Newsletter

Waspadai 'Kado' Natal dari Wall Street

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
26 December 2018 06:12
Wall Street Belum Bosan Jatuh
Bursa Saham New York (Reuters)
Bursa saham Asia tidak sendirian, karena Wall Street juga mengalami koreksi yang sangat dalam. Sepanjang pekan lalu, Dow Jones Industrial Average (DJIA) jatuh 6,87%, S&P 500 ambrol 7,05%, dan Nasdaq Composite hancur 8,36%.  

DJIA mengalami koreksi mingguan terparah sejak Oktober 2008. Sedangkan koreksi S&P 500 menjadi yang terdalam sejak Agustus 2011, dan Nasdaq terburuk sejak November 2008. 

'Kebakaran' di Wall Street masih berlanjut. Pada perdagangan awal pekan sebelum libur Hari Natal, DJIA amblas 2,91%, S&P 500 minus 2,71%, dan Nasdaq terperosok 5,14%. Wow... 

Berbagai sentimen negatif memang menghantam bursa saham New York sehingga masih saja jatuh. Pertama, pemerintahan AS mengalami penutupan sementara (government shutdown) akibat anggaran tahun fiskal 2019 yang tidak mendapat persetujuan di legislatif. 

Legislatif memutuskan tidak dapat memenuhi permintaan Presiden AS Donald Trump yang menginginkan anggaran US$5 miliar untuk pengamanan di wilayah perbatasan, termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko.

Sebenarnya legislatif sudah menyetujui anggaran sementara untuk mencegah shutdown, sembari anggaran tetap dibahas lebih lanjut. Namun Trump menolak ide tersebut dan memilih tidak menandatangani anggaran sementara sehingga pemerintah AS pun resmi ditutup sebagian karena tidak adanya pagu anggaran. 


Bahkan Trump menegaskan tidak tahu kapan pemerintahan akan dibuka kembali. Mengutip Reuters, eks pembawa acara reality show The Apprentice tersebut masih ngotot mempertahankan kemauannya membangun The Wall

"Saya tidak bisa bilang kapan pemerintahan dibuka kembali. Namun saya bisa katakan, (pemerintahan) tidak akan dibuka sampai kita punya tembok atau apa pun namanya. Kalau itu tidak ada, maka kami tidak akan buka lagi," tegas Trump dalam video conference di hadapan para tentara AS yang sedang berdinas di luar negeri. 

Mick Mulvaney, Kepala Staf Kepresidenan AS, mengungkapkan kemungkinan setidaknya shutdown akan bertahan hingga 3 Januari 2018. Sebab, saat itu Partai Demokrat akan resmi menjadi kelompok mayoritas di House of Representatives berdasarkan hasil pemilihan sela beberapa waktu lalu. 


"Sangat mungkin shutdown akan berlanjut melewati 28 Desember dan kemudian masuk ke komposisi Kongres (Senat dan House) yang baru. Saya rasa semuanya tidak akan berjalan cepat dalam beberapa hari ke depan karena libur Hari Natal," tutur Mulvaney, mengutip Reuters

Sentimen kedua adalah pernyataan Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, yang menyebutkan telah berbicara kepada pimpinan enam bank terbesar di Negeri Adidaya. Mnuchin mengatakan bahwa keenam bank itu masih memiliki likuiditas yang cukup dan akan terus menyalurkan kredit. Oleh karena itu, investor tidak perlu terlampau risau dengan yang namanya perlambatan apalagi resesi ekonomi. 

"Saya sudah berbicara dengan dengan masing-masing CEO dari enam bank terbesar. Para CEO tersebut memberi konfirmasi bahwa mereka memiliki likuiditas yang cukup untuk penyaluran pinjaman," ungkap Mnuchin, mengutip Reuters

Mungkin Mnuchin bermaksud baik dengan memberikan garansi bahwa geliat ekonomi ke depan akan tetap ada karena kredit perbankan tetap lancar. Namun dalam situasi yang agak chaos, langkah Mnuchin bisa menimbulkan misinterpretasi.  

"Walau maksudnya mungkin baik, tetapi sulit mengatakan bahwa hasilnya positif. Sepertinya pelaku pasar malah jadi berpikir, apakah memang sedang ada masalah yang lebih besar yang tidak kami ketahui?" kata JJ Kinahan, Chief Market Strategist di TD Ameritrade yang berbasis di Chicago, mengutip Reuters

Sentimen ketiga yang memperkeruh situasi adalah serangan Trump kepada The Fed. Pernyataan mahapenting ini lagi-lagi disampaikan melalui cuitan di Twitter. 

"Satu-satunya masalah dalam ekonomi kita adalah The Fed. Mereka tidak merasakan (keinginan) pasar, mereka tidak mengerti pentingnya perang dagang atau begitu kuatnya dolar AS atau shutdown karena perbatasan. The Fed seperti pemain golf yang kuat tetapi tidak bisa mencetak angka, sebab dia tidak punya sentuhan!" cuit akun @realDonaldTrump. 

Kadar ancaman Trump kali ini meningkat. Berdasarkan keterangan dari dua orang sumber, suami Melania Trump ini dikabarkan sudah berdiskusi mengenai cara melengserkan Powell dari kursi The Fed-1. 


Namun, mengutip Reuters, kedua sumber tersebut tidak yakin Trump bisa melakukannya karena independensi bank sentral. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih. 

"Saya rasa tidak (bisa memecat Powell). Ini adalah mandat selama 4 tahun," ujar Powell, mengutip Washington Post. 

Friksi Trump vs The Fed yang terus bergulir, apalagi sampai ke ranah pemecatan, tentu membuat pelaku pasar khawatir. Situasi yang sedang rumit bertambah runyam gara-gara konflik ini. 

Ketiga sentimen tersebut sukses merontokkan Wall Street. Dikhawatirkan dampaknya akan sampai ke Asia pagi ini... 

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular