
Newsletter
Trump Makin Beringas, China Tambah Panas
Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 September 2018 04:57

Faktor ketiga adalah perkembangan nilai tukar dolar AS. Pada pukul 04:22 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama) melemah sampai 0,43%.
Jika sebelumnya dolar AS adalah safe haven dalam kondisi penuh ketidakpastian, maka sekarang sepertinya tidak lagi. Sebab, ada tendensi perang dagang AS-China akan menuju ke arah yang lebih parah.
China bahkan siap memotong rantai pasok di AS, kebijakan yang akan sangat memukul industri dan konsumen di Negeri Adidaya. Apabila industri dan konsumsi AS sampai lesu karena blokade China, maka pertumbuhan ekonomi AS akan melambat. Dampaknya adalah The Federal Reserve/The Fed tidak perlu terlampau agresif dalam menaikkan suku bunga acuan.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada rapat The Fed 26 September memang masih sangat tinggi yaitu 94,4%. Namun angka ini sebenarnya menyusut karena sebelumnya sempat mencapai kisaran 98-99%.
Dibayangi ancaman perlambatan ekonomi dan kebijakan moneter yang mungkin saja tidak terlalu ketat, dolar AS pun kehilangan pijakan dan melemah. Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh rupiah untuk berbalik menguat, meski sangat menantang.
Faktor keempat adalah harga komoditas, khususnya minyak. Pada pukul 04:31 WIB, harga minyak jenis brent turun 0,1% sementara light sweet melemah 0,32%. Sama seperti pasar saham dan valas, komoditas pun terimbas sentimen negatif friksi dagang AS-China.
Mengingat AS dan China adalah dua perekonomian terbesar di planet bumi, friksi di antara keduanya tentu akan mempengaruhi seluruh negara. Arus perdagangan global akan seret dan pertumbuhan ekonomi melambat.
Perlambatan arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi sama dengan penurunan permintaan energi. Potensi penurunan permintaan ini diterjemahkan dengan koreksi harga si emas hitam.
Penurunan harga minyak bukan berita baik bagi IHSG. Emiten migas dan pertambangan cenderung kurang mendapat apresiasi saat harga minyak sedang turun, sentimen yang bisa saja menyeret IHSG secara keseluruhan.
(aji/aji)
Jika sebelumnya dolar AS adalah safe haven dalam kondisi penuh ketidakpastian, maka sekarang sepertinya tidak lagi. Sebab, ada tendensi perang dagang AS-China akan menuju ke arah yang lebih parah.
China bahkan siap memotong rantai pasok di AS, kebijakan yang akan sangat memukul industri dan konsumen di Negeri Adidaya. Apabila industri dan konsumsi AS sampai lesu karena blokade China, maka pertumbuhan ekonomi AS akan melambat. Dampaknya adalah The Federal Reserve/The Fed tidak perlu terlampau agresif dalam menaikkan suku bunga acuan.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada rapat The Fed 26 September memang masih sangat tinggi yaitu 94,4%. Namun angka ini sebenarnya menyusut karena sebelumnya sempat mencapai kisaran 98-99%.
Dibayangi ancaman perlambatan ekonomi dan kebijakan moneter yang mungkin saja tidak terlalu ketat, dolar AS pun kehilangan pijakan dan melemah. Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh rupiah untuk berbalik menguat, meski sangat menantang.
Faktor keempat adalah harga komoditas, khususnya minyak. Pada pukul 04:31 WIB, harga minyak jenis brent turun 0,1% sementara light sweet melemah 0,32%. Sama seperti pasar saham dan valas, komoditas pun terimbas sentimen negatif friksi dagang AS-China.
Mengingat AS dan China adalah dua perekonomian terbesar di planet bumi, friksi di antara keduanya tentu akan mempengaruhi seluruh negara. Arus perdagangan global akan seret dan pertumbuhan ekonomi melambat.
Perlambatan arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi sama dengan penurunan permintaan energi. Potensi penurunan permintaan ini diterjemahkan dengan koreksi harga si emas hitam.
Penurunan harga minyak bukan berita baik bagi IHSG. Emiten migas dan pertambangan cenderung kurang mendapat apresiasi saat harga minyak sedang turun, sentimen yang bisa saja menyeret IHSG secara keseluruhan.
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Most Popular