Newsletter

Awas, Dolar AS Mau Balas Dendam!

Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 April 2019 04:52
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu Wall Street yang adem-ayem, sepi, kalem saja. Dikhawatirkan sikap yang sama bisa menular ke Asia, sehingga membuat IHSG kembali kurang bertenaga. 

Sentimen kedua adalah nilai tukar dolar AS yang bangkit berdiri setelah kemarin terkoreksi. Pada pukul 03:49 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) naik 0,24%. 

Dolar AS memang sudah lumayan lama tertekan, Dollar Index saja sudah melemah 3 hari beruntun. Jadi wajar kalau hari ini dolar AS siap 'balas dendam'.



Apalagi nyaris tidak ada sentimen yang bisa membuat risk appetite pasar naik dan meninggalkan mata uang Negeri Paman Sam. Sentimen yang ada malah positif yaitu pasar tenaga kerja AS yang semakin membaik.

Pada pekan yang berakhir 6 April, klaim tunjangan pengangguran turun 8.000 menjadi 196.000. Angka tersebut menjadi yang terendah sejak Oktober 1969. 

Kemudian inflasi di tingkat produksi pada Maret adalah 0,6% secara month-to-month (MoM). Lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 0,1% dan menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2018.
 
Data-data ini menunjukkan ekonomi Negeri Adidaya masih menggeliat. Memang ada gejala-gejala perlambatan, tetapi sepertinya tidak akan terjadi hard landing. Semua masih terkendali. 

"Berbagai data yang masuk memang menunjukkan sinyal-sinyal bahwa ekonomi AS melambat dibandingkan 2018. Namun tetap akan ada ekspansi, ekonomi masih tumbuh, dan menjadi rekor laju ekspansi ekonomi terpanjang," tegas Richard Clarida, Wakil Gubernur The Fed, mengutip Reuters. 

"Kita mendekati rekor laju ekspansi ekonomi, angka pengangguran mencapai titik terendah, dan inflasi mendekati target 2%. Dari perspektif kebijakan moneter, ini adalah ekonomi yang sehat walau saya juga menyadari tidak semua orang bisa menikmati manfaatnya," kata John Williams, Presiden The Fed New York, dikutip dari Reuters. 

Meski demikian, Presiden The Fed St Louis James Bullard menegaskan bahwa ekonomi yang sudah sehat belum otomatis membuat bank sentral mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan. Perlu situasi yang agak 'istimewa' untuk menggerakkan hati The Fed. 

"Kita perlu deviasi ke bawah dari inflasi, pertumbuhan ekonomi, atau keduanya untuk menjustifikasi penurunan suku bunga acuan," kata Bullard, seperti dikutip dari Reuters. 

Well, Federal Funds Rate yang sepertinya belum akan turun dalam waktu dekat bisa menjadi sentimen positif bagi dolar AS. Bertahan saja sudah bagus, karena harapan untuk naik praktis sudah sirna. Oleh karena itu, ada baiknya rupiah dan mata uang Asia lainnya waspada.  

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular