
Newsletter
Tahun Depan Mau Ngapain, Pak Jokowi?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 August 2019 07:12

Dari Wall Street, tiga indeks utama ditutup variatif tetapi jauh lebih baik dari kemarin yang melemah sangat dalam. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,39%, S&P 500 menguat 0,25%, tetapi Nasdaq Composite masih melemah tipis 0,09%.
Kekhawatiran investor di bursa saham New York terhadap resesi terobati dengan rilis data penjualan ritel AS. Pada Juli, penjualan ritel naik 0,7% month-on-month (MoM), jauh membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang turun 0,3% MoM. Angka Juli adalah yang tertinggi sejak Maret.
Selain itu, inversi yield obligasi pemerintah AS tenor dua dan 10 tahun sudah tidak lagi terjadi. Yield untuk obligasi tenor dua tahun adalah 1,4734% sementara yang 10 tahun tercatat 1,5017%.
Namun investor di Wall Street belum cukup berani untuk terlalu agresif sebab data lainnya masih memble. Pada Juli, produksi industri AS turun 0,2% MoM, memburuk dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 0,2% MoM.
Selain itu, investor juga masih mencemaskan perkembangan perang dagang dagang AS-China. Presiden AS Donald Trump kembali mengeluarkan retorika yang bisa membuat telinga Beijing panas.
"China, jujur saja, ingin sekali membuat kesepakatan (dagang). Namun kesepakatan itu harus sesuai dengan persyaratan kami. Kalau tidak, apa gunanya?" tegas Trump, seperti dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, risiko perang dagang AS-China masih belum bisa dikesampingkan. Sebab, bisa saja China kembali membalas pernyataan Trump dengan 'melemahkan' nilai tukar yuan. Lagi-lagi isu perang mata uang bisa muncul.
Apalagi Trump juga punya 'syarat' yang cukup unik. Melalui cuitan di Twitter, dia menyebut China harus menyelesaikan demonstrasi di Hong Kong terlebih dulu. Bahkan Trump mendorong Presiden China Xi Jinping untuk menemui para demonstran.
"China tentu ingin membuat kesepakatan. Namun biarkan mereka bekerja secara manusiawi di Hong Kong terlebih dulu. Saya tidak punya keraguan bahwa Presiden Xi ingin menyelesaikan masalah Hong Kong dengan cepat dan manusiawi. Pertemuan personal?" demikian cuit Trump.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Kekhawatiran investor di bursa saham New York terhadap resesi terobati dengan rilis data penjualan ritel AS. Pada Juli, penjualan ritel naik 0,7% month-on-month (MoM), jauh membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang turun 0,3% MoM. Angka Juli adalah yang tertinggi sejak Maret.
Selain itu, inversi yield obligasi pemerintah AS tenor dua dan 10 tahun sudah tidak lagi terjadi. Yield untuk obligasi tenor dua tahun adalah 1,4734% sementara yang 10 tahun tercatat 1,5017%.
Namun investor di Wall Street belum cukup berani untuk terlalu agresif sebab data lainnya masih memble. Pada Juli, produksi industri AS turun 0,2% MoM, memburuk dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 0,2% MoM.
Selain itu, investor juga masih mencemaskan perkembangan perang dagang dagang AS-China. Presiden AS Donald Trump kembali mengeluarkan retorika yang bisa membuat telinga Beijing panas.
"China, jujur saja, ingin sekali membuat kesepakatan (dagang). Namun kesepakatan itu harus sesuai dengan persyaratan kami. Kalau tidak, apa gunanya?" tegas Trump, seperti dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, risiko perang dagang AS-China masih belum bisa dikesampingkan. Sebab, bisa saja China kembali membalas pernyataan Trump dengan 'melemahkan' nilai tukar yuan. Lagi-lagi isu perang mata uang bisa muncul.
Apalagi Trump juga punya 'syarat' yang cukup unik. Melalui cuitan di Twitter, dia menyebut China harus menyelesaikan demonstrasi di Hong Kong terlebih dulu. Bahkan Trump mendorong Presiden China Xi Jinping untuk menemui para demonstran.
"China tentu ingin membuat kesepakatan. Namun biarkan mereka bekerja secara manusiawi di Hong Kong terlebih dulu. Saya tidak punya keraguan bahwa Presiden Xi ingin menyelesaikan masalah Hong Kong dengan cepat dan manusiawi. Pertemuan personal?" demikian cuit Trump.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular