
Newsletter
Dolar AS di Persimpangan
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
29 October 2018 05:51

Pada perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama adalah perkembangan nilai tukar dolar AS. Greenback sepertinya akan berada di persimpangan, melemah ada sebabnya, menguat pun ada pendorongnya.
Pelemahan dolar AS terjadi sejak akhir pekan lalu hingga pagi ini, di mana pada pukul 03:03 WIB Dollar Index terkoreksi 0,37%. Hari sebelumnya, pelemahan Dollar Index sempat menyentuh kisaran 0,5%.
Penyebabnya adalah rilis data pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal III-2018. Dalam pembacaan pertama, ekonomi AS selama Juli-September tumbuh 3,5% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Melambat lumayan jauh dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 4,2%.
Tidak hanya itu, laju inflasi AS pun melambat. The Fed biasanya menggunakan indikator Core Personal Consumption Expenditure (Core PCE) untuk mengukur inflasi.
Untuk tahun ini, target inflasi yang dipatok The Fed adalah di kisaran 2%. Namun pada kuartal III-2018, Core PCE tercatat hanya 1,6%. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,1%.
Dengan laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang melambat secara bersamaan, maka menjadi sedikit masuk akal apabila The Fed kemungkinan menunda kenaikan suku bunga acuan. Untuk apa memperlambat permintaan ketika permintaannya memang sudah melambat?
Pelaku pasar memperkirakan kenaikan selanjutnya akan terjadi pada Desember, tetapi kini probabilitasnya menipis. Mengutip CME Fedwatch, peluang kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin pada rapat 19 Desember adalah 67,2%. Turun cukup signifikan dibandingkan posisi sepekan sebelumnya yaitu 78,4%.
Dibayangi penurunan potensi kenaikan suku bunga acuan, dolar AS akan kehilangan energi untuk menguat. Selama ini keperkasaan dolar AS ditopang oleh kenaikan suku bunga yang membuat arus modal bergerombol di sekitar mata uang ini. Tanpa penopang itu, dolar AS pun rapuh dan bisa terus melemah.
Namun jangan lengah karena ada juga hal yang bisa membuat dolar AS kembali perkasa. Perlu diingat bahwa koreksi Dollar Index sudah terjadi sejak akhir pekan lalu. Tentu ada masanya di mana investor menilai koreksi ini sudah terlalu dalam dan dolar AS kembali menjadi menarik karena harganya sudah murah. Bila ini terjadi, maka bersiaplah menghadapi derasnya aliran modal menuju dolar AS sehingga nilainya kembali menguat.
Kemudian, data rilis pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 juga bisa menyimpan energi bagi greenback. Betul ekonomi AS secara umum melambat, tetapi kalau dilihat lebih dalam sedikit saja maka ada optimisme yang masih terjaga.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari dua pertiga perekonomian AS, tumbuh 4%. Ini merupakan laju tercepat sejak kuartal IV-2014.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi 3,5% pada kuartal III-2018 sebenarnya tidak jelek-jelek amat. Pelaku pasar sudah menduga akan ada perlambatan, bahkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters memberikan proyeksi yang lebih suram yaitu 3,3%.
Oleh karena itu, masih ada alasan bagi The Fed untuk tetap menaikkan suku bunga acuan pada Desember. Ini bisa menjadi obat kuat yang membuat dolar AS bertahan, dan bukan tidak mungkin berbalik menguat.
Posisi dolar AS yang berada di antara dia kutub menjadi salah satu faktor kunci dinamika pasar hari ini. Mampukah rupiah memanfaatkan? Atau justru kembali melemah seperti pekan lalu?
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Pelemahan dolar AS terjadi sejak akhir pekan lalu hingga pagi ini, di mana pada pukul 03:03 WIB Dollar Index terkoreksi 0,37%. Hari sebelumnya, pelemahan Dollar Index sempat menyentuh kisaran 0,5%.
Penyebabnya adalah rilis data pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal III-2018. Dalam pembacaan pertama, ekonomi AS selama Juli-September tumbuh 3,5% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Melambat lumayan jauh dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 4,2%.
Tidak hanya itu, laju inflasi AS pun melambat. The Fed biasanya menggunakan indikator Core Personal Consumption Expenditure (Core PCE) untuk mengukur inflasi.
Untuk tahun ini, target inflasi yang dipatok The Fed adalah di kisaran 2%. Namun pada kuartal III-2018, Core PCE tercatat hanya 1,6%. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,1%.
Dengan laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang melambat secara bersamaan, maka menjadi sedikit masuk akal apabila The Fed kemungkinan menunda kenaikan suku bunga acuan. Untuk apa memperlambat permintaan ketika permintaannya memang sudah melambat?
Pelaku pasar memperkirakan kenaikan selanjutnya akan terjadi pada Desember, tetapi kini probabilitasnya menipis. Mengutip CME Fedwatch, peluang kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin pada rapat 19 Desember adalah 67,2%. Turun cukup signifikan dibandingkan posisi sepekan sebelumnya yaitu 78,4%.
Dibayangi penurunan potensi kenaikan suku bunga acuan, dolar AS akan kehilangan energi untuk menguat. Selama ini keperkasaan dolar AS ditopang oleh kenaikan suku bunga yang membuat arus modal bergerombol di sekitar mata uang ini. Tanpa penopang itu, dolar AS pun rapuh dan bisa terus melemah.
Namun jangan lengah karena ada juga hal yang bisa membuat dolar AS kembali perkasa. Perlu diingat bahwa koreksi Dollar Index sudah terjadi sejak akhir pekan lalu. Tentu ada masanya di mana investor menilai koreksi ini sudah terlalu dalam dan dolar AS kembali menjadi menarik karena harganya sudah murah. Bila ini terjadi, maka bersiaplah menghadapi derasnya aliran modal menuju dolar AS sehingga nilainya kembali menguat.
Kemudian, data rilis pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 juga bisa menyimpan energi bagi greenback. Betul ekonomi AS secara umum melambat, tetapi kalau dilihat lebih dalam sedikit saja maka ada optimisme yang masih terjaga.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari dua pertiga perekonomian AS, tumbuh 4%. Ini merupakan laju tercepat sejak kuartal IV-2014.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi 3,5% pada kuartal III-2018 sebenarnya tidak jelek-jelek amat. Pelaku pasar sudah menduga akan ada perlambatan, bahkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters memberikan proyeksi yang lebih suram yaitu 3,3%.
Oleh karena itu, masih ada alasan bagi The Fed untuk tetap menaikkan suku bunga acuan pada Desember. Ini bisa menjadi obat kuat yang membuat dolar AS bertahan, dan bukan tidak mungkin berbalik menguat.
Posisi dolar AS yang berada di antara dia kutub menjadi salah satu faktor kunci dinamika pasar hari ini. Mampukah rupiah memanfaatkan? Atau justru kembali melemah seperti pekan lalu?
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular