Newsletter

Asyik! Kabar Terbaru The Fed akan Buat Indonesia Makin Seksi

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
19 July 2019 06:15
Asyik! Kabar Terbaru The Fed akan Buat Indonesia Makin Seksi
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak cukup impresif pada penutupan perdagangan kemarin (18/7/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) nilai tukar rupiah sama-sama menguat, hanya harga obligasi pemerintah saja yang melanjutkan tren penurunan.

Pada perdagangan kemarin, IHSG finis di zona hijau dengan apresiasi sebesar 0,14% ke level 6.403,29. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,18%, di mana US$ 1 dibanderol Rp 13.900 kala penutupan pasar spot.

Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun naik tipis 3,8 basis poin (bps) ke 7.143%. Penguatan yield menandakan harga obligasi sedang turun karena rendahnya permintaan.

Rilis Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia menjadi katalis penyelamat yang mendongkrak mood investor Tanah Air di tengah hawa mendung yang menyelimuti pasar keuangan global.

Gubernur BI Perry Warjiyo dan kolega akhirnya luluh dan memenuhi ekspektasi pasar dengan memangkas dengan memangkas suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI Repo Rate) 25 basis poin (bps) ke level 5,75%.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juli 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps (menjadi) 5,75%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Penurunan tersebut sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia bahwa tingkat suku bunga acuan akan diturunkan 25 bps pada rapat RDG kemarin.

Keputusan tersebut sontak disambut hangat oleh investor Tanah Air, karena untuk pertama kalinya sejak 22 September 2017 BI kembali melonggarkan kebijakan moneternya.



Perry menyampaikan alasan penurunan BI Repo Rate adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan penurunan suku bunga acuan akan mengerek tingkat suku bunga kredit ke level yang lebih rendah, sehingga sektor rumah tangga dan dunia usaha dapat berekspansi.

"BI akan mendorong peningkatan kredit untuk mendorong pertumbuhan yang masih di bawah level optimum," kata Perry usai RDG BI di Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Terlebih, BI masih membuka ruang untuk kebijakan akomodatif ke depan.

"BI memandang masih terbuka ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif, sejalan dengan rendahnya inflasi dan momentum mendorong pertumbuhan ekonomi. Kami sudah akomodatif dalam beberapa bulan terakhir dan tetap akomodatif ke depannya. Kita longgarkan kebijakan atau bisa juga penurunan suku bunga," papar Perry.

Di lain pihak, meski pasar keuangan Indonesia finis di zona hijau pada perdagangan kemarin, tapi bisa dibilang penguatannya cukup terbatas.

Hal ini dikarenakan masih ada hawa mencekam dari memanasnya tensi dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, AS dan China.

Melansir laporan dari Wall Street Journal, negosiasi dagang antara Washington dan Beijing mandek karena kedua pihak tidak mencapai kata sepakat terkait dengan kasus Huawei, dilansir dari CNBC International.

Informasi ini menyusul pernyataan Presiden AS Donald Trump bahwa jalan masih panjang untuk mencapai kesepakatan dagang.

Head of Economics and Strategy di Mizuho Bank, Vishnu Varathan menyampaikan ini adalah waktu yang tepat untuk mengingatkan bahwa jangan terlalu berpuas diri dan menganggap resiko AS-China akan menurun sering dengan dimulainya babak baru pembicaraan bilateral, dikutip dari CNBC International.

(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Lagi-Lagi Wall Street Diselamatkan oleh Anggota The Fed

Sementara itu beralih ke Wall Street, tiga indeks utama kompak ditutup menguat pada perdagangan kemarin setelah komentar dari salah satu anggota dewan Bank Sentral AS/The Fed mendongkrak ekspektasi pelaku pasar bahwa The Fed akan melonggarkan kebijakan moneter mereka lebih agresif

Data pasar menunjukkan Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat tipis 0,01%, S&P 500 melesat 0,8%, lalu Nasdaq Composite ditutup naik 0,3%.

Bursa saham Negeri Paman Sam menggeliat setelah pada sore hari waktu setempat kemarin, Presiden The Fed Cabang New York John Williams mengatakan bank sentral perlu "bergerak cepat" ketika ekonomi melambat.

"Lebih baik mengambil tindakan pencegahan daripada menunggu sampai bencana terjadi," ujar Williams dikutip dari CNBC International.

Selepas komentar Williams, investor meningkatkan taruhan mereka bahwa The Fed bisa memangkas suku bunga acuan AS atau Federal Funds Rate (FFR) lebih dalam dari 25 basis poin (bps) untuk pertemuan akhir Juli mendatang.

Melansir CME Fedwatch, probabilitas pemangkasan FFR 50 bps yang pada 17 Juli berada di 34,3%, langsung melesat menjadi 70%. Kemudian peluang pemotongan suku bunga acuan 25 bps kini hanya 30%, dari sebelumnya 65,7%.

Komentar Williams merupakan angina segar bagi indeks utama Wall Street kemarin karena sebelumnya, pelaku pasar dibuat kecewa oleh rilis hasil kinerja keuangan emiten penyedia layanan konten hiburan, Netflix Inc.

