
Newsletter
Pasar Keuangan Masih Positif, Tapi Awas Rapuh.. Kayak Kamu
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
11 September 2019 07:14

Dari Benua Biru Eropa, kemarin mayoritas indeks utama berbalik menguat setelah dibuka pada zona koreksi sejak pasar dibuka. Baru sekitar 2 jam menjelang penutupan, indeks utama di masing-masing negara menguat, terutama indeks FTSE 100 di London.
Indeks FTSE 100 di London naik 0,44%, DAX di Jerman naik 0,35%, dan CAC40 di Prancis naik tipis 0,08%. Pasar keuangan Eropa kemarin juga diwarnai peristiwa kembali hijaunya yield obligasi Jerman yaitu bund seri tenor 30 tahun.
Kenaikan yield, yang berarti penurunan harga, didorong oleh ekspektasi stimulus fiskal dan kekhawatiran terhadap skala stimulus yang akan diberikan ECB pekan ini.
Jerman dapat menghadapi potensi krisis ekonomi dengan menyuntikkan dana miliaran euro ke sistem keuangan mereka, kata menteri keuangannya, yang memberi sinyal kesiapan paket stimulus besar untuk menjaga Negeri Panser dari jurang resesi.
Dari Negeri Paman Trump, dua dari tiga indeks utama Wall Street ditutup positif dan mencerminkan arah investor yang semakin melepas saham yang dianggap lebih berisiko, di tengah masih absennya kekhawatiran perang dagang AS-China yang masih terjadi secara temporer.
Indeks S&P 500 naik tipis tadi pagi, dengan reli di saham energi dan industri yang mengimbangi koreksi di saham-saham sektor teknologi dan ril estate. Kondisi pasar itu dianggap sebagai cerminan perilaku investor yang lebih memilih saham berfundamental baik tetapi sudah mahal (value stock) dibanding saham berprospek tumbuh tetapi masih murah (growth stock).
Sektor industri mengangkat indeks Dow Jones Industrial Avg 0,28% yang berisi saham unggulan (blue chip) naik tipis dan juga mengerek S&P 500 meskipun lebih tipis yaitu 0,03%, sementara indeks Nasdaq yang lebih berat bobotnya di sektor teknologi membukukan koreksi ketiganya secara beruntun yaitu -0,04%.
"Peralihan ke saham yang lebih berorientasi valuasi sudah terjadi," ujar Robert Pavlik, chief investment strategist-senior portfolio manager dari SlateStone Wealth LLC di New York, kutip Reuters. "Investor sedang mencari area yang mungkin masuk akal dan berniat menurunkan risiko dalam portofolio mereka."
Harga produsen China turun bulan lalu dengan laju terdalam sejak 3 tahun terakhir, terutama akibat terpukul oleh perang dagang Beijing-Washington.
China diharapkan membeli lebih banyak produk pertanian AS untuk menuntaskan perundingan, seperti diberitakan South China Morning Post.
Data yang mengkhawatirkan dari China membebani pergerakan saham yang sensitif terhadap tarif .SPLRCT, yang turun 0,5%
Saat ini, investor menunggu bank sentral AS yaitu The Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa (ECB) untuk memangkas suku bunga mereka guna menggenjot pertumbuhan ekonomi. Perdana Menteri Jerman mengusulkan agar negerinya bersiap menghadapi potensi resesi dengan paket stimulus.
"Banyak orang yang berharap the Fed dan bank sentral negara lain untuk menurunkan suku bunga acuan," ujar Pavlik. "Tetapi coba pikirkan, jika mereka memangkas suku bunga maka hal itu berarti ekonomi mereka tidaklah bagus. Ini adalah arah logika yang salah."
Berita dari Jerman serta melunaknya tensi AS-China membuat tingkat imbal hasil (yield) obligasi AS yaitu US Treasury naik, searah dengan obligasi Jerman yang biasa disebut bund.
BERLANJUT KE HAL 3
(irv)
Indeks FTSE 100 di London naik 0,44%, DAX di Jerman naik 0,35%, dan CAC40 di Prancis naik tipis 0,08%. Pasar keuangan Eropa kemarin juga diwarnai peristiwa kembali hijaunya yield obligasi Jerman yaitu bund seri tenor 30 tahun.
Kenaikan yield, yang berarti penurunan harga, didorong oleh ekspektasi stimulus fiskal dan kekhawatiran terhadap skala stimulus yang akan diberikan ECB pekan ini.
Jerman dapat menghadapi potensi krisis ekonomi dengan menyuntikkan dana miliaran euro ke sistem keuangan mereka, kata menteri keuangannya, yang memberi sinyal kesiapan paket stimulus besar untuk menjaga Negeri Panser dari jurang resesi.
Dari Negeri Paman Trump, dua dari tiga indeks utama Wall Street ditutup positif dan mencerminkan arah investor yang semakin melepas saham yang dianggap lebih berisiko, di tengah masih absennya kekhawatiran perang dagang AS-China yang masih terjadi secara temporer.
Indeks S&P 500 naik tipis tadi pagi, dengan reli di saham energi dan industri yang mengimbangi koreksi di saham-saham sektor teknologi dan ril estate. Kondisi pasar itu dianggap sebagai cerminan perilaku investor yang lebih memilih saham berfundamental baik tetapi sudah mahal (value stock) dibanding saham berprospek tumbuh tetapi masih murah (growth stock).
Sektor industri mengangkat indeks Dow Jones Industrial Avg 0,28% yang berisi saham unggulan (blue chip) naik tipis dan juga mengerek S&P 500 meskipun lebih tipis yaitu 0,03%, sementara indeks Nasdaq yang lebih berat bobotnya di sektor teknologi membukukan koreksi ketiganya secara beruntun yaitu -0,04%.
"Peralihan ke saham yang lebih berorientasi valuasi sudah terjadi," ujar Robert Pavlik, chief investment strategist-senior portfolio manager dari SlateStone Wealth LLC di New York, kutip Reuters. "Investor sedang mencari area yang mungkin masuk akal dan berniat menurunkan risiko dalam portofolio mereka."
Harga produsen China turun bulan lalu dengan laju terdalam sejak 3 tahun terakhir, terutama akibat terpukul oleh perang dagang Beijing-Washington.
China diharapkan membeli lebih banyak produk pertanian AS untuk menuntaskan perundingan, seperti diberitakan South China Morning Post.
Data yang mengkhawatirkan dari China membebani pergerakan saham yang sensitif terhadap tarif .SPLRCT, yang turun 0,5%
Saat ini, investor menunggu bank sentral AS yaitu The Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa (ECB) untuk memangkas suku bunga mereka guna menggenjot pertumbuhan ekonomi. Perdana Menteri Jerman mengusulkan agar negerinya bersiap menghadapi potensi resesi dengan paket stimulus.
"Banyak orang yang berharap the Fed dan bank sentral negara lain untuk menurunkan suku bunga acuan," ujar Pavlik. "Tetapi coba pikirkan, jika mereka memangkas suku bunga maka hal itu berarti ekonomi mereka tidaklah bagus. Ini adalah arah logika yang salah."
Berita dari Jerman serta melunaknya tensi AS-China membuat tingkat imbal hasil (yield) obligasi AS yaitu US Treasury naik, searah dengan obligasi Jerman yang biasa disebut bund.
BERLANJUT KE HAL 3
(irv)
Pages
Most Popular