Newsletter

AS-China Memang Makin Mesra, Tapi Jangan Senang Dulu....

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 July 2019 07:15
AS-China Memang Makin Mesra, Tapi Jangan Senang Dulu....
Foto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditransaksikan menguat pada perdagangan kemarin: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,33%, rupiah menguat 0,11% melawan dolar AS di pasar spot, dan imbal hasil (yield) obligasi seri acuan tenor 10 tahun turun 0,2 bps.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Kemarin, kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei menguat 2,13%, indeks Shanghai naik 2,22%, dan indeks Straits Times menguat 1,52%.

Mendinginnya hubungan antara AS dengan China sukses memantik aksi beli secara besar-besaran di bursa saham Benua Kuning. Pasca berbincang sekitar 80 menit di sela-sela gelaran KTT G20 di Osaka, Jepang, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menyetujui gencatan senjata di bidang perdagangan sekaligus membuka kembali pintu negosiasi yang sempat tertutup.

Dilansir dari CNBC International, kedua negara secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk tak saling mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor dari masing-masing negara.

Media milik pemerintah China Xinhua menyebut bahwa kedua pimpinan negara setuju "untuk memulai kembali negosiasi dagang antar kedua negara dengan dasar kesetaraan dan rasa hormat."

Lebih lanjut, Trump menyebut bahwa China akan membeli produk-produk agrikultur asal AS dalam jumlah besar.

"Kami menahan diri dari (mengenakan) bea masuk dan mereka akan membeli produk pertanian (asal AS)," tutur Trump, dilansir dari CNBC International.

Sentimen positif yang datang dari mendinginnya bara perang dagang AS-China berhasil membuat pelaku pasar mengabaikan rilis data ekonomi yang mengecewakan.

Kemarin, Manufacturing PMI China periode Juni 2019 versi Caixin diumumkan di level 49,4, lebih rendah ketimbang konsensus yang sebesar 50, seperti dilansir dari Trading Economics.

Sebagai informasi, angka di bawah 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur mengalami kontraksi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Manufacturing PMI China bulan lalu yang sebesar 49,4 merupakan yang terendah sejak awal tahun.



Dari dalam negeri, sentimen positif bagi pasar keuangan tanah air datang dari rilis angka inflasi. Kemarin siang, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode Juni 2019.

Hasilnya, inflasi secara bulanan diumumkan di level 0,55%, di atas konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang sebesar 0,46% dan inflasi tahunan berada di level 3,28%. Kemudian, inflasi inti tercatat sebesar 3,25% secara tahunan, di atas konsensus yang sebesar 3,12%.

Inflasi inti yang berada di atas ekspektasi mengindikasikan perbaikan daya beli masyarakat Indonesia. Hal ini lantaran inflasi inti sudah mengeluarkan komponen yang bergejolak yakni harga pangan dan energi.

Selama ini, konsumsi rumah tangga memegang peranan yang besar dalam perekonomian Indonesia. Bahkan, pos tersebut membentuk lebih dari 50% perekonomian Indonesia.

Kala konsumsi rumah tangga kuat, besar harapan bahwa perekonomian Indonesia akan bisa dipacu untuk tumbuh di level yang relatif tinggi. Hal ini tentu merupakan kabar baik bagi pasar keuangan tanah air.

BERLANJUT KE HALAMAN 2
Beralih ke AS, Wall Street langsung tancap gas pada perdagangan pertama di pekan ini: indeks Dow Jones naik 0,44%, indeks S&P 500 menguat 0,77%, dan indeks Nasdaq Composite naik 1,06%. Indeks S&P 500 ditutup di level tertinggi sepanjang masa.

Sama seperti yang terjadi di bursa saham Asia, kembalinya AS dan China ke meja perundingan telah membangkitkan hasrat pelaku pasar untuk memburu instrumen berisiko seperti saham.

Mengingat China merupakan mitra dagang utama AS, tentu absennya eskalasi perang dagang dengan Negeri Panda akan mampu mendorong perekonomian AS tumbuh di level yang relatif tinggi.

Saham-saham pembuat chip membukukan kenaikan yang signifikan pada perdagangan kemarin: Skyworks Solutions melesat 6%, Micron Technology menguat 3.9%, Qualcomm naik 1,93%, dan Broadcom terapresiasi 4,3%.

Harga saham produsen chip terkerek naik seiring dengan pernyataan dari Trump bahwa AS akan meringankan sanksi yang sebelumnya dibebankan kepada raksasa pembuat perangkat telekomunikasi asal China, Huawei. Pernyataan ini diumumkan oleh Trump pascabertemu dengan Xi di sela-sela gelaran KTT G20 kemarin.

“Salah satu hal yang akan saya izinkan adalah – banyak orang terkejut bahwa kami mengirim dan menjual banyak sekali produk ke Huawei yang pada akhirnya diproduksi menjadi berbagai macam hal – dan saya katakan oke, kami akan tetap menjual produk tersebut,” kata Trump, dilansir dari CNBC International.

Sebelumnya pada bulan Mei, AS memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam yang membuat perusahaan-perusahaan asal AS tak bisa menjual atau mentransfer teknologi yang mereka miliki ke Huawei tanpa adanya lisensi khusus.



Selain karena kemesraan AS dengan China, kemesraan AS dengan Korea Utara ikut memantik aksi beli di bursa saham AS. Selepas gelaran KTT G20 berakhir, Trump bertolak ke Korea Selatan.

Menjelang kunjungannya tersebut, Trump mengungkapkan keinginannya untuk bertemu dengan Pimpinan Korea Utara, Kim Jong Un. Hal ini diungkapkan melalui akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump.

Secara mengejutkan, Kim bersedia untuk menemuinya. Pada hari Minggu (30/6/2019) waktu setempat, Trump menemui Kim di zona demiliterisasi yang memisahkan Korea Selatan dengan Korea Utara. Usai berjabat tangan dan sedikit berbincang dengan Kim, Trump kemudian diajaknya untuk melewati perbatasan, menjadikannya presiden AS pertama yang menginjakkan kaki di Korea Utara kala sedang menjabat.

Pertemuan kali ini menjadi yang ketiga antara Trump dengan Kim pascapertemuan kedua di Vietnam beberapa waktu yang lalu berakhir dengan buruk. Kala itu, AS dan Korea Utara bersitegang lantaran tak mencapai titik temu terkait dengan denuklirisasi Korea Utara.

Saat bertemu Kim kemarin, Trump mengundang orang nomor satu di Korea Utara itu untuk bertandang ke AS, tepatnya ke Gedung Putih.

"Kapanpun dia mau melakukannya. Saya pikir kami ingin membawa ini ke tingkat selanjutnya, mari kita lihat apa yang akan terjadi," kata Trump seperti dilansir dari detikcom, Minggu (30/6/2019).

Trump mengatakan bahwa pasca pertemuannya dengan Kim, delegasi AS dan Korea Utara akan melakukan pertemuan lanjutan dalam dua atau tiga minggu ke depan guna membicarakan program nuklir milik Pyongyang.

Kala AS dan Korea Utara jauh dari yang namanya peperangan, tentu hasrat investor untuk masuk ke instrumen yang relatif berisiko akan membuncah.

Terakhir, rilis data ekonomi yang menggembirakan ikut memantik aksi beli di bursa saham AS. Kemarin, Manufacturing PMI periode Juni 2019 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 51,7, lebih tinggi ketimbang konsensus yang sebesar 51,3, seperti dilansir dari Forex Factory.

BERLANJUT KE HALAMAN 3 Pada perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama, kinerja Wall Street yang menggembirakan pada perdagangan kemarin. Kinclongnya kinerja bursa saham AS yang menjadi kiblat dari bursa saham dunia diharapkan bisa memberikan kepercayaan diri yang tinggi bagi pelaku pasar saham Asia untuk memulai hari.

Kedua, pelaku pasar perlu mencermati perkembangan seputar perang dagang AS-China. Seperti yang sudah disebutkan pada halaman sebelumnya, Trump menyatakan bahwa dirinya akan melonggarkan sanksi terhadap Huawei.

Namun ternyata, pelonggaran sanksi yang diberikan AS tak sesignifikan yang sebelumnya diisyaratkan oleh Trump. Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menyebut bahwa pemerintah AS tidak mengeluarkan Huawei dari daftar hitam dan pihaknya hanya akan menerbitkan izin lebih banyak bagi perusahaan asal AS untuk menjual produknya ke Huawei selama produk tersebut tak membawa ancaman bagi kemanan nasional AS.

“Huawei akan tetap masuk dalam daftar hitam di mana akan ada kontrol ekspor yang ketat dan dalam hal yang berkaitan dengan kemanan nasional maka tak akan ada izin yang diterbitkan (bagi perusahaan AS untuk berbisnis dengan Huawei),” kata Kudlow dalam wawancara dengan Fox News, dilansir dari CNBC International.

Ini artinya, kenaikan harga saham produsen chip yang kita lihat pada perdagangan kemarin bisa jadi hanya sementara.

Kalau pada hari ini kembali ada perkembangan yang kurang mengenakan seputar hubungan dagang kedua negara, optimisme yang sebelumnya membuncah bahwa AS dan China akan meneken kesepakatan dagang bisa memudar dan memantik aksi jual di pasar keuangan Asia.



Namun tenang, sejauh ini perkembangan yang ada terbilang masih positif. Selepas perdagangan di bursa saham AS ditutup, Trump mengonfirmasi bahwa dialog dagang dengan China sudah kembali dimulai. Berbicara di Gedung Putih, Trump mengatakan bahwa negosiasi banyak digelar memalui sambungan telepon.

“Mereka berbincang sangat banyak melalui sambungan telepon namun mereka juga menggelar pertemuan,” kata Trump, dilansir dari CNBC International.

“Ya, itu (negosiasi dagang) sejatinya sudah dimulai,” lanjutnya.

Sentimen ketiga yang harus menjadi perhatian pelaku pasar adalah pertemuan secara formal antara Trump dengan Kim Jong Un yang nampaknya bisa terjadi dalam waktu dekat. Pertemuan singkat keduanya pada akhir pekan kemarin nampak begitu membekas hingga kini Trump berani memberi sinyal bahwa akan ada pertemuan secara formal dalam waktu dekat.

“Menyenangkan untuk bertemu dengan Kim Jong Un pada akhir pekan. Kami menggelar perbincangan yang baik, dirinya terlihat sangat baik dan sehat - saya menantikan untuk bertemu dengannya dalam waktu dekat….” cuit Trump melalui akun Twitter pribadinya.

Leih lanjut, Trump menegaskan bahwa delegasi kedua negara akan bertemu untuk membahas masalah program nuklir milik Pyongyang.

BERLANJUT KE HALAMAN 4 Sentimen keempat yang perlu dicermati pelaku pasar adalah apresiasi harga minyak mentah dunia. Hingga pukul 06:30 WIB, harga minyak WTI melesat 1,06% ke level US$ 59,09/barel, sementara harga minyak brent naik 0,49% ke level US$ 65,06/barel.

Harga minyak mentah bergerak ke utara pasca seorang delegasi menyatakan bahwa negara-negara OPEC telah setuju untuk memperpanjang program pemangkasan produksi minyak mentah selama sembilan bulan, dilansir dari Reuters.

Sebelumnya, perpanjangan program pemangkasan produksi sudah terkonfirmasi pasca Presiden Rusia Vladimir Putin menggelar pertemuan dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman di sela-sela gelaran KTT G20. Namun kala itu, belum jelas apakah perpanjangan pemangkasan produksi akan diadopsi selama enam bulan saja atau sembilan bulan.

Sebagai informasi, negara-negara anggota OPEC menggelar pertemuan di Wina kemarin waktu setempat. Pada hari ini waktu setempat, pertemuan akan dilakukan juga dengan produsen minyak yang tak tergabung dalam OPEC.

Kala produksi kembali ditahan, apalagi hingga sembilan bulan, maka pasokan akan menipis dan harga pun mau tak mau terkerek naik.

Dengan melesatnya harga minyak mentah, akan ada kekhawatiran bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan menjadi kian sulit untuk diredam. Pada akhirnya, ada potensi rupiah akan melemah lantaran sokongan fundamental yang tak kuat.

Pelemahan rupiah patut diwaspadai karena bisa saja membuat investor asing mengabaikan sentimen positif yang ada dan malah melego saham serta obligasi di tanah air.



Sentimen kelima yang patut dicermati investor adalah keputusan Bank Dunia (World Bank) untuk menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kemarin, lembaga yang berbasis di Washington, AS tersebut memutuskan untuk memangkas proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2019, dari yang semula 5,2% menjadi 5,1%.

Dalam publikasinya, Bank Dunia menjelaskan beberapa faktor yang melandasi pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah harga komoditas ekspor andalan Indonesia yang melemah di tahun 2019.

Bank Dunia mencatat harga komoditas logam dasar telah turun sepanjang dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal I-2019, indeks harga logam dasar turun 12% year-on-year (YoY), sementara pada kuartal sebelumnya juga amblas hingga 9% YoY.

Selain itu, ada pula harga batu bara Australia yang turun setelah pemerintah China memperketat impornya sejak Februari 2019. China yang merupakan konsumen terbesar batu bara dunia sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga global.

Alhasil, Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia pun juga ikut turun. Berdasarkan catatan Bank Dunia, rata-rata HBA sepanjang kuartal I-2019 turun hingga 7% YoY.

Nasib serupa juga terjadi pada komoditas ekspor agrikultur. Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) melemah hingga 17% YoY di kuartal I-2019, melanjutkan pelemahan 23% YoY di kuartal sebelumnya. Pelemahan harga CPO masih terus terjadi meskipun pemerintah telah meningkatkan konsumsi minyak sawit domestik dengan program B20.

Anjloknya harga-harga komoditas tersebut membuat nilai ekspor terkontraksi. Padahal berdasarkan jumlahnya, ekspor batu bara dan minyak sawit sepanjang kuartal I-2019 naik masing-masing sebesar 10,5% YoY dan 9,8% YoY. Namun karena harga yang melemah, pertumbuhan nilai ekspor keduanya tercatat negatif sekitar 10% YoY.

Dampak dari penurunan harga komoditas adalah nilai investasi yang juga melambat. Pasalnya, imbal hasil investasi yang dihasilkan kala harga-harga komoditas anjlok menjadi tak maksimal. Catatan Bank Dunia memperlihatkan pertumbuhan investasi kuartal I-2019 hanya sebesar 5% YoY atau turun dari posisi kuartal IV-2018 sebesar 6% YoY.

Selain karena pelemahan harga komoditas, perlambatan investasi juga disebabkan oleh dua hal lain yaitu gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan perlambatan belanja infrastruktur pemerintah.

Kemarin, sentimen ini terlihat jelas sudah membatasi penguatan IHSG sehingga apresiasi yang dibukukan kalah jauh jika dibandingkan dengan bursa saham utama kawasan Asia. Pada hari ini, dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Bank Dunia masih menjadi sentimen penting yang harus dicermati pelaku pasar.

BERLANJUT KE HALAMAN 5 Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis angka inflasi Korea Selatan periode Juni 2019 (06:00 WIB)
  • Rilis data pertumbuhan penjualan barang-barang ritel Hong Kong periode Mei 2019 (15:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q1-2019 YoY)5,17%
Inflasi (Juni 2019 YoY)3,28%
BI 7-Day Reverse Repo Rate (Juni 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (1Q-2019)-2,6% PDB
Neraca pembayaran (1Q-2019)US$ 2,42 miliar
Cadangan devisa (Mei 2019)US$ 120,35 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular