Rupiah 'Dihukum' Investor, IHSG Jadi yang Terburuk di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 November 2018 16:44
Rupiah 'Dihukum' Investor, IHSG Jadi yang Terburuk di Asia
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka turun tipis 0,14%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan pertama di pekan ini dengan melemah sebesar 1,65% ke level 5.777,05.

Jika dibandingkan dengan bursa saham lainnya di kawasan Asia, performa IHSG jadi yang terburuk: indeks Nikkei naik 0,09%, indeks Shanghai naik 1,22%, dan indeks Hang Seng naik 0,12%, indeks Strait Times turun 0,3%, indeks Kospi turun 0,27%, indeks SET (Thailand) turun 0,6%, indeks KLCI (Malaysia) turun 0,66%, indeks Nifty 50 (India) turun 0,68%, dan indeks PSEi (Filipina) turun 0,61%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 6,78 triliun dengan volume sebanyak 7,02 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 322.466 kali.

Pada pagi hari, bursa saham Benua Kuning (Nikkei, Shanghai, Hang Seng, Strait Times, dan Kospi) sejatinya dibuka melemah, sebelum mayoritas diantaranya kemudian berbalik arah. Pelemahan terjadi seiring tak positifnya dialog tingkat tinggi antara AS dengan China terkait diplomasi dan pertahanan di Washington yang digelar menjelang akhir pekan lalu.

Delegasi AS dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Menteri Pertahanan Jim Mattis, sementara delegasi China dipimpin oleh anggota politburo Yang Jiechi dan Menteri Pertahanan Wei Fenghe.

Dalam pertemuan ini, Pompeo dan Mattis mengingatkan adanya kekhawtiran mengenai upaya-upaya China untuk memiliki pengaruh di perbatasan-perbatasannya. Keduanya juga mengungkapkan kekhawatiran terkait kepatuhan China dalam memenuhi kewajiban internasional serta komitmen dalam hal hak asasi manusia dan kebebasan beragama di Xinjiang Uygur, sebuah wilayah otonom di Barat Laut China.

Perselisihan kedua negara juga nampak jelas dalam konferensi pers terkait dengan permasalahaan Laut China Selatan, dimana AS dan China menyuarakan pandangan yang berbeda terkait freedom of navigation and militarisation.

Ada 2 hal yang membuat bursa saham utama Asia balik arah. Pertama, aura positif dari Amerika Serikat (AS). Hingga siang hari, kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 85 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan naik masing-masing sebesar 10 dan 39 poin.

Wall Street diimplikasikan menguat pasca mengalami tekanan jual yang cukup besar pada hari Jumat (9/11/2018). Kala itu, indeks Dow Jones melemah 0,77%, S&P 500 terkoreksi 0,92%, dan Nasdaq anjlok 1,65%.

Kemudian, minggu ini sejatinya merupakan minggu yang penuh optimisme terkait dengan perdagangan. Kemarin (11/11/2018), Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN resmi digelar di Singapura dan akan berlangsung hingga 15 November. Namun, puncak pertemuan acara itu baru akan terjadi pada tanggal 13-15 November, seperti dikutip dari Bloomberg.

Wakil Presiden AS Mike Pence, Presiden Russia Vladimir Putin, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in merupakan pimpinan negara-negara besar yang ikut hadir dalam KTT ASEAN di Singapura.

Pasca gelaran KTT ASEAN di Singapura, para pimpinan negara akan menghadiri pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Papua New Guinea pada 17-18 November. Presiden China Xi Jinping akan ikut hadir dalam pertemuan ini.

Perkembangan mengenai Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) akan dicermati oleh pelaku pasar. Sebagai infromasi, RCEP merupakan perjanjian dagang yang melibatkan 16 negara Asia-Pasifik dengan China sebagai poros utamanya.

Negosiasi terkait kesepakatan dagang ini sudah dimulai sejak 2013 silam. China ingin negosiasi selesai pada tahun ini, namun penolakan dari India membuatnya sulit untuk tercapai hingga kini. Dari dalam negeri, pelemahan rupiah yang signifikan membuat IHSG tak bisa memanfaatkan momentum yang ada. Hingga sore hari, rupiah melemah 0,89% di pasar spot ke level Rp 14.810/dolar AS.

Pelaku pasar menghukum rupiah seiring dengan makin dalamnya defisit neraca pembayaran dan transaksi berjalan (current account) periode kuartal-III 2018. Pada hari Jumat pasca perdagangan di bursa saham ditutup, Bank Indonesia (BI) mengumumkan NPI kuartal III-2018 mengalami defisit sebesar US$ 4,39 miliar, lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yang juga sebesar US$ 4,31 miliar. Pencapaian kuartal III-2018 merupakan yang terparah sejak kuartal III-2015.

Pos transaksi berjalan membukukan defisit senilai US$ 8,85 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014.

Pos transaksi berjalan sangatlah penting bagi pelaku pasar modal, bahkan bisa dibilang lebih penting dari NPI itu sendiri. Pasalnya, pos transaksi berjalan menggambarkan arus devisa dari perdagangan barang dan jasa yang lebih mampu menopang nilai tukar rupiah dalam jangka panjang karena tidak mudah berubah seperti arus modal portofolio.

Seiring dengan pelemahan rupiah, saham-saham bank BUKU IV dilepas oleh investor: PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) anjlok 5%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) anjlok 3,46%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) terpangkas 1,8%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) terkoreksi 1,67%, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 1,25%.

Indeks sektor jasa keuangan terkoreksi 1,77%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG. Selain itu, sektor barang konsumsi (-2,5%) juga membebani laju IHSG. Sektor barang konsumsi anjlok menyusul koreksi pada 3 saham yakni PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-2,94%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-2,32%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-2,36%).

Pelaku pasar terus menjual ketiga saham tersebut seiring dengan rencana Bursa Efek Indonesia (BEI) yang akan mengubah metode penghitungan bobot saham-saham penghuni 2 indeks penting yakni LQ45 dan IDX30.

Mulai Februari 2019, BEI akan menggunakan metode free float adjusted index untuk menentukan bobot dari setiap saham penghuni indeks LQ45 dan IDX30, dari yang sebelumnya menggunakan metode capitalization-weighted index. Definisi yang digunakan BEI terkait dengan free float adalah total saham scriptless yang dimiliki oleh investor dengan kepemilikan kurang dari 5%.

HMSP, GGRM, dan UNVR merupakan 3 saham yang terimbas secara signifikan dari implementasi aturan ini nantinya. Saat ini, HMSP memiliki bobot sebesar 11,12% dalam indeks IDX30. Nantinya, bobot HMSP akan anjlok menjadi hanya 2,36%. Bobot dari GGRM akan turun menjadi 1,75%, dari yang sebelumnya 3,56%. Sementara itu, saat ini UNVR memiliki bobot sebesar 8,45% dalam indeks IDX30. Nantinya, bobot UNVR akan anjlok menjadi hanya 3,43%.

Indeks LQ45 dan IDX30 menjadi penting lantaran banyak dijadikan indeks acuan untuk produk reksadana pasif dan exchange-traded fund (ETF). Reksadana pasif dan ETF sebenarnya mirip-mirip, dimana investor menanamkan dananya kepada perusahaan manajemen investasi untuk kemudian dikelola. Bedanya adalah, unit penyertaan dari reksadana tidak bisa diperdagangkan, sementara untuk ETF bisa.

Pergerakan dari reksadana pasif dan ETF akan dibuat mengikuti suatu indeks acuan. Jika berbicara mengenai saham, tentu acuannya adalah indeks saham seperti LQ45 dan IDX30.

Guna mengekor pergerakan indeks acuannya semirip mungkin, maka komposisi portfolio haruslah sama dengan komposisi indeks acuan.

Ini artinya, kala ada saham yang bobotnya terpangkas secara signifikan pada Februari 2019 nanti, akan ada aksi jual besar-besaran dari para pengelola reksadana (pasif) dan ETF atas saham tersebut untuk kemudian dialihkan ke saham yang bobotnya terdongkrak naik.

Aksi jual secara besar-besaran ini akan membuat harga saham tersebut anjlok. Guna mengantisipasinya, investor melepas saham tersebut dari saat ini juga.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular