Newsletter

H-1 Rilis Transaksi Berjalan, Bagaimana Nasib Pasar Keuangan?

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
08 August 2019 06:40
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Foto: Bursa Hong Kong (AP Photo/Vincent Yu)
Untuk perdagangan hari Kamis (8/8/2019), ada baiknya investor menaruh perhatian pada sejumlah sentimen yang berpotensi mempengaruhi arah gerak pasar.

Pertama, perkembangan dari nasib hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dengan China. Sebagaimana yang telah diketahui, AS masih membuka ruang untuk melanjutkan dialog dagang. Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow juga telah menyebut bahwa pihaknya menantikan kedatangan delegasi China untuk melakukan dialog di Washington awal bulan September.

Namun hingga kini, masih belum ada tanggapan dari pihak China. Jika nantinya ada tanggapan yang positif, maka boleh jadi membuat kekhawatiran investor mereda.

Kedua, kelanjutan dari perang mata uang. Hingga hari kemarin PBOC masih terlihat aktif melemahkan nilai tukar yuan. Bahkan untuk tiga hari berturut-turut. Kementerian Keuangan AS juga telah memberi label pada China sebagai 'manipulator mata uang'.

Jika tren tersebut terus berlanjut, maka perang mata uang akan terlihat semakin nyata dan menimbulkan kekhawatiran investor global. Ditakutkan, negara-negara lain ikut melakukan langkah serupa, yaitu usaha devaluasi mata uang.

Kombinasi antara perang dagang dan perang mata uang ditakutkan memicu resesi ekonomi seperti yang terjadi di AS pada tahun 1930an.


Ketiga, harga minyak mentah yang amblas ke level terendah dalam tujuh bulan boleh jadi menjadi sentimen positif yang dapat memberi daya angkat bagi nilai tukar rupiah.

Pada pukul 05:00 Wib, harga minyak Brent kontrak pengiriman Oktober anjlok hingga 4,6% ke level US$ 56,23/barel. Sementara harga light sweet (West Texas Intermediate/WTI) runtuh 4,74% menjadi US$ 52,25/barel.

Selain dari risiko perlambatan ekonomi akibat perang dagang, kejatuhan harga minyak juga disebabkan adanya kenaikan stok minyak mentah di AS. Berdasarkan data dari Energi Information Administration (EIA), stok minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir pada 2 Agustus melonjak 2,4 juta barel, berlawanan arah dengan konsensus yang memprediksi penurunan sebesar 2,8 juga barel.

Bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah berkah. Sebagai negara net-importir minyak, harga murah berarti juga ada penurunan jumlah yang berhamburan ke luar negeri. Alhasil tekanan pada neraca transaksi berjalan Indonesia yang kerap kali mengalami defisif bisa dikurangi. Rupiah jadi punya energi lebih untuk melawan tekanan mata uang lain.

Keempat, Jerman mengumumkan tingkat produksi industrial bulan Juni terkontraksi hingga 1,5% secara bulanan (month-on-month/MoM). Angka kontraksi tersebut jauh lebih dalam ketimbang prediksi konsensus Reuters yang sebesar 0,4% MoM.

Menteri Ekonomi Jerman mengatakan bahwa sepanjang kuartal II-2019, produksi industrial telah terkontraksi 1,8%, terutama pada sektor logam, mesin, dan manufaktur otomotif.

Perang dagang AS-China disebut menjadi dalang dari buruknya performa industri Jerman. Pasalnya AS dan China merupakan negara tujuan ekspor utama bagi Negeri Panzer.



"Semakin lama ini [perang dagang] berlanjut, semakin besar pula kemungkinan perekonomian sektor lain akan terseret ke bawah. Ekspektasi pertumbuhan ekonomi Jerman kemungkinan besar akan dipangkas lagi," ujar Alexander Krueger, ekonom Bankhaus Lampe, dikutip dari Reuters.

Bahayanya, Jerman merupakan negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia dan nomor satu di Eropa. Jika sampai Jerman mengalami resesi, maka dampaknya juga akan meluas. Satu lagi risiko yang dapat terus memperlambat laju pertumbuhan ekonomi global.

BERLAJUT KE HALAMAN 4>>> (taa/taa)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular