
Newsletter
Trump Makin Beringas, China Tambah Panas
Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 September 2018 04:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia menjalani periode yang lumayan kelam kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok cukup dalam, sementara rupiah melemah relatif tajam terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup anjlok 1,8%. Bursa saham utama Asia juga cenderung melemah, tetapi tidak ada yang sedalam IHSG. Indeks Hang Seng menguap 1,3%, Shanghai Composite menyusut 1,11%, Kospi berkurang 0,65%, dan Straits Time minus 0,63%.
Sedangkan nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,47% di hadapan greenback. Meski bukan yang terlemah, depresiasi ini menjadi yang terdalam ketiga di Asia saat pasar spot Indonesia ditutup.
Situasi eksternal memang sedang kurang kondusif bagi pasar keuangan Benua Kuning. Setelah pekan lalu reda, saat ini tensi perang dagang AS vs China kembali meninggi.
Presiden AS Donald Trump dikabarkan siap mengeksekusi bea masuk baru bagi impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar paling cepat Senin (17/9/2018) waktu setempat. Mengutip Reuters, tarif bea masuk untuk produk-produk elektronik, furnitur, alat penerangan, ban, farmasi, sepeda, sampai kursi untuk bayi ini adalah 10%, lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan yaitu 25%.
Menanggapi perkembangan ini, China mulai bersikap keras. Bahkan bukan tidak mungkin Beijing akan menerapkan bea masuk balasan.
"Bukan hal baru bagi AS yang terbiasa menaikkan eskalasi dengan mengeksploitasi keuntungan saat bernegosiasi. Kami akan mencari cara serangan balik yang cantik dan membuat AS semakin menderita," tegas tajuk Global Times, media yang diterbitkan Partai Komunis China, mengutip Reuters.
Hawa perang dagang yang kian panas membuat investor semakin berhati-hati. Perang dagang AS vs China adalah isu besar yang bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global, sehingga investor pun cenderung bermain aman. Aset-aset berisiko ditanggalkan, termasuk di negara berkembang Asia.
Sentimen domestik juga jadi beban buat IHSG dan rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor tumbuh sebesar 4,15% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada Agustus 2018, jauh di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 10,1% YoY.
Sementara itu, impor tumbuh sebesar 24,65% YoY, sedikit di bawah ekspektasi yang sebesar 25% YoY. Ini membuat neraca perdagangan membukukan defisit US$ 1,02 miliar, jauh lebih tinggi dari konsensus yang sebesar US$ 645 juta.
Defisit neraca perdagangan akan mengancam transaksi berjalan (current account). Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan mencatat defisit yang cukup dalam yaitu 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Neraca perdagangan Juli-Agustus yang defisit lumayan dalam membuat kemungkinan transaksi berjalan pada kuartal III-2018 akan bernasib serupa dengan kuartal sebelumnya.
Transaksi berjalan menjadi salah satu indikator utama kekuatan nilai tukar suatu mata uang. Ketika investor melihat ada prospek transaksi berjalan Indonesia kembali defisit pada kuartal III-2018, maka nasib rupiah pun jadi sorotan.
Rupiah akan sulit menguat jika transaksi berjalan kembali defisit, sehingga tekanan jual akan melanda rupiah dan instrumen berbasis mata uang ini. Oleh karena itu, laju IHSG dan rupiah pun semakin terbeban sehingga menjadi salah satu yang terburuk di Asia.
Pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup anjlok 1,8%. Bursa saham utama Asia juga cenderung melemah, tetapi tidak ada yang sedalam IHSG. Indeks Hang Seng menguap 1,3%, Shanghai Composite menyusut 1,11%, Kospi berkurang 0,65%, dan Straits Time minus 0,63%.
Sedangkan nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,47% di hadapan greenback. Meski bukan yang terlemah, depresiasi ini menjadi yang terdalam ketiga di Asia saat pasar spot Indonesia ditutup.
Situasi eksternal memang sedang kurang kondusif bagi pasar keuangan Benua Kuning. Setelah pekan lalu reda, saat ini tensi perang dagang AS vs China kembali meninggi.
Presiden AS Donald Trump dikabarkan siap mengeksekusi bea masuk baru bagi impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar paling cepat Senin (17/9/2018) waktu setempat. Mengutip Reuters, tarif bea masuk untuk produk-produk elektronik, furnitur, alat penerangan, ban, farmasi, sepeda, sampai kursi untuk bayi ini adalah 10%, lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan yaitu 25%.
Menanggapi perkembangan ini, China mulai bersikap keras. Bahkan bukan tidak mungkin Beijing akan menerapkan bea masuk balasan.
"Bukan hal baru bagi AS yang terbiasa menaikkan eskalasi dengan mengeksploitasi keuntungan saat bernegosiasi. Kami akan mencari cara serangan balik yang cantik dan membuat AS semakin menderita," tegas tajuk Global Times, media yang diterbitkan Partai Komunis China, mengutip Reuters.
Hawa perang dagang yang kian panas membuat investor semakin berhati-hati. Perang dagang AS vs China adalah isu besar yang bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global, sehingga investor pun cenderung bermain aman. Aset-aset berisiko ditanggalkan, termasuk di negara berkembang Asia.
Sentimen domestik juga jadi beban buat IHSG dan rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor tumbuh sebesar 4,15% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada Agustus 2018, jauh di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 10,1% YoY.
Sementara itu, impor tumbuh sebesar 24,65% YoY, sedikit di bawah ekspektasi yang sebesar 25% YoY. Ini membuat neraca perdagangan membukukan defisit US$ 1,02 miliar, jauh lebih tinggi dari konsensus yang sebesar US$ 645 juta.
Defisit neraca perdagangan akan mengancam transaksi berjalan (current account). Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan mencatat defisit yang cukup dalam yaitu 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Neraca perdagangan Juli-Agustus yang defisit lumayan dalam membuat kemungkinan transaksi berjalan pada kuartal III-2018 akan bernasib serupa dengan kuartal sebelumnya.
Transaksi berjalan menjadi salah satu indikator utama kekuatan nilai tukar suatu mata uang. Ketika investor melihat ada prospek transaksi berjalan Indonesia kembali defisit pada kuartal III-2018, maka nasib rupiah pun jadi sorotan.
Rupiah akan sulit menguat jika transaksi berjalan kembali defisit, sehingga tekanan jual akan melanda rupiah dan instrumen berbasis mata uang ini. Oleh karena itu, laju IHSG dan rupiah pun semakin terbeban sehingga menjadi salah satu yang terburuk di Asia.
Pages
Most Popular