
Newsletter
Waspada, Wall Street 'Berdarah'
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 November 2018 05:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mengawali pekan dengan performa yang mengecewakan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadao dolar Amerika Serikat (AS) sama-sama anjlok. Bukan sekedar anjlok, tetapi menjadi yang terlemah di Asia.
Pada perdagangan kemarin, IHSG berakhir dengan koreksi 1,65%. Bagaimana dengan bursa saham Asia lainnya? Nikkei 225 naik 0,09%, Hang Seng menguat 0,12%, Shanghai Composite melesat 1,22%, Kospi melemah 0,27%, dan Straits Times turun 0,32%. Jadi IHSG adalah yang terburuk di kawasan.
Sementara rupiah ditutup melemah 0,89% di hadapan greenback di perdagangan pasar spot. Kala penutupan pasar spot di Indonesia, semua mata uang utama Benua Kuning juga melemah. Namun tidak ada yang melemah sedalam rupiah.
Sentimen global dan domestik memang sedang kurang kondusif. Perkembangan di Eropa membuat investor memilih bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia.
Lagi-lagi proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) menemui hambatan. Mengutip Sunday Times, 4 orang menteri di kabinet Perdana Menteri Theresa May dikabarkan siap mundur karena mendukung Inggris untuk tetap menjadi bagian Uni Eropa. Akhir pekan lalu, Wakil Menteri Transportasi Jo Johnson sudah mundur dan kabarnya menteri-menteri lain siap menyusul.
Tidak hanya itu, Brussel juga disebut menolak proposal yang diajukan London terkait kesepakatan sementara terkait wilayah kepabeanan di Pulau Irlandia. "Negosiasi secara intens terus dilakukan, tetapi isu wilayah kepabeanan di Irlandia belum menemui jalan keluar," kata Michael Barnier, Kepala Negosiator Uni Eropa untuk Brexit.
Di Italia, drama rencana anggaran negara 2019 masih menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Uni Eropa sudah menolak rencana anggaran tersebut dan memberi waktu kepada Italia untuk merevisi sampai Selasa waktu setempat.
Uni Eropa juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Pizza. Untuk 2019, Uni Eropa memperkirakan ekonomi Italia tumbuh 1,1%. Lebih rendah ketimbang proyeksi pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte di 1,2%.
Ketidakpastian soal Brexit dan fiskal Italia membuat investor menghindari Benua Biru. Bermain aman menjadi pilihan utama dan dolar AS pun menjadi pilihan pertama.
Apalagi greenback masih merasakan dampak positif dari hasil rapat The Federal Reserve/The Fed edisi Oktober 2018. Jerome 'Jay' Powell dan sejawat memang mempertahankan suku bunga acuan di 2-2,25%. Namun The Fed masih memandang kenaikan suku bunga acuan secara bertahap adalah kebijakan yang layak untuk ditempuh.
Pernyataan ini membuat pelaku pasar bernafsu memburu dolar AS. Pasalnya kenaikan suku bunga acuan akan ikut mengatrol imbalan investasi, terutama di instrumen berpendapatan tetap.
Namun, IHSG dan rupiah menjadi yang terlemah di Asia tentunya karena dibebani sentimen negatif domesik. Akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) merilis Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2018 mengalami defisit US$ 4,39 miliar, paling dalam sejak kuartal II-2018.
NPI terdiri dari transaksi berjalan (current account) serta transaksi modal dan finansial. Pada kuartal II-2018, keduanya tekor.
Transaksi berjalan, yang menggambarkan pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa, mengalami defisit US$ 8,85 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini merupakan defisit terdalam sejak kuartal II-2014.
Sementara transaksi modal dan finansial, yang mencerminkan pasokan valas dari investasi di sektor riil dan pasar keuangan, defisit US$ 4,67 miliar. Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 3,44 miliar.
Dengan NPI yang defisit, bahkan lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya, maka artinya Indonesia sedang kekurangan valas. Ini tentu akan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan domestik.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pada perdagangan kemarin, IHSG berakhir dengan koreksi 1,65%. Bagaimana dengan bursa saham Asia lainnya? Nikkei 225 naik 0,09%, Hang Seng menguat 0,12%, Shanghai Composite melesat 1,22%, Kospi melemah 0,27%, dan Straits Times turun 0,32%. Jadi IHSG adalah yang terburuk di kawasan.
Sementara rupiah ditutup melemah 0,89% di hadapan greenback di perdagangan pasar spot. Kala penutupan pasar spot di Indonesia, semua mata uang utama Benua Kuning juga melemah. Namun tidak ada yang melemah sedalam rupiah.
Sentimen global dan domestik memang sedang kurang kondusif. Perkembangan di Eropa membuat investor memilih bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia.
Lagi-lagi proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) menemui hambatan. Mengutip Sunday Times, 4 orang menteri di kabinet Perdana Menteri Theresa May dikabarkan siap mundur karena mendukung Inggris untuk tetap menjadi bagian Uni Eropa. Akhir pekan lalu, Wakil Menteri Transportasi Jo Johnson sudah mundur dan kabarnya menteri-menteri lain siap menyusul.
Tidak hanya itu, Brussel juga disebut menolak proposal yang diajukan London terkait kesepakatan sementara terkait wilayah kepabeanan di Pulau Irlandia. "Negosiasi secara intens terus dilakukan, tetapi isu wilayah kepabeanan di Irlandia belum menemui jalan keluar," kata Michael Barnier, Kepala Negosiator Uni Eropa untuk Brexit.
Di Italia, drama rencana anggaran negara 2019 masih menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Uni Eropa sudah menolak rencana anggaran tersebut dan memberi waktu kepada Italia untuk merevisi sampai Selasa waktu setempat.
Uni Eropa juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Pizza. Untuk 2019, Uni Eropa memperkirakan ekonomi Italia tumbuh 1,1%. Lebih rendah ketimbang proyeksi pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte di 1,2%.
Ketidakpastian soal Brexit dan fiskal Italia membuat investor menghindari Benua Biru. Bermain aman menjadi pilihan utama dan dolar AS pun menjadi pilihan pertama.
Apalagi greenback masih merasakan dampak positif dari hasil rapat The Federal Reserve/The Fed edisi Oktober 2018. Jerome 'Jay' Powell dan sejawat memang mempertahankan suku bunga acuan di 2-2,25%. Namun The Fed masih memandang kenaikan suku bunga acuan secara bertahap adalah kebijakan yang layak untuk ditempuh.
Pernyataan ini membuat pelaku pasar bernafsu memburu dolar AS. Pasalnya kenaikan suku bunga acuan akan ikut mengatrol imbalan investasi, terutama di instrumen berpendapatan tetap.
Namun, IHSG dan rupiah menjadi yang terlemah di Asia tentunya karena dibebani sentimen negatif domesik. Akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) merilis Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2018 mengalami defisit US$ 4,39 miliar, paling dalam sejak kuartal II-2018.
NPI terdiri dari transaksi berjalan (current account) serta transaksi modal dan finansial. Pada kuartal II-2018, keduanya tekor.
Transaksi berjalan, yang menggambarkan pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa, mengalami defisit US$ 8,85 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini merupakan defisit terdalam sejak kuartal II-2014.
Sementara transaksi modal dan finansial, yang mencerminkan pasokan valas dari investasi di sektor riil dan pasar keuangan, defisit US$ 4,67 miliar. Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 3,44 miliar.
Dengan NPI yang defisit, bahkan lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya, maka artinya Indonesia sedang kekurangan valas. Ini tentu akan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan domestik.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Wall Stree 'Berdarah'
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular