Newsletter

Dear The Fed, Turun Atau Nggak Nih...?

Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 June 2019 05:27
Dear The Fed, Turun Atau Nggak Nih...?
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia masih mampu menorehkan hasil positif pada perdagangan kemarin. Meski sempat mengalami koreksi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah menutup hari di zona hijau. 

Kemarin, IHSG berakhir dengan penguatan 0,26%. IHSG bersanding dengan indeks saham utama Asia yang juga menguat seperti Nikkei 225 (0,33%), Hang Seng (0,76%), Shanghai Composite (2,58%), Kospi (0,59%), dan Straits Times (0,67%). 


Sedangkan nilai tukar rupiah menguat 0,07% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pasar spot. Rupiah sempat lama nongkrong di zona merah, sebelum mampu berbalik menguat selepas tengah hari. 


Awalnya aksi ambil untung (profit taking) menerpa IHSG dan rupiah. Maklum saja, keduanya sudah menguat cukup tajam dalam beberapa waktu terakhir. Sejak akhir Mei, IHSG sudah menguat 1,3% sementara rupiah terapresiasi 1,04%. 

Namun ternyata sentimen eksternal yang positif mampu menutup perilaku tersebut. Setidaknya ada dua sentimen besar yang mewarnai pasar. 

Pertama, investor lega karena AS membatalkan pengenaan bea masuk untuk produk-produk Meksiko. Kedua negara berhasil mencapai kesepakatan mengenai penanganan imigran ilegal. 

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengecam Meksiko karena menilai terlalu banyak warga dari negara tersebut yang menjadi pendatang gelap di AS. Para imigran tersebut kemudian menjadi pelanggar hukum, terutama terlibat dalam peredaran narkotika.

Trump pun mengancam bakal menerapkan bea masuk untuk produk-produk made in Mexico jika Negeri Sombrero tidak bisa menangani isu ini. Awalnya bea masuk akan berlaku Senin waktu Washington. 

Namun setelah perundingan selama tiga hari, AS-Meksiko berhasil menyepakati sejumlah hal. Pertama adalah perluasan program Migration Protection Protocols (MPP). Dalam program ini, warga negara Meksiko yang mencari suaka ke AS akan tetap menunggu di negaranya sampai urusan mereka selesai. AS-Meksiko sepakat MPP diterapkan di seluruh negara bagian yang berbatasan sepanjang 3.220 km. 

Kedua, Meksiko bersedia menurunkan aparat keamanan untuk menjaga perbatasan di bagian selatan, di mana banyak imigran asal negara-negara Amerika Tengah ingin memasuki Negeri Tequilla. 

"Bea masuk yang dijadwalkan berlaku mulai Senin dengan ini ditunda," cuit Trump melalui Twitter. 

Kedua, investor juga terus menyimpan harapan suku bunga acuan global bakal turun, termasuk di AS. Sebab, ada masalah yang lebih besar masih belum terselesaikan yaitu perang dagang AS-China sehingga ekonomi Negeri Paman Sam perlu suntikan adrenalin berupa penurunan Federal Funds Rate. 

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas suku bunga acuan tetap di 2,25-2,5% pada akhir 2019 hanya 2,4%. Sementara peluang untuk turun 25 basis poin ke 2-2,25% adalah 15,9% dan kemungkinan turun 50 basis poin ke 1,75-2% mencapai 35,6%. Bahkan peluang penurunan Federal Funds Rate sampai 75 basis poin menjadi 1,5-1,75% pun cukup tinggi yaitu 32,8%.

Jika suku bunga acuan di AS benar-benar turun, maka berinvestasi di Negeri Adidaya (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) bakal kurang menarik. Arus modal pun menjauh dari dolar AS dan hinggap ke berbagai penjuru, termasuk Indonesia. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari Wall Street, tiga indeks utama akhirnya terkoreksi setelah reli yang cukup panjang, Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,05%, S&P 500 melemah 0,03%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,01%. 

Sebelum koreksi hari ini, DJIA sudah menguat enam hari beruntun. Sedangkan S&P 500 dan Nasdaq masing-masing naik selama lima hari berturut-turut. 

Oleh karena itu, tidak heran investor merealisasikan sebagian keuntungan mereka sehingga terjadi aksi jual di bursa saham New York. Namun tidak ada yang perlu dikhawatirkan, koreksi yang terjadi masih sehat dan hanya dalam rentang terbatas. Tidak ada yang berlebihan, Wall Street cuma masuk 'rest area'.

Selain itu, sepertinya investor juga memilih bermain aman sembari menunggu perkembangan hubungan dagang AS-China. Trump menegaskan bahwa dirinya tidak ingin sebuah kesepakatan dagang yang merugikan Negeri Adidaya. 

"China adalah kompetitor utama dan mereka ingin sebuah kesepakatan yang merugikan (bagi AS). Memang saya yang menunda terjadinya kesepakatan, karena saya ingin ada kesepakatan yang luar biasa atau tidak sama sekali. 

"Sebenarnya kami sudah sepakat dengan China, tetapi mereka malah bergerak mundur. Mereka bilang tidak ingin ada empat hal, lima hal. Namun kami sudah sepakat dengan China, dan kecuali mereka mau kembali ke kesepakatan itu maka saya tidak tertarik," jelas Trump kepada para jurnalis di Gedung Putih, mengutip Reuters. 

Trump menyatakan dirinya berharap bisa mengadakan pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Jepang akhir bulan ini. Jika pertemuan tersebut tidak terlaksana atau tidak membuahkan hasil, maka Trump menegaskan AS siap menerapkan bea masuk baru bagi impor produk China senilai US$ 300 miliar. 


"Sentimen perdagangan menggerakkan segalanya. Gerak pasar hari ini adalah gambaran yang lebih pesimistis terhadap apa yang akan terjadi akhir bulan ini," ujar Chris Zaccarelli, Chief Investment Officer di Independent Advisor Alliance yang berbasis di North Carolina, mengutip Reuters. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu hasil di Wall Street yang kurang oke. Namun koreksi di Wall Street yang sangat minim semestinya tidak membuat pelaku pasar di Asia bereaksi berlebihan.

Sentimen kedua, investor perlu terus memantau dinamika perang dagang AS-China, terutama prospek pertemuan Trump dan Xi di Osaka. Wilbur Ross, Menteri Perdagangan AS, menilai pertemuan tersebut (kalau terlaksana) tidak akan memutuskan apa-apa. Hanya memberi arah bagaimana proses negosiasi ke depan. 

"Di G20, kemungkinan besar bentuk kesepakatannya adalah bagaimana arah ke depannya. Bukan kesepakatan yang bersifat mutlak," tegasnya, mengutip Reuters. 

Sejauh ini China juga belum mengendurkan urat syaraf di depan AS. Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menegaskan bahwa Beijing tidak takut jika memang harus menjalani perang dagang. 

"China tidak ingin perang dagang, tetapi tidak takut untuk menghadapinya. Jika AS ingin friksi dagang tereskalasi, maka kami akan merespons dan berjuang sampai akhir," tuturnya, mengutip Reuters. 

So, AS dan China terlihat sama-sama belum selow, belum santai. Semoga semakin dekat dengan KTT G20 akan muncul kabar-kabar yang lebih menyejukkan hati. 

Sentimen ketiga adalah arah kebijakan suku bunga The Federal Reserves/The Fed. Tekanan terhadap Jerome 'Jay' Powell dan kolega untuk menurunkan suku bunga acuan semakin besar. Bahkan tekanan itu kembali datang dari Gedung Putih. 

"Fed telah menghancurkan kita, mereka tidak mendengarkan saya. Mereka bukan orang-orang saya," tegas Trump dalam wawancara dengan CNBC International. 

Trump memang sudah berklai-kali menegaskan ketidaksukaannya terhadap kebijakan suku bunga yang ditempuh The Fed. Dia menilai The Fed terlalu agresif menaikkan suku bunga acuan sehingga membatasi ekspansi ekonomi di Negeri Paman Sam.  

Di luar tekanan dari Trump, tampaknya The Fed sendiri memang sedang merenung dan isi renungan tersebut bisa jadi mengarah ke penurunan suku bunga acuan. Sebab The Fed terlihat semakin khawatir dengan kondisi perekonomian terkini. 

"Pada April, saya bilang bahwa saya optimistis outlook cukup solid. Namun saat ini saya benar-benar waspada terhadap risiko downside. Sebuah perubahan besar dalam waktu yang begitu singkat," kata Presiden The Fed Dallas Robert Kaplan, dikutip dari Reuters. 

Naga-naganya Federal Funds Rate memang bakal diturunkan dalam waktu dekat. Mengutip CME Fedwatch, sepertinya pemotongan Federal Funds Rate akan terjadi pada Juli dengan peluang 63,8%. Sangat wajar, karena The Fed sendiri sudah terlihat agak khawatir. 

Akibat kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan yang semakin terang-benderang, dolar AS pun mundur teratur. Pada pukul 04:45 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,04%.  


Pelemahan dolar AS bisa menjadi momentum bagi rupiah dkk di Asia untuk melanjutkan perjalanan ke utara alias menguat. Asal tidak terkena profit taking seperti kemarin, peluang rupiah untuk kembali terapresiasi di hadapan dolar AS cukup terbuka. 

Sejauh ini tanda-tanda penguatan rupiah masih terlihat di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF). Semoga penguatan ini bisa bertahan dan menular ke pasar spot. 

PeriodeKurs 11 Juni (15:55 WIB)Kurs 12 Juni (04:05 WIB)
1 PekanRp 14.242,7Rp 14.224
1 BulanRp 14.308,2Rp 14.313
2 BulanRp 14.375,7Rp 14.361
3 BulanRp 14.448,2Rp 14.458
6 BulanRp 14.650,7Rp 14.635
9 BulanRp 14.840,2Rp 14.818
1 TahunRp 15.035,7Rp 15.028
2 TahunRp 15.836,3Rp 15.816
 
Sentimen keempat, yang juga bisa membantu rupiah, adalah koreksi harga minyak dunia. Pada pukul 04:53 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet turun masing-masing 0,53% dan 0,41%. 

Penurunan harga si emas hitam dipicu oleh proyeksi teranyar yang dirilis US Energy Information Administration yang merevisi proyeksi pertumbuhan permintaan minyak dunia pada 2019 dari awalnya 1,38 juta barel/hari menjadi 1,22 juta barel/hari. Sedangkan pertumbuhan permintaan untuk 2020 juga direvisi ke bawah dari 1,53 juta barel/hari menjadi 1,42 juta barel/hari. 

Prospek permintaan yang tidak terlalu cerah itu membuat harga minyak lesu. Namun bagi rupiah, penurunan harga minyak justru menjadi berita bahagia. 

Sebab, koreksi harga minyak akan membuat biaya impor komoditas ini lebih murah. Artinya devisa yang 'terbakar' untuk mengimpor minyak bisa dihemat dan tekanan di transaksi berjalan (current account) berkurang. Ingat, di dalam transaksi berjalan yang sehat terdapat rupiah yang kuat, karena ditopang oleh devisa dari sektor perdagangan yang memadai. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data pemesanan peralatan mesin Jepang periode April (06:50 WIB).
  • Rilis data Indeks Harga Produsen Jepang periode April (06:50 WIB).
  • Rilis data tingkat inflasi China periode Mei (08:30 WIB).
  • Rilis data Indeks Harga Produsen China periode Mei (08:30 WIB).
  • Rilis data tingkat inflasi AS periode Mei (19:30 WIB). 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2019 YoY)5,17%
Inflasi (Mei 2019 YoY)3,32%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (Q I-2019)-2,6% PDB
Neraca pembayaran (Q I-2019)US$ 2,42 miliar
Cadangan devisa (April 2019)US$ 124,29 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Kemarin IHSG & Rupiah Ambruk Gegara PSBB DKI, Hari Ini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular