
Newsletter
Dolar AS di Persimpangan
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
29 October 2018 05:51

Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, adalah proyeksi Bank Indonesia (BI) seputar defisit transaksi berjalan alias current account deficit. Perry Warjiyo, Gubernur BI, menyatakan defisit transaksi berjalan pada kuartal III-2018 masih akan di atas 3% PDB.
"(Defisit) Juli dan Agustus 2018 memang masih tinggi, utamanya di migas. Pada kuartal III-2018 masih wajar kalau di atas 3%, tetapi tidak akan lebih dari 3,5%," kata Perry, akhir pekan lalu.
Data ini semakin mempertegas bahwa posisi rupiah sangat tidak menguntungkan. Pasokan valas dari portofolio keuangan alias hot money sangat tipis karena sebagian besar tersedot ke AS. Plus suplai valas dari ekspor-impor barang dan jasa yang minim cenderung kurang, maka rupiah tidak punya modal untuk menguat.
Dengan masih cukup tingginya potensi kenaikan suku bunga acuan di AS, arus modal tentu masih akan terkonsentrasi ke sana. Pembenahan transaksi berjalan juga butuh waktu. Oleh karena itu, tekanan yang dialami rupiah bukan tidak mungkin masih akan berlanjut.
Saat rupiah melemah (dan ke depan berisiko terus melemah), berinvestasi dalam instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menarik buat investor asing. Sebab, keuntungan yang mereka dapat akan menyusut saat dikonversi ke valas. Investor mana yang mau seperti ini?
Oleh karena itu, proyeksi transaksi berjalan dari BI bisa saja menjadi pemberat langkah rupiah hari ini. Walau posisi dolar AS sebenarnya juga sedang tidak bagus-bagus amat, tapi kalau dibandingkan dengan rupiah sepertinya lebih baik, sehingga pemihakan investor kemungkinan masih akan ke arah greenback.
(BERLANJUT KE HALAMAN 6)
(aji/aji)
"(Defisit) Juli dan Agustus 2018 memang masih tinggi, utamanya di migas. Pada kuartal III-2018 masih wajar kalau di atas 3%, tetapi tidak akan lebih dari 3,5%," kata Perry, akhir pekan lalu.
Data ini semakin mempertegas bahwa posisi rupiah sangat tidak menguntungkan. Pasokan valas dari portofolio keuangan alias hot money sangat tipis karena sebagian besar tersedot ke AS. Plus suplai valas dari ekspor-impor barang dan jasa yang minim cenderung kurang, maka rupiah tidak punya modal untuk menguat.
Dengan masih cukup tingginya potensi kenaikan suku bunga acuan di AS, arus modal tentu masih akan terkonsentrasi ke sana. Pembenahan transaksi berjalan juga butuh waktu. Oleh karena itu, tekanan yang dialami rupiah bukan tidak mungkin masih akan berlanjut.
Saat rupiah melemah (dan ke depan berisiko terus melemah), berinvestasi dalam instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menarik buat investor asing. Sebab, keuntungan yang mereka dapat akan menyusut saat dikonversi ke valas. Investor mana yang mau seperti ini?
Oleh karena itu, proyeksi transaksi berjalan dari BI bisa saja menjadi pemberat langkah rupiah hari ini. Walau posisi dolar AS sebenarnya juga sedang tidak bagus-bagus amat, tapi kalau dibandingkan dengan rupiah sepertinya lebih baik, sehingga pemihakan investor kemungkinan masih akan ke arah greenback.
(BERLANJUT KE HALAMAN 6)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular