sebuah acara bertajuk Fed Listens yang diselenggarakan oleh Federal Reserve Bank of Kansas City.
Pada pukul 01:00 WIB, risalah (minutes of meeting) dari pertemuan The Fed di bulan September akan dirilis.
Partisipasi Powell dalam diskusi panel dan rilis risalah dari pertemuan The Fed di bulan September akan dimanfaatkan pelaku pasar untuk mencari petunjuk terkait dengan arah kebijakan moneter AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article 5 BUMN China Hengkang Dari Wall Street
Most Popular