Harga saham Netflix Inc anjlok 10,3% setelah perusahaan mengumumkan adanya penurunan jumlah pelanggan (subscriber) di AS, ditambah dengan pertumbuhan jumlah anggota untuk pasar global yang lebih lambat dari target, dilansir CNBC International.

Koreksi tersebut patut disayangkan karena tampaknya pelaku pasar memberi poin lebih pada jumlah subscriber, ketimbang fakta bahwa pada kuartal kedua perusahaan berhasil membukukan pendapatan yang melebihi ekspektasi pasar, dilansir CNBC International.

Penurunan pada harga saham Netflix membebani sektor layanan komunikasi, yang merupakan salah satu indeks sektoral di S&P 500 dengan kinerja terbaik sepanjang tahun ini, dikutip dari Reuters.

"Saya pikir ada asumsi bahwa apa pun yang terjadi di dunia orang akan duduk di rumah dan menonton televisi dan memilih saluran Netflix," ujar Jack Ablin, Founding Partner and Chief Investment Officer di Cresset Asset Management yang berlokasi di Chicago seperti diwartakan di Reuters.

"Saya pikir para investor telah melihat perusahaan-perusahaan teknologi dengan pertumbuhan besar, bergerak agak defensif," tambahnya.

(BERLANJUT KE HALAMAN TIGA) Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya perkembangan Wall Street yang positif, meski relatif terbatas. Semoga ini cukup untuk mendongkrak semangat pelaku pasar di Asia saat memulai perdagangan.

Sentimen kedua adalah besar kemungkinan pasar keuangan Indonesia masih akan menerima imbas positif dari keputusan Perry Warjiyo yang telah memangkas BI Repo Rate 25 bps.

Hal ini dikarenakan, setelah pengumuman RDG kemarin sekitar pukul 14:30 WIB, pelaku pasar belum mendapat waktu yang cukup untuk benar-benar mencerna. Hal ini terlihat dari pergerakan pasar keuangan Indonesia yang ditutup menguat terbatas.

Terlebih lagi rupiah akan semakin mendapat katalis lebih dari sentimen ketiga, yaitu kabar terbaru dari anggota The Fed yang membuat berinvestasi pada aset-aset yang berbasis mata uang Garuda akan tetap 'seksi' bagi investor.

Pasalnya, komentar Presiden The Fed New York John Williams membuat pelaku pasar global menempatkan taruhan yang lebih besar atas pemangkasan suku bunga acuan AS yang awalnya diekspektasi turun 25 bps, sekarang diproyeksi akan dipangkas 50 bps

Harapan tersebut tentunya langsung membebani kinerja mata uang Negeri Adidaya. Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) langsung anjlok hingga 0,54%.

Melemahnya dollar AS memberikan kesempatan bagi rupiah dkk untuk menawarkan keuntungan yang lebih besar kepada investor.



Kemudian pelaku pasar juga patut mencermati sentimen keempat, yaitu kembali terpangkasnya harga minyak mentah global. Pada pukul 05:20 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet anjlok masing-masing 2,72% dan 1,48%. Ini berarti harga minyak dunia telah mencatatkan koreksi selam 4 hari berturut-turut.

Sejatinya harga minyak mentah dunia sempat mengalami kenaikan di sesi awal setelah Iran mengatakan telah menangkap sebuah kapal tanker asing di wilayahnya. Namun, harga kembali turun karena diperkirakan produksi minyak AS akan kembali meningkat setelah badai yang menerpa Teluk Meksiko pekan lalu mereda, dilansir CNBC International.

Royal Dutch Shell, salah satu produsen minyak terbesar dunia, mengatakan pada hari Rabu (17/7/2019) pihaknya telah melanjutkan sekitar 80% dari rata-rata produksi harian di wilayah tersebut, dikutip dari CNBC International.

Koreksi harga minyak adalah berkah bagi rupiah. Sebab penurunan harga minyak bisa membuat biaya impor komoditas ini lebih murah. Sesuatu yang tentu menguntungkan bagi negara net importir minyak seperti Indonesia.

(BERLANJUT KE HALAMAN EMPAT) Simak Agenda dan Data Berikut Ini

Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:

• Inflasi, Jepang (06:30 WIB)
• Indeks harga produsen, Uni Eropa (13:00 WIB)
• Penjualan motor, Indonesia (14:00 WIB)
• Transaksi berjalan, Uni Eropa (15:00 WIB)
• Indeks keyakinan bisnis Q3-2019, Hong Kong (15:30 WIB)
• Indeks harga produsen, Korea Selatan (16:00 WIB)
• Penjualan ritel, Kanada (19:30 WIB)
• RUPSLB PT Indonesia Pondasi Raya Tbk (IDPR) (16:15 WIB)
• RUPSLB PT Barito Pacific Tbk (BRPT) (10:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q1-2019 YoY)5,17%
Inflasi (Juni 2019 YoY)3,28%
BI 7-Day Reverse Repo Rate (Juli 2019)5,75%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (1Q-2019)-2,6% PDB
Neraca pembayaran (1Q-2019)US$ 2,42 miliar
Cadangan devisa (Juni 2019)US$ 123,8 miliar
  
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular