
Ramai Katalis Positif, IHSG Berakhir di Zona Hijau Lagi
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 June 2019 16:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca kemarin (10/6/2019) sudah melejit sebesar 1,3%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menorehkan catatan positif pada hari ini. Dibuka melemah tipis 0,04%, IHSG mengakhiri perdagangan dengan apresiasi sebesar 0,26% ke level 6.305,99.
Saham-saham yang berkontribusi besar bagi penguatan IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,51%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+3,57%), PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk/MIKA (+5,98%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+0,88%), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (+2,17%).
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,33%, indeks Shanghai naik 2,58%, indeks Hang Seng naik 0,76%, indeks Straits Times naik 0,6%, dan indeks Kospi naik 0,59%.
Kehadiran sentimen positif yang begitu banyak pada hari ini sukses membuat IHSG kembali finis di zona hijau. Kemarin, ekspor China periode Mei 2019 diumumkan tumbuh sebesar 1,1% secara tahunan. Walaupun tipis saja, capaian pada periode Mei jauh lebih baik ketimbang April kala ekspor jatuh sebesar 2,7% secara tahunan, serta lebih baik dari konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 3,8%, dilansir dari Trading Economics.
Terlepas dari perang dagang yang terus memanas dengan AS, ternyata ekspor China masih bisa dipacu untuk membukukan pertumbuhan.
Berbicara mengenai perang dagang AS-China, sejatinya ada perkembangan yang kurang mengenakan. Belakangan ini, kabar yang beredar menunjukkan bahwa Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan bertemu di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan ini di Jepang.
Namun ternyata, pertemuan itu belum pasti. Dalam wawancara dengan CNBC International kemarin, Trump tak berani mengonfirmasi pertemuannya dengan Xi. Trump hanya menyebut bahwa dirinya berpikir akan ada pertemuan dengan Xi.
"Saya pikir dia akan datang (ke KTT G-20), dan saya pikir kami dijadwalkan untuk menggelar sebuah pertemuan," kata Trump, dilansir dari CNBC International.
Lebih lanjut, Trump juga mengancam bahwa dirinya akan akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.
Namun, pelaku pasar tetap optimistis bahwa kedua pimpinan negara akan tetap bertemu dan menghasilkan sesuatu yang positif. Sekedar mengingatkan, kali terakhir Trump bertemu dengan Xi adalah juga di sela-sela KTT G-20, yakni pada bulan Desember lalu di Argentina.
Hasilnya, kedua negara menyepakati gencatan senjata selama 3 bulan di mana keduanya tak akan mengerek bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Gencatan senjata ini kemudian diperpanjang oleh Trump seiring dengan perkembangan negosiasi dagang yang positif.
Bisa jadi, hal serupa akan kita temukan juga jika Trump bersua dengan Xi pada akhir bulan ini.
Sentimen positif lainnya yang memantik aksi beli di bursa saham regional adalah optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini. Menjelang akhir pekan kemarin, penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian AS periode Mei 2019 diumumkan sebanyak 75.000 saja, jauh di bawah ekspektasi yang sebanyak 177.000, dilansir dari Forex Factory.
Lebih lanjut, rata-rata upah per jam periode Mei 2019 hanya diumumkan tumbuh sebesar 0,2% secara bulanan, di bawah ekspektasi yang sebesar 0,3%, dilansir dari Forex Factory.
Lantas, urgensi bagi The Fed untuk memangkas tingkat suku bunga acuan guna mendorong inflasi menjadi kian terasa.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 11 Juni 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada tahun ini berada di level 35,6%, naik dari posisi sehari sebelumnya yang sebesar 35,4%. Pada bulan lalu, probabilitasnya hanya sebesar 17,7%. Sementara itu, peluang tingkat suku bunga acuan dipangkas masing-masing sebesar 75 dan 25 bps adalah sebesar 33,1% dan 15,6%.
Jika tingkat suku bunga acuan benar dipangkas nantinya, tingkat suku bunga kredit akan ikut melandai yang tentunya akan memberi insentif bagi dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, perekonomian AS bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.
Mengingat posisi AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, kencangnya laju perekonomian AS tentu akan membawa dampak positif bagi negara-negara lain, termasuk negara-negara di kawasan Asia.
Saham-saham yang berkontribusi besar bagi penguatan IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,51%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+3,57%), PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk/MIKA (+5,98%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+0,88%), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (+2,17%).
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,33%, indeks Shanghai naik 2,58%, indeks Hang Seng naik 0,76%, indeks Straits Times naik 0,6%, dan indeks Kospi naik 0,59%.
Terlepas dari perang dagang yang terus memanas dengan AS, ternyata ekspor China masih bisa dipacu untuk membukukan pertumbuhan.
Berbicara mengenai perang dagang AS-China, sejatinya ada perkembangan yang kurang mengenakan. Belakangan ini, kabar yang beredar menunjukkan bahwa Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan bertemu di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan ini di Jepang.
Namun ternyata, pertemuan itu belum pasti. Dalam wawancara dengan CNBC International kemarin, Trump tak berani mengonfirmasi pertemuannya dengan Xi. Trump hanya menyebut bahwa dirinya berpikir akan ada pertemuan dengan Xi.
"Saya pikir dia akan datang (ke KTT G-20), dan saya pikir kami dijadwalkan untuk menggelar sebuah pertemuan," kata Trump, dilansir dari CNBC International.
Lebih lanjut, Trump juga mengancam bahwa dirinya akan akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.
Namun, pelaku pasar tetap optimistis bahwa kedua pimpinan negara akan tetap bertemu dan menghasilkan sesuatu yang positif. Sekedar mengingatkan, kali terakhir Trump bertemu dengan Xi adalah juga di sela-sela KTT G-20, yakni pada bulan Desember lalu di Argentina.
Hasilnya, kedua negara menyepakati gencatan senjata selama 3 bulan di mana keduanya tak akan mengerek bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Gencatan senjata ini kemudian diperpanjang oleh Trump seiring dengan perkembangan negosiasi dagang yang positif.
Bisa jadi, hal serupa akan kita temukan juga jika Trump bersua dengan Xi pada akhir bulan ini.
Sentimen positif lainnya yang memantik aksi beli di bursa saham regional adalah optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini. Menjelang akhir pekan kemarin, penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian AS periode Mei 2019 diumumkan sebanyak 75.000 saja, jauh di bawah ekspektasi yang sebanyak 177.000, dilansir dari Forex Factory.
Lebih lanjut, rata-rata upah per jam periode Mei 2019 hanya diumumkan tumbuh sebesar 0,2% secara bulanan, di bawah ekspektasi yang sebesar 0,3%, dilansir dari Forex Factory.
Lantas, urgensi bagi The Fed untuk memangkas tingkat suku bunga acuan guna mendorong inflasi menjadi kian terasa.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 11 Juni 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada tahun ini berada di level 35,6%, naik dari posisi sehari sebelumnya yang sebesar 35,4%. Pada bulan lalu, probabilitasnya hanya sebesar 17,7%. Sementara itu, peluang tingkat suku bunga acuan dipangkas masing-masing sebesar 75 dan 25 bps adalah sebesar 33,1% dan 15,6%.
Jika tingkat suku bunga acuan benar dipangkas nantinya, tingkat suku bunga kredit akan ikut melandai yang tentunya akan memberi insentif bagi dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, perekonomian AS bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.
Mengingat posisi AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, kencangnya laju perekonomian AS tentu akan membawa dampak positif bagi negara-negara lain, termasuk negara-negara di kawasan Asia.
Pages
Most Popular